Salin Artikel

Kisah Para Petugas yang Mandikan Jenazah Pasien Covid-19...

KUPANG, KOMPAS.com - Yefta Baitanu dan Darius Tasuib, dua petugas pekerja harian lepas (PHL) pada Rumah Sakit Bhayangkara Titus Uly Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), punya pengalaman tersendiri memandikan jenazah pasien penderita Covid-19.

Yefta mengaku, bersama lima orang rekannya secara bergantian memandikan jenazah pasien Covid-19.

Yefta sendiri sudah memandikan 11 jenazah pasien Covid-19.

Awalnya, ia sempat takut dengan virus corona, namun ia bersyukur selama satu tahun menjadi petugas di ruang jenazah, ia terhindar dari virus tersebut.

"Saya bersama tiga orang teman, pertama kali memandikan jenazah pasien Covid-19 itu tanggal 1 Januari 2021," ungkap Yefta, kepada Kompas.com, Selasa (2/3/2021).

Yefta mengaku, dia dan dua temannya yang lain, sempat khawatir tertular penyakit saat memandikan jenazah.

Dia lalu memotivasi dua rekannya yang lain, untuk berani mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan oleh pimpinan mereka.

"Kami sempat berdoa dua kali. Pertama sebelum masuk ruangan dan sebelum pegang jenazah pasien Covid-19," ujar dia.

Pengalaman pertama itu, membuat dia dan rekannya yang lain akhirnya lebih berani dan percaya diri untuk bertugas memandikan jenazah pasien corona yang lain.

"Terakhir kami mandikan jenazah pasien corona itu tanggal 20 Februari 2021 lalu," ungkap Yefta yang sudah mengabdi sebagai tenaga honorer sejak tahun 2003 silam itu.

Namun, kata Yefta, dia dan dua temannya sempat kesulitan mengurus jenazah pasien Covid-19 karena bobot tubuh yang lebih berat dengan jenazah lainnya.

Akhirnya, Yefta pun meminta bantuan ke pimpinan, untuk penambahan tiga orang personel lagi.

Selain karena bobot tubuh yang berat, jumlah pasien corona yang meninggal terus bertambah pada bulan Januari hingga Februari 2021 lalu.


Menurut Yefta, memandikan jenazah pasien Covid-19 merupakan pengalaman pertama yang tak akan pernah ia lupakan dalam hidupnya.

"Saya sudah bertugas memandikan jenazah pasien yang meninggal sejak tahun 2012 lalu dan ini pengalaman saya yang beda, karena menggunakan protokol kesehatan yang ketat. Apalagi, bobot jenazah pasien covid itu lebih berat dari jenazah pasien yang meninggal akibat penyakit lain," kata Yefta, yang berharap bisa segera diangkat jadi tenaga Aparatur Sipil Negara (ASN).

Sementara itu Darius Tasuib, mengaku, sudah lima kali memandikan jenazah bersama rekannya Yefta.

"Ini risiko tugas dan kami jalani dengan ikhlas dan tulus. Mungkin karena ada prinsip itu maka sampai sekarang kami belum kena virus covid," kata Darius.

Darius menuturkan, dia dan rekan yang lain mengurus jenazah pasien Covid-19 mulai dari memandikan hingga mengantar jenazah hingga ke tempat pemakaman umum.

"Kami juga sering kali harus menunggu lama kalau keluarga pasien masih protes," ujar dia.

Yefta dan Darius berharap, nasib keduanya bisa diperhatikan oleh pimpinan mereka, agar bisa diangkat menjadi ASN.

Secara terpisah, Dokter Merty Taolin, salah seorang tenaga kesehatan di rumah sakit Bhayangkara Titus Uly Kupang, menuturkan, selama hampir satu tahun menangani pasien Covid-19, kesulitan terbesar adalah saat kekurangan oksigen bagi pasien.

"Kami sempat benar-benar pernah merasakan kekurangan oksigen untuk pasien padahal stok oksigen sangat dibutuhkan bagi pasien covid yang sedang dirawat," ujar dia.

Tapi, saat ini kekurangan oksigen bisa diatasi dengan pemasangan oksigen secara terpusat di rumah sakit tersebut.

Kendala lain yang dihadapi lanjut Merty, yakni saat menghadapi pasien Covid-19 terutama kategori berat yakni pelayanan yang dilakukan adalah total care.

"Kami harus tangani sendiri untuk memandikan dan memberi makan, sehingga butuh waktu bertahan berjam-jam. Di balik alat pelindung diri, tapi puji Tuhan semua tugas ini bisa kami lewati dengan sukacita dan dengan rasa syukur," kata Merty.

Selain itu, petugas kesehatan pun harus kuat dan sabar menghadapi protes dan sikap anarkis keluarga pasien yang tidak terima jika ada anggota keluarganya yang meninggal karena Covid-19.

"Kami harus sabar menjelaskan secara detail kepada keluarga pasien terkait alasan pemakaman secara protokol karena banyak yang tidak terima jika anggota keluarganya meninggal karena covid," kata dia.


Merty menuturkan, hingga saat ini di rumah sakit tersebut telah merawat 208 pasien Covid-19.

Dari 208 orang tersebut, 176 berhasil sembuh dan 11 orang meninggal dunia serta 21 pasien masih menjalani perawatan medis.

Merty berharap, masyarakat bisa tetap patuh menjalankan protokol kesehatan.

"Pemerintah dan semua lintas sektoral juga tetap bekerja sama untuk mengakhiri pandemi ini, sehingga kami juga bisa bekerja kembali seperti biasa, terutama bisa kembali bertemu keluarga kami setelah hampir satu tahun karantina," kata Merty.

Kerja keras ketiganya, rupanya mendapat perhatian dari Kapolda NTT Irjen Lotharia Latif.

Orang nomor satu di Polda NTT, kemudian memberikan penghargaan kepada ketiganya dan juga rekan rekannya yang lain.

Lotharia mengapresiasi kinerja para tenaga kesehatan.

"Perjuangan kalian luar biasa. Polri beri penghargaan atas dedikasi para tenaga kesehatan," ujar Lotharia.

Lotahria berharap, para tenaga kesehatan tetap menjaga diri karena perjuangan masih panjang.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/02/135826578/kisah-para-petugas-yang-mandikan-jenazah-pasien-covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke