Salin Artikel

Kisah Sukses Petani Cabai di Sidodadi Ramunia, Panen 25 Ton Per Hektar meski Cuaca Tak Menentu

Betapa tidak, meskipun cuaca panas dan curah hujan rendah dan masih di masa pandemi Covid-19, mereka bisa memanen hingga 25 ton per hektar. 

Namanya Muhammad Sofyan, Ketua Kelompok Tani Sadar di dusun yang hanya berjarak sekitar 9 kilometer dari Bandara Internasional Kualanamu itu.

Dia sendiri baru menanam cabai sekitar 6 - 7 tahun terakhir. Sebelumnya, dia menanam padi dan kedelai. Cabai, menurutnya, menjadi harapan baru bagi petani, di luar padi dan kedelai yang kini ditinggalkan. 

"Cabai ini menjanjikan kalau harganya stabil dan hasilnya memuaskan. Walaupun juga pernah mengalami kerugian ketika harganya jatuh," katanya.

Petani terimbas pandemi 

Menurutnya, pandemi Covid-19 telah berpengaruh ke hampir semua sektor. Tak terkecuali petani di Dusun Cilacap ini.

"Perekonomiannya agak berat. Bekerja pun katanya ini itu. Jadi kita kan pening juga. Jadi kita inilah usaha nanam cabai," ujarnya. 

Dijelaskannya, saat ini di lahan seluas 4 hektar baru dua kali panen. Masih ada sekitar 13 kali panen lagi. Perhitungannya, dari 1 batang bisa menghasilkan 1 - 1,2 kg.

Dalam 1 hektar, dia menanam sekitar 17.000 batang. Jika dikalikan, maka hasil panen cabai mencapai 20 hingga 25 ton.

"Hasil panen per hektar 25 ton dan untuk dijual di lokal saja. Agen datang sendiri kemari," katanya. 

Dapat bantuan pupuk Pemprov Sumut

Dijelaskannya, pertanaman cabai di lahan seluas 4 hektar ini, mendapat bantuan pemulihan ekonomi di masa Covid-19 dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berupa mulsa, pupuk, oba,t dan lain sebagainya.

Dalam kondisi seperti saat ini, bantuan pemerintah sangat diharapkan. 

"Biaya produksi tiap 1 batang tanaman itu Rp 15.000. Dan tiap batangnya bisa menghasilkan 1 - 1,2 kg. Maka agar petani bisa untung, harga cabai harus di atas biaya produksi. Seperti sekarang ini, harga di petani Rp 25.000 per kilogram," ujarnya.


Perubahan iklim, tantangan dan harapan 

Menurutnya, harga dan iklim menjadi tantangan bagi petani. Misalnya di saat panas seperti sekarang ini. Kalau tidak hati-hati, maka telus kutu cepat menetas dan bisa menghancurkan tanaman. Karena itu, harus ada perhatian ekstra.

Begitu juga ketika curah hujan tinggi, bisa menyebabkan tanaman layu kemudian mati, dia menyebutnya dengan istilah mati gadis.

"Cabai ini kan tidak ada HET (harga eceran tertinggi). Harapannya bisa dibikinlah HET di atas Rp 15.000. Jadi walaupun cabai itu banyak, petani tetap bisa untung," katanya. 

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara Dahler Lubis mengatakan, dalam upaya pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19, pemerintah Sumatera Utara menggelontorkan bantuan kepada petani cabai seluas 422 hektar di 22 kabupaten/kota. 

"Di Deli Serdang ini, yang dibantu seluas 35 hektar. Di Sidodadi ini, kita bantu 4 hektar. Dan di sini kita lihat, ini cukup bagus. Hasil panen dijual Rp 25.000 per kilogram di tingkat petani, dan di pasar Rp 30.000 - Rp 40.000," katanya. 

Surplus produksi cabai

Dikatakannya, Sumut mengalami surplus produksi cabai. Kebutuhan cabai di Sumut di kisaran 120.000 ton per tahun.

Sedangkan produksi mencapai 170.000 ton sehingga masih bisa dikirim ke Batam, Riau, dan daerah lainnya.

"Di sini kita bantu petani berupa pupuk, mulsa, obat-obatan, dan lainnya. Sedangkan bibitnya, bibit lokal," kata Dahler. 

https://regional.kompas.com/read/2021/02/25/06011271/kisah-sukses-petani-cabai-di-sidodadi-ramunia-panen-25-ton-per-hektar-meski

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke