Salin Artikel

Cerita Warga Kulon Progo Bertahan di Tengah Pandemi berkat Ternak Jangkrik

Warga Pedukuhan Cekelan, Kelurahan Karangsari, Kapanewon Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, ini awalnya hanya coba-coba beternak jangkrik karena usaha pembuatan batako miliknya lesu. 

Kini, tiap bulan dia bisa memperoleh keuntungan sebesar Rp 400.00 dari dua kotak kandang jangkriknya. 

“Lumayan untuk tambahan penghasilan sejak batako sepi karena tidak ada orang membangun,” kata Yuli di rumahnya, Selasa (23/2/2021).

Semula, Yuli bisa melayani pemesanan sampai 5.000 batako dalam satu bulan sebelum pandemi.

Mendadak tak sampai 1.000 batako pesanan. Yuli lantas memutar otak untuk bertahan di tengah Pandemi.

Dia melihat Takul (27), kerabat sekaligus tetangga sebelah rumah, yang punya kegiatan menetaskan hingga pembesaran jangkrik.

“Saya tanya-tanya dan saya ikut,” kata Yuli.

Yuli pun memutuskan ikut usaha pembesaran jangkrik serupa.

Dengan modal Rp 2.250.000, Yuli membeli beli empat kotak kandang ukuran masing-masing panjang 2,4 meter, pakan ayam broiler jenis BR, daun pisang kering (klaras) sebagai rumah-rumahannya.

Sebanyak 1 kilogram telur jangkrik juga dibeli untuk ditetaskan.

Yuli memakai setengah ruang produksi batako untuk ternak jangkrik ini.

Penetasan dan pembesaran berlangsung dengan cara tradisional. Ia memasang penghangat kotak kandang berupa lampu 5 Watt agar jangkrik bertelur maksimal dan terus hangat.

Alhasil, Yuli bisa merasakan panen jangkrik setiap 30 hari sekali sampai sekarang.

“Sekarang sudah mau panen yang keempat,” kata Yuli.

Pembesaran jangkrik seperti ini dirasa cocok sebagai usaha sampingan.

Pemuda bernama Jumadiyo (25) di Pedukuhan Kopat, Karangsari, juga merasakan hal sama.

Jumadiyo usaha jangkrik tiga bulan belakangan dengan modal Rp 800.000.

Menurutnya, usaha ini tidak rumit namun hasil lumayan. Telur dibeli dari pengepul jangkrik, ditetaskan, jadi jangkrik anakan, dibesarkan hingga siap dipanen oleh pengepul.

Langkah itu memerlukan waktu sekitar empat minggu.

“Saya sudah dua kali panen,” kata Jumadiyo.

Keuntungan usaha ini tergantung harga jual jangkrik yang naik turun di rentang Rp 20.000 – 25.000 per kilogram.

Kebetulan Jumadiyo memanen di harga Rp 23.000 beberapa waktu lalu. Ia bisa menghasilkan Rp 1.750.000 dalam sekali panen.

Keuntungan bersih setelah dikurangi biaya sekitar Rp 1.000.000.

“Paling tantangannya adalah predator telur dan jangkrik, seperti semut yang memakan telur, cicak sampai tikus. Tidak punya teknologi khusus menghadapi hama. Kalau ketemu ya hamanya dimusnahkan saja,” kata Jumadiyo.

Tak hanya untuk penghasilan tambahan, Takul, salah satu peternak pembesaran jangkrik, menceritakan, usaha seperti ini sebenarnya bisa menjadi penghasilan utama.

Namun, perlu usaha yang lebih besar untuk melakukannya.

“Pernah ada yang punya 60 kotak dengan mempekerjakan enam orang,” kata Takul.

Awalnya, Irwan ikut usaha pembesaran jangkrik pada 2013.

Ia mengambil telur dari pengusaha indukan jangkrik. Semula cuma dua kotak, terus berkembang sampai 10 kotak.

Seiring waktu, usaha indukan surut, para peternak pembesaran jangkrik kesulitan mendapat telur, maka Irwan pun memberanikan diri terjun ke indukan mulai 2016.

“Teman indukan off , sementara petani membutuhkan. Maka kita bikin sendiri,” kata Irwan.

Kini, Irwan punya lima kotak indukan. Kotaknya berukuran sama dengan kotak pembesaran pada umumnya.

Hanya saja, prosesnya memang berbeda.

Produksi telur berlangsung lebih lama, dari menetas, tumbuh besar hingga kembali bertelur di tengah siklus hidup jangkrik yang hanya sekitar dua bulan saja.

Setiap kotak bisa menghasilkan 10-13 kilogram telur setiap bulan dengan harga antara Rp 200.000 – 230.000 per kilogram.

Dalam proses indukan ini, ia memanen telur dalam dua hingga tiga hari sekali. Telur ini kemudian yang dijual ke para peternak pembesaran jangkrik.

Kini, ia bisa menyuplai telur ke 200 kotak yang tersebar di berbagai pedukuhan.

“1 kilogram bisa untuk 3-4 kotak, tapi tidak aktif semua,” kata Irwan.

Setiap hari, kata Irwan, ia memanen dari petani pembesaran jangkrik.

Ia mengumpulkannya untuk dijual secara ecer ke berbagai kota, utamanya, Klaten, Solo, Magelang hingga daerah Prambanan Yogyakarta.

Semua masih untuk konsumsi pakan burung berkicau seperti Murai, Cucak Ijo, Kacer hingga Jalak.


Irwan mengungkapkan, tidak belajar secara khusus budidaya jangkrik ini.

Pengalaman sejak 2013 dan ketelatenan menjadi guru hingga pengetahuannya mumpuni.

Irwan mengakui, usaha pembesaran jangkrik ini semakin dilirik di tengah Pandemi Covid-19.

Pasalnya, kotak yang tadinya tidak aktif mulai diaktifkan peternak pembesaran. Bahkan, ada beberapa peternak baru yang mulai mencoba usaha pembesaran unu.

“Ternak jangkrik tidak terpengaruh (Covid-19). Awal Covid ini malah tambah 50 boks (yang aktif),” kata Irwan.

Sekalipun terlihat mudah, usaha ini bukan berarti tanpa tantangan. Banyak kendala yang akan dihadapi.

Irwan menyebutkan, bisnis ini tergantung harga pasar karena jumlah panen tingkat petani pembesaran.

Selain itu, pada musim tertentu akan memengaruhi siklus hidup maupun siklus berkembang biaknya.

Belum lagi jangkrik juga banyak predatornya dan tergantung pula pada ketelatenan tiap usaha pembesaran.

Dengan masih memanfaatkan teknologi tradisional, tentu semua tantangan itu begitu besar.

https://regional.kompas.com/read/2021/02/24/15122701/cerita-warga-kulon-progo-bertahan-di-tengah-pandemi-berkat-ternak-jangkrik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke