Salin Artikel

Kisah 5 Anak Jalanan yang Bertemu Risma, Dilatih Menjadi Barista dan Perajin Sepatu Kulit

BANYUMAS, KOMPAS.com - Di pojok ruangan yang tak terlalu luas, dua orang remaja dengan cekatan meracik pesanan minuman.

Meski masih terlihat canggung, tak berselang lama salah seorang di antaranya kemudian menyandingkan minuman buatannya.

Dengan ramah, dia meletakkan gelas-gelas berisi minuman di meja pemesan sambil menyebutkan jenisnya satu per satu, ada kopi, cokelat, dan red velvet.

Sementara di ruangan lain yang dibatasi dengan tembok, tiga orang remaja duduk berjajar di kursi berwarna-warni.

Mereka tampak serius mendengarkan penjelasan seorang mentor sambil melihat video-video yang ditayangkan melalui layar besar di hadapan mereka.

Kelima remaja tersebut lebih dari sepekan terakhir menjadi penghuni Balai Satria Kementerian Sosial (Kemensos) di Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Mereka merupakan anak-anak jalanan yang sempat bertemu Menteri Sosial Tri Rismaharini saat blusukan di eks lokalisasi di daerah Mojokerto, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Bagaimana kisah kelima remaja tersebut hingga masuk ke panti rehabilitasi?

YA (22) alias Pitik yang tengah mengikuti pelatihan menjadi barista ini mengaku, terjun ke jalanan karena terpaksa. Selepas lulus SMP ia sempat bekerja.

"Waktu itu ibu meninggal, saya terpaksa libur, tapi waktu kembali ke tempat kerja ternyata sudah diisi orang lain. Pusing jadinya, sudah ditinggal ibu, kehilangan pekerjaan," tutur Pitik, Kamis (14/1/2021).

Ia lantas memutuskan untuk menjadi pangamen bersama teman-temannya. Kerasnya kehidupan di jalanan ia jalani hampir selama lima tahun.

"Saya sempat balik ke rumah, tapi bapak pergi karena nikah lagi. Jadi saya harus turun ke jalan lagi untuk mencukupi kebutuhan hidup saya, kakak, dan adik," kata Pitik.

Secercah harapan muncul saat Menteri Risma mengunjungi eks lokalisasi di Mojokerto yang bersebelahan dengan kampungnya.

"Saya pikir ketemu Bu Risma ini menjadi kesempatan saya untuk mengubah nasib," ujar remaja berbadan gempal ini.

Ia bersama adiknya, MF (15) lantas dibawa ke Balai Satria untuk mengikuti pembinaan dan pelatihan.

Ia bermimpi, sepulang dari balai dapat membuka kedai kopi di kampung halamannya.

Hal senada diutarakan PS (25) alias Jreng. Selepas putus sekolah saat kelas 2 SMP, ia terjun menjadi pengamen jalanan.

"Saya ngamen buat kehidupan sehari-hari, bantu keluarga, supaya tidak membebani orang tua. Sebenarnya tidak ingin jadi pengamen," ujar penabuh ketipung ini.

Mabuk-mabukan, tidur di emperan toko ia lakoni hampir selama lima tahun.

"Kadang mikir kalau lagi mabuk sambil main gitar sama teman-teman 'ini mau jadi apa'," kata Jreng.

Jreng sempat berusaha keluar dari jalanan dengan bekerja sebagai perajin sepatu kulit. Namun nasib belum berpihak kepadanya.

Saat awal pandemi Covid-19, ia harus kehilangan pekerjaan karena ada pengurangan karyawan. Dan ia pun terpaksa kembali ke jalanan untuk menyambung hidup.

"Waktu ketemu Bu Menteri saya berpikir ini kesempatan emas," ujar Jreng.

Jreng pun tanpa pikir panjang mengiyakan ketika ditawari mengikuti pelatihan. Jreng memilih mendalami pembuatan sepatu kulit seperti yang telah dilakoni sebelumnya.

Jreng tidak sendirian, ia juga mengajak adiknya FS (17) yang putus sekolah saat kelas 2 SMP untuk bersama-sama mengikuti pelatihan.

Sedangkan IM (19) alias Bonjol yang mengikuti pelatihan pembuatan sepatu kulit mengaku, selama tinggal di balai kehidupannya lebih tertata dibanding saat di jalanan.

"Bangun tidur kita shalat, terus bersih-bersih lingkungan. Kemudian ikut pelatihan, kalau sore bebas, biasanya kita olahraga," kata Bonjol.

Sementara itu, Plt Kepala Balai Satria Kemensos Hendra Permana mengatakan, proses rehabilitasi kelima anak jalanan itu akan dilakukan selama dua bulan atau bisa lebih sesuai kebutuhan.

"Instruksi Bu Menteri kelima anak ini dibantu sampai tuntas. Untuk itu kami rehab, dan paling penting ketika kembali mereka jadi berdaya," kata Hendra.

Rencananya, selepas dari balai mereka akan terus didampingi untuk mendirikan usaha hingga dapat mandiri.

"Yang dua diarahkan jadi barista, bikin kedai kecil-kecilan, nanti kita liat kondisi di sana. Yang pelatihan sepatu akan kami dorong, kita latih untuk penjualan online," jelas Hendra.

Menurut Hendra, selama di balai, mereka tidak hanya dibekali ketrampilan, tapi juga diberikan terapi mental spiritual.

"Kita latih bagaimana terapi mental spiritual, psiko sosial. Ketika kembali mereka bisa adaptif, menjalani kehidupan sesuai norma di masyarakat dan paling penting bisa berdaya," ujar Hendra.

Untuk dua anak yang masih berusia belasan tahun, kata Hendra, rencananya akan diarahkan untuk kembali ke sekolah.

https://regional.kompas.com/read/2021/01/15/17031541/kisah-5-anak-jalanan-yang-bertemu-risma-dilatih-menjadi-barista-dan-perajin

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke