Salin Artikel

Kisah Guru Honorer Didiskriminasi, dari Dibully hingga Dilukai, PGRI: PPPK Total Belum Saatnya

BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Besar PGRI, Dudung Nurullah Koswara menceritakan pengalamannya mengurus masalah guru honorer.

"Sebagai pendidik, pengalaman mengurus masalah guru, saya tahu persis bahwa di sejumlah anak didik guru pun dibedakan," ujar Dudung dalam tulisan yang dikirimkannya ke Kompas.com, Sabtu (2/1/2021).

Dudung menjelaskan, ada dua tingkatan, yakni guru PNS dan guru honorer. Anak didik tahu persis status tersebut.

Anehnya, status ini berpengaruh pada perlakuan yang oknum siswa dan orangtua. Mereka memperlakukan guru honorer dan guru PNS dengan berbeda.

"Faktanya ada diskriminasi perlakuan oknum anak didik, orangtua, dan publik pada entitas guru honorer," tutur dia.

Bagaimana guru honorer terutama di jenjang menengah di-bully, dilukai, bahkan dibunuh. Ia pun pernah mengurusi seorang guru muda honorer bernama AG tahun 2015.

Wajah AG sobek terkena pecahan kacamata karena dipukuli anak didiknya.

"Hampir di semua daerah kasus diskriminasi ini terjadi. Data akurat kuantitatifnya sulit. Tapi ada guru yang dilukai, dipukuli, dicukuri, dibunuh. Ini representasi gunung es," tutur dia.

Kini, pemerintah tengah bersiap dengan sistem perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dengan sistem ini, status guru akan menjadi tiga klaster. Yakni guru PNS, guru “kontrak” PPPK dan guru honorer.

Guru PNS adalah guru kelas 1, guru PPPK adalah guru kelas 2, dan guru honorer adalah guru kelas 3.

"Pemerintah harus mengerti ini! Pemerintah harus memahami dinamika psikologis di internal satuan pendidikan terkait martabat profesi guru," tutur dia.

Untuk itu, ia meminta rencana mem-PPPK-kan semua guru di tahun 2021 dikaji mendalam. Sebab profesi guru adalah profesi officium nobile, profesi terhormat.

"Seperti disebutkan pakar pendidikan, pemerintah harus ikut meletakkan profesi guru pada tempat terhormat. Pemerintah harus terlibat mengendorse martabat guru agar dihormati di hadapan anak didik dan publik," tutur dia.

"Bukankah dalam UU RI No 14 tahun 2005 pemerintah "memerintahkan” perlindungan dan memuliakan martabat profesi guru? Apakah pemerintah sedang galau atau parno karena wabah Covid-19?" tanya dia.

Sebab, bahan mentah dan bahan baku SDM Indonesia sejak di TK/SD/SMP/SMA/SMK/SLB ada di tangan para guru. Pendidikan karakter pun ada di tangan para guru.

Untuk itu diperlukan guru kompeten, sejahtera dan bermartabat.

"Pemerintah jalankan dahulu UU ASN dan UURI jangan lakukan “improvisasi” PPPK total, belum saatnya!" katanya.

https://regional.kompas.com/read/2021/01/02/08452971/kisah-guru-honorer-didiskriminasi-dari-dibully-hingga-dilukai-pgri-pppk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke