Salin Artikel

Mengenal Sosok Tri Mumpuni, Pecinta Desa yang Jadi Tokoh Muslim Berpengaruh di Dunia

Kabar menggembirakan tersebut datang dari Presiden Joko Widodo. Lewat akun Twitternya, pria yang akrab disapa Jokowi ini mengumumkan penghargaan yang diraih dua ilmuwan Indonesia.

"Kabar gembira, tentang prestasi dua ilmuwan Indonesia, Ibu Adi Utarini dan Ibu Tri Mumpuni," tulis Presiden Jokowi.

"Prof Adi Utarini masuk daftar "Nature's 10: Ten People Who Helped Shape Science in 2020" dari jurnal sains Nature. Sementara Tri Mumpuni termasuk 22 Most Influential Muslim Scientists," tambah Jokowi.

Pernah dipuji Presiden AS Barrack Obama

Penghargaan ini bukanlah yang pertama buat Tri Mumpuni. Berbagai penghargaan internasional pernah diraih perempuan kelahiran Semarang, 6 Agustus 1964 tersebut.

Beberapa di antaranya, Climate Hero 2005 dari World Wildlife for Nature, Ashden Awards 2012, dan Magsaysay Awards 2012.

Bahkan di April 2010, Presiden AS Barack Obama memuji Tri dalam acara Presidential Summit on Enterpreneurship di Washington.

Obama mengapreasiasi kiprah Tri Mumpuni mempelopori pembangkit listrik mikrohidro di perdesaan.

Lantas siapa Tri Mumpuni?

Tahun 2006, Kompas.com berkesempatan mengunjungi rumahnya di Kampung Panaruban, Desa Cicadas, Kecamatan Segalaherang, Kabupaten Subang. 


Saat itu, ia tengah menerima tamu dari tim CSR salah satu perusahaan BUMN. Meski memiliki asisten rumah tangga, Tri memilih menyiapkan sendiri minuman untuk tamunya.

"Saya suka teh. Ini teh favorit saya, comomile tea, teh jepang, teh hijau, dan teh hitam yang bau sangit (gosong)," ungkap Tri.

Selain teh yang disebutkan Tri, ada banyak jenis teh di rumahnya. Seperti teh Srilanka, India, Inggris, Belanda dan tentunya teh dari dalam negeri seperti teh upet.

Rumah indah, cantik, elegan, dan terkesan mewah tersebut tak sekadar rumah. Di sinilah Tri memberdayakan masyarakat.

Contohnya kebun kupu-kupu di bagian selatan rumahnya. Itu dikerjakannya bersama warga sekitar. Begitupun belasan kamar yang ada di samping rumahnya, merupakan tempat pelatihan.

Di rumah berlantai tiga dengan suasana yang asri inilah, merumuskan pengembangan teknologi mikrohidro.


Perempuan yang menerangi desa

Tri merupakan Ketua IBEKA (Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan). 

Kegiatannya terfokus pada pengembangan masyarakat desa, baik secara sosial, budaya, ekonomi termasuk memberikan pelatihan bagi kelompok ibu-ibu agar masuk dalam ‘mainstream’ pembangunan.

Cara yang IBEKA lakukan adalah memberi pancingan teknologi, misalnya listrik dengan mikrohidro, air bersih dengan solar pumping.

Tujuan IBEKA yang paling utama adalah menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di desa, menciptakan kawasan industri desa setelah listrik diberikan, dan masyarakatnya disiapkan sehingga pembangunan ekonomi bisa dijalankan.

Di Indonesia sendiri, Tri dikenal sebagai perempuan yang berhasil menerangi desa.

Pembangkit tenaga listrik mikro-hidro

The Muslim 500 menuliskan, dalam 15 tahun terakhir, Tri meningkatkan kinerja masyarakat perdesaan di Indonesia melalui inisiatif inisiasi elektrifikasi dengan mengembangkan pembangkit tenaga listrik mikro-hidro. 

Karyanya telah diterapkan di 65 desa di seluruh Indonesia dan sebuah desa di Filipina.

Mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sematera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Tana Toraja (yang paling banyak), Sulawesi Selatan, dan Sumba. Lalu di Papua dan Kalimantan Timur serta Maluku dan Seram Barat.

Selama ini kegiatan IBEKA didukung oleh donor maupun pihak-pihak yang punya hati dan kepedulian akan pembangunan desa.

Pihaknya menjalin hubungan yang sangat baik dengan pemerintah untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan masyarakat kebanyakan, tetapi tidak di dalam mengerjakan proyek karena pendekatan dan cara kerja yang berbeda.

Utamakan pendekatan ke masyarakat, bukan proyek

Pemerintah lebih mengutamakan proyek kalau IBEKA lebih mengutamakan pemberdayaan masyarakatnya. Misalnya, rencana mikrohidro di Kaltim.

Pengumpulan uang dilakukan dengan cara fundrising karena kegiatan ini berbasis masyarakat. Tri tidak menggunakan APBN ataupun APBD.

Karena dia khawatir pendekatan yang dilakukan proyek, sedangkan masyarakat tidak dilibatkan. Kalaupun rusak, masyarakat tidak tahu cara memperbaikinya.

Karena itu, masyarakat diberi pelatihan hingga mampu menjalankan sistem yang dibangun, bahkan ikut terlibat dalam pembangunannya.

Untuk pekerjaan ini pihaknya sudah melakukan perencanaan. Dengan membangun mikrohidro, IBEKA bisa memperbaiki ekonomi desa.

Listriknya dipakai untuk meningkatkan nilai tambah hasil panen masyarakat, seperti mengeringkan kemiri, kopi, coklat, bikin minyak nilam, minyak sereh, dan lainnya.

Uang tersebut bisa digunakan untuk membiayai pendidikan dan biaya pengobatan.


Usaha tak selalu sukses

Tri menjelaskan, kegiatannya tak selalu sukses. Ada kalanya dia mengalami kegagalan. 

Ketika dia gagal, biasanya mundur dulu dan mengganti strategi dalam mendekati masyarakat. Seperti terjadi di sebuah desa pedalaman.

Saat itu pihaknya tak mau membangun mikrohidro karena kepala desa mau mengambil manfaat. Pihaknya lalu mundur dan membuat beberapa kali pertemuan hingga lahirlah kesepakatan yang harus ditandatangani masyarakat dan kades.

Pihaknya menunggu sampai muncul kesadaran di masyarakat. Ia keukeuh karena kegiatan ini memberikan keuntungan secara kolektif jadi harus ada konsensus tentang manfaat yang didapat dari kegiatan ini, bukan untuk keuntungan satu dua orang elit desa.

"Biasanya mereka lalu sepakat. Kadang masyarakat desa juga perlu 'gertakan'," katanya sambil tertawa.

Kadang frustasi jika tak ada yang mendukung

Sebagai manusia biasa, Tri juga kadang stres. Ia frustasi jika bertemu aparat yang tidak mendukungnya di lapangan.

Mereka mengira kegiatan ini adalah proyek dan mereka mengharapkan bagian.

Tapi hal ini adalah tantangan yang akan dihadapi, lahir, hidup dan dibesarkan di negara berkembang dimana aparat juga perlu di-empower, tidak hanya penduduknya saja. Kadang energi habis hanya untuk memberitahu bahwa semua pihak harus membangun bangsa ini bersama-sama agar segera maju dan tidak semakin tertinggal.

Ketika Tri putus asa, dia akan selalu ingat bahwa ‘Allah’ selalu memudahkan jalan umatnya jika bekerja tulus dan ikhlas.

Dan Tri selalu ingat wajah-wajah masyarakat desa yang perlu uluran tangan untuk bisa berdaya. Hal itu jadi senjata dasyat untuk memulihkan semangatnya.

Berpendidikan tinggi, tapi jatuh cinta pada desa

Sejak dulu, Tri sangat mencintai alam pedesaan dengan memasyarakatnya yang masih lugu. Di sanalah Indonesia harusnya memulai pembangunan.

Namun karena itu tidak dilakukan Indonesia, maka ia dan suaminya terpanggil membangun desa. Ia sendiri menggeluti pembangunan perdesaan sejak kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Saat itu, ia terlibat dalam kegiatan pembangunan masyarakat perdesaan di pinggiran danau Toba Sumatera Selatan dengan program pengembangan ikan tilapia merah bantuan USAID untuk peternak ikan di pinggiran Danau Toba.

Sempat tertarik pemberdayaan warga miskin kota

Setelah itu ia sempat menggeluti pembangunan perkotaan buat masyarakat miskin kota, namun hanya bertahan dua tahun. 


Ia menemukan ketidakpastian pembangunan perkotaan di Indonesia karena uang lebih banyak bicara.

Ia mengistilahkan money driven development, tidak ada perencanaan kota yang jelas. Siapa punya uang, dia bisa memberi warna bagi kota di Indonesia.

Akhirnya, dia memutuskan bergabung dengan suami kembali ke pedesaan. Suami mengurusi teknologinya dan Tri mengurusi pembangunan sosial masyarakat dan ekonominya dengan memanfaatkan teknologi.


Selalu ingat nasihat orangtua: bekerjalah untuk kaum dhuafa

Nasihat orangtua Jika ditanya siapa yang paling berperan membentuk Tri, ia akan menjawab orangtuanya. 

Sang ayah pernah berpesan, bekerjalah untuk kaum dhuafa, karena jumlah mereka banyak dan doa mereka dijabah Allah.

Adapun ibu merupakan potret kepedulian terhadap masyarakat. Sejak kecil, ia melihat ibunya mengikuti banyak kegiatan sosial.

Mulai dari membantu orang yang kena korengan, kejar paket A, posyandu, program penghilangan kutu di rambut anak kampung, dan lainnya.

"Sebagai perempuan, peran yang kita jalankan, sebaiknya ya sesuai dengan kemampuan kita dan harus ada kompromi-kompromi dengan pasangan kalau kita menikah dan mempunyai anak. Kita harus memilih dan pilihan ini harus benar, kalau salah semua jadi repot dan berantakan," katanya.

"Pilihan saya adalah saya ingin hidup ini berguna bagi diri sendiri, bagi keluarga, agama dan bangsa, ini doa saya setiap selesai sholat kepada Tuhan. Biarkan Allah yang ngatur, yang terbaik buat kita, maka kita harus selalu meminta agar diberi yang terbaik," tambahnya kemudian.

Soal kelistrikan desa

Ketika ditanya apakah dia berpikir pindah haluan pada hal yang komersial, Tri menjawab dia ingin membangun pembangkit yang listriknya dijual secara komersial ke PLN.

Namun, 50 persen saham akan langsung diberikan kepada masyarakat desa. Saham itu bisa digunakan untuk pembangunan desa berkelanjutan, biaya sekolah anak-anak desa sampai sarjana, pengobatan gratis, modal untuk usaha masyarakat desa dan lainnya.

Kalau jumlahnya besar, dia terobsesi untuk membangun rumah sakit dan sekolah yang bagus bagi masyarakat desa.

Sisa saham 50 persen akan digunakan untuk membiayai organisasi di dalam mengembangkan kegiatan pelistrikan desa dan membangun pembangkit.

Skema yang digunakan sama, yaitu memberi saham kepada masyarakat desa, agar desa punya biaya pembangunan, baik pembangunan manusianya maupun pembangunan fisik secara berkelanjutan.


Perempuan Indonesia dan peran ganda yang harus dijalani

Tri pun berpesan, perempuan di Indonesia memiliki peran ganda dan agak berat.

"Kalau dia sukses di luar, dia harus sukses di urusan domestik,” ujar Tri.

Misalnya, jika ada rapat sampai sore bahkan malam hari, perempuan harus menyiapkan dulu menu makan malam bersama pembantu.

Istri juga harus minta izin suami jika terpaksa harus rapat sampai sore dan telat sampai di rumah. Hal begini juga tidak boleh terlalu sering terjadi.

Ini sebuah konsekuensi logis dari budaya Indonesia yang lahir dengan budaya Jawa, bahwa perempuan itu garwa (sigaraning nyawa), belahan jiwa.

“Artinya kita harus mengurus suami dengan benar. Sehebat dan sesukses apapun, suami tetap menjadi prioritas dalam hidup kita, karena dalam agama dia juga imam kita,” tutur dia.

Berbeda dengan kaum pria. Pria bisa rapat sampai kapan pun dengan hanya tinggal telepon ke rumah memberi tahu kalau harus berada di luar sampai malam, telat pulang atau tidak bisa makan malam bersama.

Tri menjelaskan, semua hambatan dalam urusan gender, kembali pada bagaimana perempuan menyikapinya.

"Dibuat susah ya susah, dibuat complicated juga bisa, namun kalau kita menyikapinya dengan mudah dan kita menjalani dengan ikhlas, hambatan gender menjadi tidak berarti," katanya seraya melanjutkan bahwa anaknya memang kadang protes dengan kesibukannya.

Perempuan Indonesia, sambung dia, harus lebih banyak berjuang untuk berkontribusi langsung kepada kemajuan bangsa ke depannya.

Dimulai dari yang paling kecil, diberikan kepada yang paling membutuhkan, pelan-pelan hal ini akan tumbuh menjadi besar.

https://regional.kompas.com/read/2020/12/20/17233081/mengenal-sosok-tri-mumpuni-pecinta-desa-yang-jadi-tokoh-muslim-berpengaruh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke