Salin Artikel

Cerita Kemisan Berjalan Kaki 400 Km dari Kulon Progo, Setahun Hilang dan Dirazia Satpol PP di Surabaya

Ternyata Kemisan tinggal di panti rehabilitasi di Surabaya setelah ditemukan Satpol PP di jalanan sekitar setahun lalu.

Rupanya Kemisan berjalan kaki dari Kulon Progo dengan menggunakan sandal jepit ke Surabaya. Sedangkan jarak antara Kulon Progo ke Surabaya sekitar 400 kilometer.

Saat terjaring operasi Satpol PP, kondisi Kemisan sangat memprihatinkan. Ia terkena penyakit kulit parah yang dipenuhi bintik putih serta gatal.

Kemisan kemudian dimasukkan ke panti rehabilitasi. Selama setahun dirawat di panti tersebut, Kemisan mulai bisa diajak bicara.

Kepada petugas, Kemisan bercerita jika ia berasal dari Kokap, Kulon Progo. Petugas di Surabaya kemudian menghubung Dinas Sosial Wates.

“Setelah perawatan setahun baru bisa diajak komunikasi. Ia mengaku berasal dari Kokap, Kulon Progo.Dinsos Surabaya menghubungi Dinsos Wates melalui Kasi Rehabilitasi, lalu disampaikan ke saya untuk melaksanakan asesmen."

"Kemudian, Kemisan diterima Dukuh (kepala dusun) dan kakaknya,” kata Koordinator Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kokap, Taufik via pesan.

Pria tersebut memiliki riwayat sakit syaraf di otak sehingga harus menjalani terapi obat yang panjang.

Saat Kemisan terakhir kali meninggal rumah pada Desember 2019 lalu, sang kakak, nasiran sedang pergi bekerja.

Kemisan pergi meninggalkan rumah tanpa membawa barang apapun termasuk surat identitas. Keluarga tak mencari Kemisan karena tidak tahu kemana harus mencari Kemisan.

Kepergian pria 35 tahun tanpa pamit itu bukan lah yang pertama. Kemisan pernah meninggalkan rumah dan berjalan kaki ke Yogyakarta, Banyumas hingga Solo.

Biasanya setelah menghilang beberapa hari, Kemisan akan kembali ke rumahnya.

Selain tak tahu harus mencari kemana, keluarga Kemisan mengaku tak mencari karena alasan ekonomi. Dengan keterbatasan dana, mereka tak bisa mencari Kemisan begitu saja.

“Dia pergi ke mana-mana jalan kaki,” kata Nasiran kakak ketiga Kemisan saat ditemui di rumahnya, Jumat (4/12/2020).

Di rentang waktu Kemisan menghilang, sang ibu meninggal dunia dan keluarga masih meyakini jika suatu waktu nanti, Kemisan akan pulang.

“Selama ini dia pergi selalu tetap pulang,” kata Nasiran

Sementara itu Dukuh Plampang 2, Dwi Wuryaningsih mengatakan jika Kemisan menyelesaikan pendidikan hingga SMP.

Ia bisa membaca dan komunikasinya cukup baik. Ia bahkan mengenal alamat rumah hingga identitas dirinya serta dapat berkomunikasi dengan baik.

Hanya saja ia memiliki riwayat sakit syaraf di otak pada masa lalu,

“Dua Minggu sebelum kepulangan, saya mendapat kabar tentang keberadaan Kemisan di Surabaya. Saya beritahu keluarga bahwa Kemisan baik-baik saja,” kata Dwi via telepon.

Saat ditanya bagaimana bisa sampai Surabaya, Kemisan mengaku sudah tak ingat lagi.

“Tidak ingat,” kata Kemisan saat ditemui di rumahnya, Jumat (4/12/2020).

Ia hanya mengingat berjalan kaki di jalan besar beraspal menggunakan sandak jepit dan melihat petunjuk jalan ke Surabaya.

Kemisan juga menceritakan sepotong-sepotong kejadian antara lain saat ia terjaring razia Satpol PP di jalanan Surabaya.

Serta saat ia dikumpulkan ke panti rehabilitasi bersama banyak orang dan diberi obat dan suntik. Ia juga mengingat sepotong perjalanan dari Surabaya kembali ke Wates, Kulon Progo.

“Dari (dinas sosial) Keputih (pulang) pakai mobil, antar (orang seperti dirinya) ke Ngawi, ke Temanggung, lalu ke Dinas Sosial Wates,” kata Kemisan.

Sementara itu Lurah Kalirejo, Lana mengatakan jika pihak kelurahan pernah membawa Kemisan ke RS Grahsia dan Magelang untuk mendapat perawatan.

Menurutnya, Kemisan adalah penderita gangguan jiwa dengan kategori ringan dan sudah menjalani pegobatan cukup lama.

“Kami pernah membawa Kemisan ke RS Grahsia dan Magelang untuk dirawat,” kata Lana di kantornya.

Lana menjelaskan, di wilayahnya ada 49 warga difabel dengan gangguan jiwa dan Kemisan adalah salah satunya.

ODGJ di wilahnya, menurut Lana, mayoritas berusia produktif dan rata-rata tidak mendapat perhatian serius dari keluargaya.

Sehingga pemdes berupaya agar para ODJG rutin berobat dan bisa bekarya serta berkembang bersama warga lainnya.

Mereka juga membuat lembaga kesejahteraan sosial (LKS) yang menangani penderita ganguan jiwa.

Lana mengatakan tidak mudah melakukan hal tersebut. Hasilnnya ada yang sembuh dan menjadi pengemis dan ada yang kambuh serta sakit permanen.

“Tapi saya pastikan tidak ada yang dipasung (di Kalirejo). Akibatnya risiko sering pergi-pergi,” kata Lana.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Dani Julius Zebua | Editor: Khairina)

https://regional.kompas.com/read/2020/12/05/06160081/cerita-kemisan-berjalan-kaki-400-km-dari-kulon-progo-setahun-hilang-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke