Salin Artikel

Pilkada, Dilema Pemilih di Tengah Pendemi, Ancaman Golput hingga Takut Corona

Selain tidak tahu pelaksanaan dan tata cara pemilihan, sebagian warga juga tidak menerima visi dan misi kandidat melalui media daring.

Hal itu dialami sejumlah warga di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, yang kandidat pemimpinnya tunggal serta di Kabupaten Buru Selatan, Provinsi Maluku, yang kekurangan akses internet.

Kampanye terbuka dengan tatap muka secara langsung lantas menjadi pilihan satu-satunya.

Dampaknya, kerap terjadi kerumunan massa melampaui 50 orang yang tak sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020.

Imbas lain akibat minim sosialisasi, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2020 diprediksi menurun—sebagaimana disebutkan beberapa survei.

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) di Kutai Kartanegara dan Buru Selatan mengatakan telah melakukan upaya maksimal untuk meningkatkan partisipasi pemilih - walaupun hasilnya sulit diprediksi akibat kewajiban melaksanakan protokol kesehatan.

Namun, KPU Pusat menargetkan partisipasi mencapai 77% - lebih besar dari pilkada sebelumnya yang dilakukan saat tidak ada pagebluk Covid-19.

"Kami tidak tahu kapan dan bagaimana cara mencoblos di masa pandemi ini," kata Petrus Daniel warga Desa Bangun Rejo, Kabupaten Kutai Kartanegara kepada BBC News Indonesia.

Padahal waktu menyalurkan pilihan politik tinggal menghitung hari, pada 9 Desember 2020. Kabupaten Kutai Kertanegara (Kukar) akan melaksanakan pilkada dengan satu pasangan calon yaitu Edi Damansyah-Rendi, melawan kotak kosong.

"Saya ingin mencoblos sebagai warga negara, tapi tidak ada sosialisasi," katanya - juga tidak ada sosialisasi protokol kesehatan dari pemerintah.

Petrus menambahkan, selain tidak ada sosialisasi pelaksanaan pilkada di tengah pandemi, di wilayahnya yang mayoritas warga bekerja sebagai petani juga tidak ada kampanye dari calon baik melalui tatap muka maupun daring.

"DI sini juga tidak bisa pakai virtual. Banyak tidak tahu teknologi," ujar Petrus.

Warga lain dari Desa Manunggal Jaya, Kukar, Rahmat Fornia juga menyebut tidak tahu kapan pencoblosan berlangsung.

"Kalau dari baliho jalan sih katanya 9 Desember, tidak tahu betul atau tidak. Tidak pernah ikut kampanye dan tidak tahu programnya," tambah Rahmat yang menjual makanan dan minuman ringan di kios.

Golput: takut dosa dan capek dibohongi

Rahmat juga mengungkapkan tidak akan memilih pada Pilkada Kukar.

"Kalau itu 100% tidak mungkin, bahkan 1000%. Capek dibohongi, ditambah lagi karena virus corona," kata Rahmat yang pernah menjadi kader partai politik.

Masih di Desa Manunggal Jaya, penjual sayur bernama Ngatemi juga tidak tahu apa-apa tentang pilkada.

"Saya tidak tahu kapan pencoblosan, kampanye, sosialisasi," kata Ngatemi asal Surabaya, Jawa Timur yang telah tinggal di sana lebih dari 11 tahun.

Juru kampanye Paslon Edi Damansyah - Rendi, Solihin mengakui pasangannya sedikit melakukan kampanye virtual serta kampanye tatap muka akibat wabah Covid-19.

"Memang ini situasi sulit. Kita juga kedepankan keselamatan masyarakat. tapi kita tetap usaha berikan informasi program. Tapi kita perlu hati-hati. Jangan sampai saat kampanye muncul klaster baru. Itu kita antisipasi," katanya.

"Kalau kita kampanye virtual tidak semua ada HP, mau tidak mau pakai brosur dibagikan, media sosial, semua bisa tahu. Tapi kami tidak bisa jangkau semua karena bagi kami kesehatan yang utama," ujar Edi.

Sementara koordinator tim hukum pemenangan kotak kosong Pilkada Kukar, Maulana menyebut, masyarakat menolak calon tunggal yang ditetapkan KPUD yang merupakan bentuk dari oligarki.

'Sulit sosialisasi di tengah pandemi'

"Jadi jarang kita kumpul dan ketemu banyak orang, jadi wajar kalau banyak warga yang tidak tahu informasi baik tentang pilkada maupun Covid-19," kata Rohmatul yang juga menyebut calon belum masuk ke wilayahnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Komisioner KPU Kukar, Muhammad Amin.

"Sosialisasi pilkada ke masyarakat memang agak sulit di tengah pandemi. Makanya kami berdayakan teman-teman PPK untuk berkreasi sendiri. Kami juga mengajak dan meminta peserta untuk mengajak orang lain," kata Amin.

Ia juga menyebut tantangan terbesar Pilkada 2020 adalah mendongkrak partisipasi di tengah target nasional 77%.

"Mau adakan kegiatan yang sifat kreasi pun susah. Sementara yang diterima masyarakat itu hal-hal yang hiburan. Sementara hiburan butuh kerumunan. Jadi tidak bisa," katanya.

Amin juga menjelaskan di wilayahnya kebanyakan dilakukan kampanye tatap muka. "Jarang pakai virtual, selain kendala HP, juga jaringan internet," katanya.

'Hampir 90% melanggar protokol'

"Terutama jaga jarak. Di tahap kampanye, kami belum lihat secara signifikan pelanggaranya dan spesifik melanggar protokol Covid," kata Saipul.

Saipul menambahkan, akibatnya terdapat empat calon di Kaltim yang terpapar Covid-19 yang dua di antaranya meninggal yaitu calon Bupati Berau Muharram (inkumben), dan calon Wali Kota Bontang Adi Darma.

Sementara itu pengamat politik Universitas Mulawarman, Sonny Sudiar, menyebut kualitas pilkada dan partisipasi pemilih akan baik jika penyelenggara dan pemilih serius.

"Masyarakat ini kadang urusan bantuan-bantuan aktif, tapi giliran urusan politik mereka abai. Kalau masyarakat ingin ada perubahan maka harus terlibat menggunakan hak pilih, tapi prediksinya partisipasi akan menurun," katanya.

Di tambah lagi, Pilkada Kukar berbeda - hanya memilih satu pasang calon yang melawan kotak kosong.

"Ada aksi borong partai karena paslon tidak pede menang. Begitu juga di Balikpapan. Sehingga muncul gerakan coblos kotak kosong," katanya.

Jumlah orang positif Covid-19 di Kalimantan Timur, 2 Maret sampai 29 November, tercatat 19.505 jiwa, dengan jumlah kematian mencapai 587 orang.

Sementara untuk di Kabupaten Kutai Kartanegara Kamis, (26/11), total kasus positif 3.418 orang, dengan total meninggal 65 orang dan 3418 sembuh.

Berdasarkan, peta wilayah sebaran Covid-19 Dinkes Kabupaten Kutai Kartanegara, Selasa (3/11/2020), terdapat 75 desa atau kelurahan yang masuk dalam zona merah.

Seorang warga Dusu Kusu-kusu, Kecamatan Waesama, Kabupaten Buru Selatan, Saimah Abas berangkat dari kampungnya menuju lokasi kampanye, akhir November lalu.

Ia ingin bertatapan langsung untuk mengetahui rencana program kerja calon yang dipilih.

"Kita tidak bisa seperti [pilkada] yang dulu, atur massa ke dusun lain, desa lain kita bisa kumpul bersama pakai kendaraan untuk kampanye. Sekarang jadi terbatas," kata Saimah kepada BBC News Indonesia.

Siamah adalah satu dari ratusan bahkan ribuaan orang yang menghadiri kampanye pasangan calon Safitri Malik Soulisa-Gerson Elieser Selsily, di sebuah lapangan terbuka pada Rabu (25/11/2020) lalu.

Pendukung Safitri juga ada sebagian yang tidak menggunakan masker dan menjaga jarak.

"Mereka kampanye begini karena internet tidak ada, di sini cuma Telkomsel saja, itupun cuma telepon," kata Saimah yang bekerja sebagai petani cengkeh.

'Takut corona'

"Keluar takutnya sampai terpapar karena ada orang banyak berkumpul ramai-ramai toh, jadi lebih enaknya tinggal di rumah saja," kata Hawa yang hanya mengetahui calon dari stiker yang dibagikan.

Namun Hawa akan menggunakan hak suaranya pada 9 Desember dengan melaksanakan protokol kesehatan.

Senada, Nur Fatimah hanya mengikuti kampanye satu kali. "Setelah itu takut, banyak orang, karena corona, jaga kesehatan toh," kata Fatimah.

Di Kecamatan Ambalau, warga bernama Gawi Mani tidak pernah mengikuti kampanye sekalipun karena virus corona.

"Kenal calon dari baliho saja. Itu pun cuma satu, selebihnya saya tidak tahu," kata Gawi.

Tetangga Gawi, bernama Adam juga memilih tinggal di rumah karena wabah vrus corona.

"Jika terpapar corona maka kita di tempatkan di tempat karantina dan banyak pengurusan yang berbelit-belit sehingga memilih di rumah untuk menghindari dari penyakit tersebut," kata Adam.

Pengamat politik Universitas Pattimura, Maluku, Said Lestaluhu, menyebut tingkat partisipasi pemilih di Maluku kemungkinan akan menurun, padahal partisipasi adalah salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan demokrasi.

Namun, yang Said Lestaluhu takutkan akibat virus corona adalah masifnya politik uang di pilkada.

"Dampak pandemi ekonomi masyarakat menurun, situasi ini menjadi lahan calon dan timses membeli suara," ujar Said yang berharap penyelenggara dan pengawas pilkada bisa mengantisipasi ini.

Paslon: massa tidak bisa dibendung

"Setiap kamanye, kursi tetap jumlahnya, pakai protap jaga jarak, dibagikan masker, dan dikasih peringatan sama pembawa acara tentang protap," kata Safitri.

Begitu juga dengan kerumunan yang diprediksi mencapai ribuan pada kampanye Rabu (25/11/2020) - yang dihadiri Saimah Abas.

"Mengatur masyarakat dengan tingkat euforia tinggi tidak segampang itu. Lihat model kemarin, beta langsung turun dan berbaur dengan masyarkat," kata Safitri.

Ungkapan senada juga disampaikan ketua tim paslon Hadji Ali-Jainuddin Booy, Sami Latbual.

"Kampanye manusia tidak bisa dibendung, itu di luar kendali kami. Yang tidak bisa kami bendung, karena semangat itu tadi, semangat masyarakat untuk perubahan," kata Sami.

Sami menambahkan, kampanye terbuka menjadi pilihan satu-satunya akibat tiadanya jaringan internet.

"Jadi pilihannya adalah menggunakan kampanye tatap muka, pintu ke pintu, desa ke desa," kata Sami.

Baik Safitri dan Sami mengklaim telah mematuhi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang kampanye - seperti tidak melebih 50 orang, dan menjalankan protokol kesehatan.

Ketua KPU Kabupaten Buru Selatan Syarif Mahulauw mengatakan pelaksanaan kampanye terbuka dan bertatap langsung dengan warga diambil akibat kendala jaringan internet yang terbatas.

Syarif juga mengklaim telah melakukan sosialisasi pelaksanaan pilkada termasuk bagaimana cara memilih.

"Kami intensif sosialisasi, kemarin diproses simulasi pemungutan, penghitungan hingga rekapitulasi, respon masyarakat bagus dan sudah paham," kata Syarif - terdapat 201 TPS dalam 79 desa di enam kecamatan yang akan memilih.

Mengenai dugaan adanya pelanggaran protokol kesehatan dalam proses kampanye - seperti tidak jaga jarak dan menggunakan masker - Syarif tidak mau menjawab.

"Kalau teknis terkait itu [kerumunan], pasangan calon yang punya gawe untuk memobilisasi orang menghadiri kesempatan pasangan calon menyampaikan visi misi, tanya di situ saja," kata Syarif.

Ia pun tidak mau berkomentar mengenai upaya KPUD untuk meningkatkan partisipasi pemilih yang diprediksi menurun.

Riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan partisipasi pemilih akan jatuh mencapai 46% - dengan perbandingan pada pilkada tahun2015 sebesar 70%, 2017 sebanyak 74,2% dan 2018 mencapai 73,24%.

Penurunan itu disebabkan karena pemilih enggan menuju TPS untuk memberikan suaranya, kata riset itu.

Survei Indonesian Public Institute (IPI) menunjukan hampir 80% pemilih menyatakan was-was datang ke TPS karena Covid-19.

Kemudian survey Lembaga Indikator Politik Indonesia menyatakan, 47,1 persen ragu atau kecil kemungkinan datang ke TPS.

Lalu, survei Lembaga Charta Politika Indonesia juga menyebut hanya 34,9% pemilih yang tetap datang, 10,2% menyatakan tidak akan datang, dan 55% tidak tahu/tidak jawab.

https://regional.kompas.com/read/2020/12/03/06160051/pilkada-dilema-pemilih-di-tengah-pendemi-ancaman-golput-hingga-takut-corona

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke