Salin Artikel

IPB: Pencemaran Sungai Ciliwung dan Cisadane Sudah Melebihi Batas...

Hal itu ditengarai sekitar 90 persen air bekas di negara berkembang tidak diolah namun dibuang begitu saja ke badan air sehingga dapat mengancam kesehatan manusia dan lingkungan.

Dosen IPB University dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Prof Dr Hefni Effendi mengatakan, sesuai Sustainable Development Goals (SDGs) No 6 tentang penjaminan air bersih dan sanitasi yang baik di tahun 2030 diharapkan sudah tercapai peningkatan kualitas air dengan mengurangi polusi, pembuangan air limbah, meminimalkan pelepasan material dan bahan kimia berbahaya.

Serta mengurangi setengah proporsi air limbah yang tidak diolah, peningkatan daur ulang air, dan penggunaan kembali air daur ulang.

"Indonesia turut serta dalam SDGs ini melalui penilaian status mutu air, pengendalian sumber pencemar, dan sejumlah upaya restorasi atau pemulihan," kata Hefni dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (6/11/2020).

Penentuan status mutu air dan tingkat pencemaran dapat dinilai melalui penelaahan sumber pencemar, status kualitas air, penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Air (DTBP) dan penetapan sasaran mutu air yang ingin dicapai.

"Dalam riset kami untuk memetakan potensi sumber pencemaran air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cileungsi, Cikeas Kabupaten Bogor dan Kali Bekasi, kami mendata bahwa di sekitar tiga wilayah sungai tersebut ada banyak sekali industri yang berpotensi menjadi sumber pencemaran air,” terangnya.

Sementara itu, untuk status kualitas air, ada regulasi pemerintah yang mengatur hal ini. Ada status mutu air kelas 1 (terbaik, untuk air minum), 2 (wisata), 3 (perikanan) dan 4 (pertanian).

Menurut dia, wilayah sungai di negara Indonesia ditentukan dengan penghitungan status mutu ini. Oleh sebab itu, setiap pemerintah daerah harus membuat status mutu air terhadap sungai yang ada di wilayah mereka untuk penetapan peruntukan sungai tersebut.

"Sungai tidak akan mampu menampung air limbah yang dibuang," ujar dia.

Berdasarkan pemodelan DTBP dengan software Qual2kw yang dikembangkan Prof Hefni, total beban pencemaran existing Sungai Ciliwung dan Cisadane sudah terlewati.

“Perhitungan software kami melihat bahwa Sungai Ciliwung sudah melebih batas total beban pencemaran. Begitu pula dengan Sungai Cisadane. Dan ini sudah dijadikan sebagai basis nilai DTBP untk kedua sungai dan sudah dijadikan peraturan menteri terkait seberapa besar DTBP kedua sungai tersebut,” imbuhnya.


Tentu kita ingin mendapatkan mutu air yang berkualitas, maka ada yang namanya mutu air sasaran. Yakni mutu air yang direncanakan untuk diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui program kerja pengendalian pencemaran air.

Kemudian, untuk pencapaiannya perlu diformulasikan langkah makro sebagai upaya pengelolaan terhadap badan air dan sumber pencemar dengan tolok ukur keberhasilan.

Hefni menambahkan, pengolahan air limbah dengan bioremediasi via biomagnifikasi dan fitoremediasi air limbah perikanan menggunakan tanaman hortikultura dan vetiver secara RAS (Recirculating Aquaculture System)-Akuaponik-Floating wetland, terbukti mampu memperbaiki kualitas air.

Sistem RAS-Akuaponik-Floating wetland ikan nila dan selada Romaine Lettuce (Lactuca sativa) mampu menurunkan nitrogen anorganik limbah cair ikan nila sebesar 91,50 persen (NH3), 34,41 persen (NH4), 22,86 persen (NO2) dan 49,74 persen (NO3).

“Pada sistem RAS-Akuaponik-Floating wetland ini, telah berhasil dikultivasi ikan nila, ikan lele, ikan hias, lobster air tawar, serta aneka sayuran (selada air, seleda mentega, selada romaine, pakcoy), tomat, cabai, dan terong, yang merupakan produk ikan dan hortikultura organik,” jelas dia.

https://regional.kompas.com/read/2020/11/06/16045431/ipb-pencemaran-sungai-ciliwung-dan-cisadane-sudah-melebihi-batas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke