Salin Artikel

Abrasi Terus Gerus Pantai Pulau Sebatik, Rumah dan Jalan Hancur Dihantam Ombak

Puluhan bangunan dan infrastruktur jalan rusak parah, bahkan beberapa dari korban harus mengungsi.

Sampai saat ini, penanganan abrasi di wilayah perbatasan RI – Malaysia ini masih belum ada kejelasan. 

Puluhan warga pesisir dalam empat kecamatan di Pulau Sebatik yaitu Kecamatan Sebatik Timur, Kecamatan Sebatik Induk, Kecamatan Sebatik Barat, dan Kecamatan Sebatik Utara mulai panik.

Mereka terus mempertanyakan upaya pemerintah dalam menanggulangi ancaman bencana tersebut.

Pasalnya, jelang akhir tahun, ombak di wilayah ini biasanya pasang dalam skala tertingginya.

Kepala Desa Tanjung Aru Sebatik Timur, Budiman, mengatakan ada sekitar lima rumah yang hilang akibat abrasi di daerah ini.

Selain itu, ada beberapa rumah lain yang hilang bagian dapurnya dan ada yang hanya menyisakan kerangka rumah.

"Dulu mereka sempat mengungsi, pemerintah daerah memberikan bantuan tapi tentu tidak cukup, sehingga sekarang mereka kembali ke bekas rumah yang rusak itu. Mereka bergotong royong, memperbaiki sedikit demi sedikit dan mereka kembali tinggal di rumah panggung itu," ujar Budiman saat dihubungi, Senin (02/11/2020).

Masyarakat mengaku tidak punya pilihan karena di sana rumah mereka.

Meski lokasi tersebut terus tergerus dan terkikis ombak, mereka tetap nekat tinggal di rumah tersebut. 

Terlebih, masyarakat pesisir yang mayoritas nelayan hanya mengandalkan hasil tangkapan ikan untuk bertahan hidup.

Budiman juga mengatakan, jalanan desa yang menghubungkan Tanjung Aru dengan Desa Pantai Indah juga hancur akibat abrasi.

Beberapa kali masyarakat setempat urunan dan menimbun jalanan agar bisa kembali dilewati, tapi ombak yang kuat membuat usaha mereka sia-sia.

"Sempat juga saya pakai uang pribadi, asal jalanan bisa dilewati saja, tapi bertahan hanya sekitar tiga bulan, hancur kembali oleh ombak," kata Budiman.

Camat Sebatik Timur Wahyudin mengatakan, di Desa Tanjung Aru, jalan sepanjang 100 meter hancur dihantam ombak.

Ada sekitar 10 rumah di lokasi tersebut juga rusak. Sebagian sudah pindah ke seberang pantai, tapi tidak membuat mereka aman dari abrasi.

"Kondisi ini sebenarnya sudah diketahui oleh pemerintah pusat, sudah diukur berkali-kali juga, tapi sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya," katanya.

Kerusakan lingkungan akibat abrasi diperparah dengan adanya aktivitas penambangan pasir ilegal.

Wahyudin menjelaskan, pemerintah setempat telah melarang penambangan tersebut. Namun lemahnya pengawasan, membuat aktivitas tersebut masih terjadi.

"Ada larangan penambangan pasir, pengawasan kurang bagus jadi ada saja," katanya.

Sementara untuk upaya perbaikan, Wahyudin menjelaskan, hampir setiap saat masyarakat terus bertanya kapan kondisi pantai akan diperbaiki oleh pemerintah.

Beberapa kali rapat bersama aparatur desa dilakukan, sempat terlintas untuk mengalokasikan dana desa (DD) untuk mengatasi abrasi.

Rencana itu belum terlaksana karena muncul kekhawatiran pemerintah pusat akan mengucurkan anggaran kebencanaan.

"Takutnya tumpang tindih, dana pusat turun, dana desa tidak berarti apa-apa malah jadi masalah, jadi kita menunggu saja. Padahal setiap kita ke lokasi abrasi masyarakat bermohon terus, bertanya kapan diperbaiki," kata Wahyudin.


BPBD Nunukan usulkan anggaran Rp 96,6 miliar

Dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nunukan, setiap tahunnya, garis pantai Pulau Sebatik bergeser 5 sampai 6 meter.

Hasil penelusuran dan penghitungan petugas BPBD Nunukan pada Februari 2020, tercatat ada sekitar 969 hektar sepanjang pantai di Sebatik yang tergerus abrasi.

Kepala BPBD Nunukan Hasriansyah merincikan, ada empat kecamatan di Sebatik yang terdampak.

Kecamatan Sebatik Timur dengan luasan 120 hektar, Kecamatan Sebatik Induk seluas 357 hektar, Kecamatan Sebatik Barat seluas 416 hektar, dan Kecamatan Sebatik Utara seluas 76 hektar.

Kerusakan yang terjadi dari empat lokasi ini yaitu sebanyak 14 unit rumah, satu bangunan posyandu, satu mushala, beberapa titik jalan desa, dan satu jembatan pos Marinir rusak parah.

"Kita sempat menghitung besaran kerugian akibat abrasi pada 2019, kerugian yang dihitung BPBD Nunukan berupa rumah, transportasi, lingkungan dan lintas sektor mencapai Rp 71 miliar. Sementara nilai kerugian akibat abrasi sekitar Rp 15 miliar, total kerugian sekitar Rp 86,4 miliar," kata Hasriansyah.

"Itu di tahun 2019 dengan luasan dan dampak yang lebih sedikit ketimbang yang terjadi sekarang,’’ujarnya.

BPBD Nunukan juga beberapa kali mengirimkan proposal berisi penanggulangan abrasi ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Terakhir pada Februari 2020 dengan usulan anggaran rekonstruksi dan rehabilitasi sebesar Rp 96,6 miliar.

Adapun item kegiatan yang diusulkan adalah pembangunan penahan gelombang, pembuatan siring pantai, pemecah ombak, penanaman rumput lamun dan reboisasi hutan mangrove.

"Anggaran kebencanaan mayoritas dana hibah, mengapa belum terdistribusi? Padahal abrasi Sebatik sangat urgent. Mungkin karena pemerintah pusat kemarin fokus ke Covid-19. Kita berharap dana segera turun dan pekerjaan segera dilakukan, ini salah satu perkara urgent," kata Hasriansyah.

https://regional.kompas.com/read/2020/11/02/18522161/abrasi-terus-gerus-pantai-pulau-sebatik-rumah-dan-jalan-hancur-dihantam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke