Salin Artikel

Perjalanan Kasus Yaidah, Dipingpong Urus Akta Kematian Anak dari Surabaya ke Jakarta hingga Tuai Reaksi Dirjen Dukcapil

Padahal seharusnya akta kematian dapat diurus di Dispendukcapil Surabaya atau di kantor kelurahan.

Namun, Yaidah merasa dipersulit saat memproses akta kematian di Dispendukcapil Surabaya.

Namun setelah menunggu lama, akta kematian belum juga selesai diproses.

"Saya mulai cemas karena pihak asuransi memberi waktu 60 hari untuk menyerahkan akta kematian," ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (27/10/2020).

Di situ dia merasa dioper-oper tanpa kejelasan.

Petugas memintanya kembali ke kelurahan karena sedang mengurangi pelayanan tatap muka akibat pandemi Covid-19.

Kemudian dia diarahkan ke lantai tiga, namun saat berada di lantai tiga, dia kembali diarahkan ke lantai satu.

Yaidah lantas emosi hingga memarahi petugas. Petugas kemudian menyerahkan nomor akta kematian anaknya.

Sebab nama anak Yaidah menggunakan tanda petik. Hal itu membuat akta kematian putranya sulit diakses sistem.

Tak mau menunggu, Yaidah langsung berencana mengurus ke Kemendagri.

Atas izin suaminya Yaidah lalu berangkat ke Jakarta dengan menggunakan kereta api keesokan harinya.

Ternyata sudah selesai di Dispendukcapil

Sampai di kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Yaidah diarahkan ke kantor khusus catatan sipil di Jakarta Selatan.

Di sana, petugas mencoba mengonfirmasi kejadian itu kepada Dispendukcapil Surabaya.

"Tolong diproses, kasihan ibu ini jauh-jauh dari Surabaya ke Jakarta hanya untuk mengurus akta kematian putranya'," kata Yaidah menirukan kata-kata petugas tersebut.

Saat itu juga akta kematian anak Yaidah selesai dan filenya langsung dikirim ke ponselnya.

Disebut miskomunikasi dan petugas tak punya kapabilitas

Saat dikonfirmasi, Kepala Dispendukcapil Surabaya, Agus Imam Sonhaji mengatakan hal yang dialami Yaidah adalah miskomunikasi.

Menurutnya, Yaidah mendapatkan informasi dari petugas yang kurang tepat.

Ia juga mengakui petugasnya kurang memiliki kapablitas.

"Petugas itu tidak memiliki kapabilitas dalam menyelesaikan permasalahan administrasi kependudukan dan salah menangkap pemahaman," kata dia.

Agus menjelaskan, surat permohonan Yaidah saat itu sebenarnya sudah diproses registrasi di kelurahan dan berlangsung sukses.

Bahkan permohonan surat telah masuk dalam sistem klampid di Dispendukcapil.

“Sehingga Bu Yaidah atau pemohon mendapatkan e-Kitir atau tanda terima yang dilengkapi barcode," kata Agus.

"Meski begitu kita tetap menyampaikan permohonan maaf kepada Bu Yaidah atas miskomunikasi ini, kami minta maaf. Ini juga sebagai evaluasi catatan bagi kami agar ke depan lebih maksimal dalam melayani," ujarnya.

Selain menyampaikan permohonan maaf, pihak Dispendukcapil akan mengganti uang transportasi Yaidah.

"Kemarin kami sudah bersilaturahim ke rumah Bu Yaidah. Kami sudah meminta maaf atas nama Pemkot Surabaya dan mengganti uang transportasi saat beliau ke Jakarta," tutur Agus.

Dalam kunjungan itu, Yaidah dan suaminya, Sutarman sempat memberikan saran bagi pelayanan Pemkot Surabaya.

"Ibu Yaidah menceritakan semuanya dan beliau memberi masukan buat kami tentang pelayanan masyarakat," kata dia.

Dari kasus Yaidah ini, Dispendukcapil Surabaya akan mengintensifkan layanan informasi call center untuk melayai warga yang kebingungan memproses layanan kependudukan.

Dirjen Dukcapil angkat bicara

Kasus Yaidah ini sampai membuat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Zudah Arif Fakhrulloh angkat bicara.

Ia menyayangkan adanya kesalahan komunikasi hingga Yaidah harus pergi ke kantor Kemendagri di Jakarta.

"Saya berduka karena ada masyarakat yang di-pingpong dan misinformasi sehingga si ibu mengurus hingga Jakarta," kata Zudan melalui keterangan tertulis yang dilansir dari laman resmi Kemendagri, Rabu (28/10/2020).

Ia bahkan menilai satu kasus ini berdampak buruk pada citra seluruh Dinas Dukcapil.

"Terkesan birokrasi buruk sekali. Dukcapil sedang dihukum masyarakat. Gara-gara satu kasus saja, 514 Dinas Dukcapil Kab/Kota terkena dampaknya," ucap dia.

"Mengurus akta kematian cukup di kelurahan. Bila tidak selesai, pihak kelurahan mesti proaktif. Jangan dibiarkan masyarakat bergerak sendiri, Dukcapil yang harus mampu memberikan solusi," kata Zudan.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Surabaya, Achmad Faizal | Editor: David Oliver Purba)

https://regional.kompas.com/read/2020/10/29/08451861/perjalanan-kasus-yaidah-dipingpong-urus-akta-kematian-anak-dari-surabaya-ke

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke