Salin Artikel

Hidup Berdampingan dengan Bencana di Lereng Gunung Merapi

Mereka tentu akrab dengan bencana khususnya erupsi Gunung Merapi.

Erupsi seperti sebuah siklus yang pasti terjadi, sehingga ada frasa "merapi tak pernah ingkar janji" untuk gunung di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Satu dekade yang lalu, gunung api teraktif di dunia ini mengalami peningkatan aktivitas kegunungapian yang tinggi.

Tepat pada Oktober 2010, terjadi erupsi eksplosif yang menyebabkan ratusan orang tewas dan ribuan orang mengungsi.

Saat ini, teknologi memudahkan seseorang atau lembaga yang menangani kegunungapian bisa mendeteksi aktivitas vulkanis Gunung Merapi.

Dengan deteksi lebih dini maka akan mengurangi risiko bencana.

Jauh sebelum ada teknologi, masyarakat setempat memiliki "early warning system (EWS)" alam yang dipercaya sebagai tanda-tanda akan terjadi sebuah peristiwa dari Gunung Merapi.

Seperti di Desa Srumbung, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, masyarakat percaya jika ada sekelompok kupu-kupu kuning terbang dari arah selatan (bawah) ke utara (atas/gunung Merapi) maka tidak lama lagi banjir lahar hujan atau lahar dingin.

"Sejauh ini masih ada warga yang percaya, jika ada gerombolan kupu-kupu kuning terbang dari arah selatan ke arah gunung Merapi, itu pertanda alam akan terjadi banjir lahar hujan atau lahar dingin dalam waktu dekat," ungkap Ahmad Muslim, tokoh masyarakat Desa Srumbung, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, belum lama ini.

Tanda alam lainnya seperti banyak pohon tumbang karena terlalu berat menahan abu vulkanik juga menjadi "EWS" yang diwaspadai warga.

Terlebih jika saat tumbang disertai dengan suara mirip petasan maka warga harus sudah evakuasi diri.

"Sebelum erupsi biasanya akan terjadi peningkatan aktivitas, ditandai dengan hujan abu. Kalau abu masih tipis tidak sampai merobohkan pohon, warga biasanya masih beraktivitas normal. Tapi kalau pohon sudah banyak yang roboh karena terlalu berat menahan abu, lalu ada suara seperti letusan mercon (petasan) warga akan bersiap evakuasi," papar Muslim.

Seiring waktu, masyarakat kini sudah terbantu dengan teknologi informasi.

Peningkatan aktivitas Merapi disampaikan oleh pihak berwenang melalui berbagai media yang mudah dijangkau masyarakat, seperti whatsapp, media sosial, hingga televisi.

Apalagi dibantu oleh Organisasi Pengurangan Risiko Bencana (OPRB) yang sudah dibentuk di beberapa wilayah di Kabupaten Magelang.

"Ketika status naik, OPRB dan perangkat desa akan langsung mengingatkan warga agar bersiap diri. Mengamankan surat-surat penting, kebutuhan penting, dan lainnya. Sehingga ketika saatnya harus evakuasi warga sudah siap," imbuh Muslim.

Ini menjadi sebuah komitmen yang harus dijalani warga dengan penuh kesadaran.

"Ini menjadi sebuah komitmen, karena Gunung Merapi tidak bisa dipindah, warga juga tidak mau dipindah, maka pilihannya living harmony with disaster. Artinya, warga harus sadar betul bahwa tinggal di KRB khususnya erupsi Merapi, maka segala bentuk kesiapsiagaan atau mitigasi bencana harus dipahami," imbuhnya.

Dikatakan Muslim, meski teknologi berkembang pesat, tapi tidak lantas menggerus tradisi kearifan lokal yang diwariskan leluhur.

Tradisi seperti merti desa atau dusun, saparan, dan kegiatan serupa lainnya masih dipertahankan oleh masyarakat.

Melalui kegiatan tersebut warga berdoa kepada Tuhan memohon keselamatan diri dan lingkungan.

Desa yang berjarak sekitar 12 kilometer dari puncak Gunung Merapi itu juga memiliki desa saudara (sister village) yakni Desa Baturono dan Tersan Gede, Kecamatan Salam. Dua desa ini menjadi  lokasi evakuasi warga ketika erupsi terjadi.

Demikian juga di Desa Dukun, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Sebagian besar warga setempat telah terbangun kesadaran akan mitigasi bencana. Desa ini juga masuk KRB, baik bencana erupsi Merapi maupun banjir lahar.

Kepada Desa Dukun Tanto Bumi memaparkan, poin penting adalah membangun kesadaran.

Tidak mudah memang, tapi kata Tanto, kesadaran diri menjadi pijakan awal seseorang untuk selanjutnya mengatur strategi dan melangkah menghadapi bencana.

"Kesadaran-kesadaran dimulai dari diri sendiri. Misalnya kita paham dengan rumah kita sendiri, pintunya ada berapa, daun pintu dan jendela ketika dibuka dari dalam ke arah dalam atau keluar. Logikanya ketika dalam keadaan darurat, kita di dalam rumah, pasti akan lari keluar dan lebih mudah kalau daun pintu dibuka ke arah luar, bukan?," paparnya.

Dari hal sederhana itu, Tanto membangun kesadaran serta mendorong kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana yang terarah, terencana, terpadu, terkoordinasi dan tuntas (5T).

Kemudian mendorong sinergi dan integrasi seluruh program desa yang dilaksanakan oleh lembaga/organisasi-organisasi non pemerintahan dan lembaga usaha.

Walau begitu, kearifan lokal masih dijaga di desa ini, seperti penggunaan kentongan sebagai sarana menyampaikan peringatan dini ketika terjadi keadaan darurat.

Kemudian, sedekah beras, sedekah sungai, sedekah bumi, sebar bibit ikan, Jumat Kliwon bersih dan sebagainya. 

"Kearifan lokal itu menumbuhkan dan memperkuat gotong royong warga. Di momen itu pula, warga leluasa menyampaikan aspirasi," ucapnya.

Bagi masyarakat, Merapi lebih dari sekadar gunung, tapi rumah dan anugrah dari Tuhan yang Maha Esa. Merapi memberikan berkah melimpah bagi kehidupan manusia sekitarnya, seperti lahan yang subur, sumber mata air, hingga pertambangan pasir.

Kelompok masyarakat penghayat Pahoman Sejati dan Padepokan Seni (PS) menyelenggarakan ritual peringatan satu dekade erupsi Gunung Merapi belum lama ini.

Peringatan ini untuk meminta keselamatan dan ucapan syukur kepada Tuhan. 

"Letusan Merapi dahsyat yang menakutkan masyarakat yang akhirnya mengingatkan pada kekuatan Tuhan, keuasaan Tuhan maha dahsyat. Tapi di balik erupsi yang menakutkan ternyata membawa rezeki pada masyarakat sekitar,” kata Kikis Wantoro, Ketua PS Budi Aji. 

Rezeki yang dimaksud, kata Kikis, yakni lahan pertanian menjadi subur, kemudian pertambangan pasir menjadi lahan kehidupan masyarakat di sekitar sungai maupun hulu-hulu dari Gunung Merapi.

https://regional.kompas.com/read/2020/10/28/16030391/hidup-berdampingan-dengan-bencana-di-lereng-gunung-merapi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke