Salin Artikel

Korban Pembacokan Diduga Tak Dilayani RS karena Hasil Rapid Test, Ini Penjelasan Pengelola

H, sepupu SE menyesalkan penanganan pihak Rumah Sakit Ibnu Sina tersebut.

Dia mengatakan, sewaktu masuk ke rumah sakit, SE dan Ibunya sempat menjalani rapid test. 

Hasilnya, SE dan ibunya reaktif. Sementara, paman SE yang berinsial Al dinyatakan non-reaktif.

Menurut H, hasil ini yang membuat SE dan SA tidak juga dioperasi. Padahal, menurut dia, SE dan SA dalam kondisi kritis akibat luka bacok.

"Semua pasien ini kan wajib di-rapid, jadi dia reaktif. Tapi reaktif itu langsung divonis dia Covid-19 dari pihak RS Ibnu Sina," kata H yang juga merupakan tenaga kesehatan di Papua.

H sempat menelepon perawat di RS Ibnu Sina untuk mempertanyakan cara rumah sakit yang langsung memvonis keluarganya itu terpapar Covid-19.

Namun, saat perawat itu ditelepon, dia enggan membeberkan alasan rumah sakit tidak menangani sepupunya dan bibinya tersebut.

"Dia bilang kami tidak bisa (sebut) Bu, ini rahasia rumah sakit. Saya bilang rahasia RS mana? Saya ini keluarga terdekatnya dan saya mau tahu kalian punya skenario di situ. Saya bilang saya juga Satgas Covid-19 di sini, aturan mana keluar (hasil positif) satu jam itu?" ujar H.

H mengatakan,  pihak rumah sakit sempat merujuk sepupu dan bibinya itu ke RS Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar, dengan alasan alat di sana lebih lengkap untuk pasien yang terindikasi Covid-19.

Namun, sesampainya di RS Wahidin, keluarga korban malah diminta biaya operasi dengan harga Rp 50 juta per pasien.

Hal ini kemudian membuat keluarga batal merujuk pasien dengan alasan biaya.

Menurut H, kondisinya semakin miris, mengingat dua keluarganya itu hanya terbaring di IGD RS Ibnu Sina dengan darah yang terus mengucur dari luka bacok.

"Saya sayangkan, jangan dibilang gara-gara Covid-19, pasien kritis ini dibikin kayak selayaknya hewan begitu. Di mana sih perikemanusiaan mereka semua di sana? Ini manusia loh. Darah masih mengucur di situ," ujar Herawati.


Konfirmasi pihak rumah sakit

Sementara itu, Humas RS Ibnu Sina dr Nurhidayat membantah bahwa kedua korban pembacokan itu terlambat dioperasi oleh pihak rumah sakit karena reaktif saat rapid test.

Dia juga membantah tuduhan bahwa pihak rumah sakit langsung memvonis kedua korban penganiayaan itu positif terinfeksi virus corona.

"Itu beritanya kurang tepat," kata Nurhidayat saat dihubungi Kompas.com melalui telepon, Sabtu (24/10/2020).

Nurhidayat mengatakan bahwa sesaat setelah tiga korban pembacokan itu masuk RS Ibnu Sina, pihaknya memang sempat melakukan rapid test kepada mereka.

Namun, saat itu dokter spesialis ortopedi yang bertugas melakukan operasi di Rumah Sakit Ibnu Sina hanya satu.

Sementara dokter ortopedi yang lain saat itu sedang bertugas di rumah sakit lain.

Kemudian, untuk memudahkan operasi, pihak RS Ibnu Sina pun merujuk SE dan SA untuk dioperasi di rumah sakit lain.

Sementara, korban Al dioperasi di RS Ibnu Sina.

"Ya namanya juga manusia, kita ada keterbatasan tenaga, ya kita lihat kondisi (pasien), dokter Dedi sarankan ini pasien yang lain supaya cepat tertolong ditangani dokter lain," ujar Nurhidayat.


Awalnya, RS Ibnu Sina ingin merujuk korban ke RS Dr Wahidin Sudirohusodo.

Namun, Nurhidayat heran ketika keluarga pasien mengatakan bahwa pihak RS Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar meminta biaya Rp 50 juta untuk operasi tiap pasien.

Pihak RS Ibnu Sina akhirnya merujuk dua korban tersebut ke RS Dadi Makassar, setelah menghubungi direkturnya.

Namun, menurut Nurhidayat, proses rujukan itu memang agak lama, lantaran kondisi pasien saat itu sedang drop.

"Nah kami di RS Ibnu Sina tidak mau sepeti itu. Kami betul-betul pastikan pasien pada saat dirujuk itu sudah siap. Jadi dari kemarin itu tim dokter dan perawat di IGD sudah lakukan yang terbaik yang mereka bisa (agar stabil kondisinya)," kata Nurhidayat.

Nurhidayat mengatakan, SA dirujuk ke RS Dadi Makassar pada Jumat malam.

Dia kini sudah dioperasi oleh dokter di rumah sakit tersebut.

Sementara ITU, SE yang awalnya belum memungkinkan untuk dirujuk, perlahan-lahan sudah stabil. Dia pun dirujuk ke RS Dadi pada Sabtu pagi.

"Kalau SE kondisinya sempat drop. Tapi kita observasi ketat, dikasih darah, kontrol cairan. Nah tadi pagi baru stabil kondisinya, jadi baru dikirim ke RS Dadi," kata Nurhidayat.

Nurhidayat membantah informasi yang menyatakan bahwa pasien tidak dilayani.

"Jadi kalau alasan kami tidak mau melakukan tindakan karena dia Covid-19, itu berita yang kurang tepat," kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2020/10/24/12291171/korban-pembacokan-diduga-tak-dilayani-rs-karena-hasil-rapid-test-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke