Salin Artikel

Cerita Jayani Rawat Al Quran Tulisan Tangan Berusia Hampir 200 Tahun

Ketika kompas.com datang ke rumah sederhana yang terletak tak jauh dari Masjid, Jayani tampak sedang bersantai di ruang tamu bersama istrinya Kemi Lestari.

Ketika ditanyakan keberadaan Al Quran, Jayani lantas mengambil kotak dari lemari kecil.

Kitab suci umat Islam itu diletakkan rapi dalam kotak berwarna putih dan coklat yang diletakkan diatas almari di ruang tamu.

Dia lantas mengeluarkan Al Quran dari dalam kotak, sampul yang terbuat dari kulit sudah tidak utuh.

Sementara untuk kertas sebagian sudah rusak termakan usia, tapi tulisan masih terlihat bagus.

Lembar pertama Al Quran itu masih terlihat ada tulisan jawa, yang terlihat kurang jelas.

“Sudah turun temurun ada di sini, tetapi saya baru merawatnya sejak tahun 1997,” ucap Jayani di rumahnya, Rabu (21/10/2020).

Dari sejarah lisan yang diterimanya, KRT Wiroyudo adalah keturunan Majapahit yang akhirnya menyebarkan agama Islam di Gunungkidul sekitar 1800-an.

Wiroyudo tinggal di wilayah Umbulrejo, Ponjong, atau tak jauh dari rumah Jayani sekarang.


Dua orang anak Wiroyudo sempat bersekolah di Arab Saudi, dan kembali ke Gunungkidul untuk menyiarkan Agama Islam.

Mereka adalah Muhammad Ihsan dan  Hasan. Muhammad Ihsan bertugas menyiarkan agama di sekitar Wonosari dan Hasan di sekitar selatan wilayah Kapanewon Tepus.

Singkat cerita, Ihsan mendekati raja di Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat dengan mengabdi sebagai abdi dalem.

Kemudian karena jasanya tersebut, KH Muhammad Ihsan diberi tanah Merdikan sekitar 1 hektar di Padukuhan Wonojoyo.

Di samping itu, KH Muhammad Ihsan juga mendapatkan putri Triman (putri pemberian raja) untuk dipersuntingnya.

Setelah memiliki anak dan istri kemudian dia mendapatkan pesan untuk mendirikan rumah limasan dan joglo sederhana.

Dia juga mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Rodhatul Qulud.

Para santri di Pondok Pesantren tersebut tidak hanya sekitar sini saja tetapi juga luar daerah.

Akhirnya membangun Masjid Al Jami’ dan tertulis di sekitar masjid didirikan 1824.

Memiliki anak Muhammad Ngali yang meneruskan syiar.

Kemudian Ngali miliki anak yakni , Muhammad Zaini turun ke Jayani. Al-Quran itu disimpan turun temurun hingga kini. 

“Al Quran ini digunakan sejak Muhammadi Ihsan, Kemungkinan Al Quran itu digunakan untuk syiar agama di sini,” ucap Jayani.

“Untuk penulisannya (Al Quran) saya kurang mengetahui sejak kapan,” kata Jayani

Jayani mengaku masih menggunakan Al Quran itu hingga kini, meski tidak sering.

Hal itu agar tetap terjaga karena sudah lapuk. Dari pengamatan, tulisan ayat suci masih terlihat jelas hanya saja saat membuka harus berhati-hati agar tidak rusak. Kertasnya sudah coklat dan agak kasar.

“Sampulnya mungkin terbuat dari kulit ya,” ucap dia.


Jayani yang memiliki 4 orang anak, 10 cucu, dan 4 cicit ini mengatakan, belum mengetahui  Al Quran akan diwariskan kepada siapa.

Tak jauh dari rumah Jayani masih berdiri kokoh masjid Al Jami.

Di teras masjid terdapat bedug, dan uniknya di salah satu bagian atap gentingnya ada yang terbuat dari kayu.

Salah seorang kerabat Jayani, Agus Rohdianto mengatakan, untuk masjid yang masih asli sejak awal dibangun ada bagian atap yang terbuat dari kayu, tiang, dan bedug.

“Itu atapnya ada yang dari kayu tetap dipertahan kan sampai sekarang,” ucap Agus.

Kabid Warisan Budaya, Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul Agus Mantara, mengatakan Al Quran, Masjid, dan Bedug sudah menjadi cagar budaya Gunungkidul sejak 2018.

Pemerintah memberikan perhatian khusus agar tetap lestari keberadaannya. Ke depan bisa dijadikan wisata religi dan sejarah di kawasan tersebut.

“Untuk Al Quran itu kemungkinan ditulis sekitar tahun 1824,” kata Agus.

https://regional.kompas.com/read/2020/10/21/15143651/cerita-jayani-rawat-al-quran-tulisan-tangan-berusia-hampir-200-tahun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke