Salin Artikel

Mengenang 2 Tahun Bencana di Sulteng, Warga Ziarahi Makam Massal di Palu

Hari itu, Senin 28 September 2020 tepat dua tahun bencana alam yang menyikaskan duka bagi warga Sulawesi Tenga.

Salah satu penyintas yang datang pada Senin sore itu adalah Clara. Ia terlihat khusyuk berdoa di sisi lima batu nisan ditemani sejumlah kerabatnya.

Dilansir dari Voa Indonesia, Clara bercerita jika ia kehilangan kedua orangtuanya serta tiga saudaranya saat terjadi likuefksi di Kelurahan Petobo dua tahun silam.

“Waktu itu saya sekeluarga ada di rumah, terus pada saat kejadian papa, mama, kakak sama adik-adik itu lari ke arah yang terdampak,” papar Clara dengan nada sedih.

likuefaksi adalah fenomena hilangnya kekuatan tanah akibat besarnya massa dan volume lumpur yang keluar pasca gempa.

Pada bencara di Sulawesi Tenggara dua tahun lalu, likefaksi terjadi di Kelurahan Petobo dengan luas 180 hektar dan Balaroa seluas 47.8 hektare.

Sementara itu Pelaksana Tugas Wali Kota Palu, Sigit Purnomo mengatakan ada 1.090 korban bencana gempa bumi yang dimakamkan di TPU Paboyo.

Sigit berziarah bersama unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kota Palu.

Ia mengatakan walaupun bencana sudah terjadi dua tahun yang lalu, peristiwa tersebut masih sulit diterima oleh warga Kota Palu yang kehilangan anggota keluarga mereka.

“Kita tidak pernah membayangkan dalam satu waktu kita kehilangan keluarga, kehilangan saudara dengan jumlah yang begitu besar tapi tentunya hari demi hari, waktu ke waktu kita berharap kita semua khususnya para keluarga yang kehilangan sanak saudara pada bencana kemarin bisa menerima dan terus mendoakan,” jelas Sigit Purnomo.

Dikutip dari Pusat Data dan Informasi Bencana (PUSDATINA) Sulteng 2019, total jumlah korban jiwa di Parigi Moutong, Sigi, Donggala dan Kota Palu mencapai 4.845.

Dari angkat tersebut 1.016 korban dimakamkan secara massal di Kota Palu dan 705 lainnya hilang.

Dahsyatnya kekuatan gempa magnitudo 7,4 pada 28 September 2018 juga menyebabkan 110 ribu rumah masyarakat mengalami kerusakan berat, sedang dan ringan.

Selama dua tahun terakhir Rahmatiah tinggal di hunia sementara (huntara) Batu Bata Indah Kota Palu.

“Kalau hujan banjir di dalam, jadi itulah harapan kami supaya cepat dipindahkan ke huntap karena di sini kasihan," kata Rahmatiah.

Ia menjelaskan otorita berwenang sudah berjanji akan memindahkan keluarganya ke hunian tetap di Kelurahan Tondo Talise, tapi belum ada kepastian kapan dapat terealisasi.

Sementara itu Adriansyah Manu dari organisasi “Sulteng Bergerak” mengatakan banyak warga terdampak bencana alam yang masih tinggal di hunian sementara di Kota Palu.

Ia mengatakan rata-rata warga mengalami kesulitan ekonomi terutama bagi pekerja informal yang kehilangan sumber mata pencaharian akibat pandemi COVID-19.

“Ditambah lagi dengan situasi pandemi saat ini, itu makin sulit buat mereka untuk bertahan hidup di huntara. Dari hasil pengamatan dan survei kami memang masih banyak sekali warga yang tidak punya pekerjaan. Rata-rata mereka pekerja serabutan dan malah sudah ada yang mengemis di lampu-lampu merah,” tambah Adriansyah.

Selain mendesak penyelesaian pembangunan hunian tetap, “Sulteng Bergerak” yang mendampingi lima ribu penyintas di 42 lokasi huntara di kota Palu itu juga mendesak agar pemerintah dapat segera menuntaskan penyaluran dana stimulan, jaminan hidup dan santunan duka yang belum seluruhnya tersalurkan untuk penyintas bencana alam di Kota Palu, Sigi dan Donggala.

Dari data Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2019 lalu, ada 11.788 unit hunian tetap yang akan dibangun di sejumlah lokasi di Palu dan Sigi.

Hunian tetap tersebut ditargetkan rampung pada akhir tahun 2020. Rumah tersebut diperuntukkan bagi penyitas bencana yang direlokasi dari rumah mereka yang terkena likuefaksi dan tsunami.

https://regional.kompas.com/read/2020/10/03/15100081/mengenang-2-tahun-bencana-di-sulteng-warga-ziarahi-makam-massal-di-palu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke