Salin Artikel

Warga Desa Hargobinangun Sleman Bergantung pada Pertanian

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Air adalah sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.

Selain untuk dikonsumsi, air juga digunakan oleh manusia untuk berbagai keperluan, salah satunya bercocok tanam atau pertanian.

Keberadaan air yang melimpah serta tanah yang subur, membuat sebagian besar masyarakat Indonesia menekuni kehidupan sebagai petani.

Salah satunya, masyarakat di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman.

"Di Indonesia itu kan bertani sudah turun menurun, di sini Hargobinangun juga seperti itu," ucap Siswiyanto (47), Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Hargobinangun, Jumat (11/9/2020).

Siswiyanto menyampaikan, tanah di Hargobinangun memang sangat subur, sehingga cocok untuk pertanian.

Karenanya, sebagian besar masyarakat di Hargobinangun menekuni pertanian sebagai mata pencaharian.

"Di Hargobinangun ini sebagian besar mata pencaharian masyarakat dari pertanian," ujarnya.

Berbagai komuditas pertanian ada di wilayah Hargobinangun, mulai dari Padi, aneka sayuran hingga florikultura.

Sempat juga jamur menjadi salah datu komoditas di Hargobinangun.

"Ada tanaman pangan, padi, palawija, holtikultura, aneka sayuran dan florikultura. Kalau padi tetap setiap setahun sekali pasti ditanami padi, karena untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanahnya juga," urainya.

Diakuinya, memang banyak masyarakat yang bekerja di sektor formal.

Namun, mereka juga tetap mengolah lahan pertanian mereka.

Biasanya mereka mengurus pertanian sebelum berangkat maupun setelah pulang dari bekerja.

Ada juga masyarakat yang sudah pensiun dan memutuskan untuk kembali menekuni pertanian.

"Kalau dulu kan ke sawahnya sepulang kerja, setelah pensiun waktunya lebih banyak ke pertanian," bebernya.

Dia menjelaskan, di Desa Hargobinangun terdapat 17 kelompok tani.

Selain itu terdapat pula 5 kelompok wanita tani.

Kelompok tani wanita ini, arahnya pada pengolahan hasil-hasil pertanian.

Sehingga setelah diolah memiliki nilai lebih ketika dijual.

"Kelompok wanita tani itu yang ibu-ibu, mereka juga berkegiatan, dulu awalnya untuk pengolah hasil-hasil pertanian. Mereka olah, terus dijual untuk memberi nilai tambah," ucapnya.

Seiring berjalanya waktu kelompok wanita tani mengalami perkembangan.

Mereka tidak hanya mengolah hasil pertanian, juga bergerak di pertanian khususnya florikultura atau tanaman hias.

"Di Hargobinangun juga ada asosiasinya tanaman hias, jadi khusus untuk komoditas tanaman hias," ucapnya.

Tak hanya pertanian, Siswiyanto mengatakan, warga masyarakat di Desa Hargobinangun juga ada yang menekuni budidaya ikan.

Jumlahnya ada puluhan orang yang membudidayakan ikan air tawar.

"Gapoktan itu menaungi hampir semua tidak berdasarkan komoditas, ya termasuk perikanan. Yang perikanan ada 20 an orang," urainya.

Warga Hargobinangun sebagian besar membudidayakan ikan lele dan Bawal.

Mereka membudidayakan ikan sesuai dengan permintaan pasar.

"Mereka mengikuti tren, permintaan pasar, karena kalau Lele dan Bawal itu kan pasarnya jelas," tandasnya.

Kolam-kolam milik warga di Hargobinangun tidaklah besar. Mereka memiliki kolam-kolam kecil.

Selain pembesaran untuk kebutuhan konsumsi, ada juga warga yang budaya ikan untuk pemancingan.

Sebab, selain konsumsi, pemancingan juga mempunyai pasar tersendiri.

Sehingga bisa menambah penghasilan warga masyarakat.

Namun demikian, Siswiyanto menyampaikan, perikanan di Hargobinangun memang tidak begitu berkembang.

Menurutnya, ada banyak faktor yang membuat perikanan tidak berkembang mulai dari lahan, hingga pemasaran.

"Mereka punya kolam yang hanya kecil-kecil tapi banyak. Untuk perikanan kan tidak semuanya bisa, karena terlalu dingin, semakin ke atas semakin jelek kalau untuk perikanan," tegasnya.

https://regional.kompas.com/read/2020/09/28/20501661/warga-desa-hargobinangun-sleman-bergantung-pada-pertanian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke