Salin Artikel

Nama Gang di Kampung Ini Dibuat untuk Menarik Minat Belajar Anak Eks TKI Malaysia

Ada yang diberi nama Gang Membaca, Gang Mengeja, Gang Menulis, Gang Menggambar, Gang Melukis, Gang Berdiskusi, Gang Perkalian, dan Gang Menghafal.

Bastian, salah satu tokoh pemuda kampung Timur, mengatakan penamaan gang dengan ornamen pendidikan dibuat atas dasar keprihatinan para tokoh di kampung yang mayoritas penduduknya merupakan eks TKI Malaysia.

"Mereka hanya tahu bekerja, bekerja dan bekerja, mereka nguli, mengikat bibit rumput laut, tidak ada yang peduli pendidikan. Padahal kalau bicara ekonomi, pendidikan adalah salah satu cara mengentaskan kemiskinan," ujarnya ditemui, Selasa (25/8/2020).

Keprihatinan tersebut semakin menguat manakala pandemi Covid-19.

Para pelajar yang tadinya sekolah dan rajin mengikuti belajar daring, mulai terpengaruh dengan pergaulan anak-anak yang tak sekolah bisa membeli barang yang dia inginkan dari hasil mengikat benih rumput laut. 

Akibatnya, tidak sedikit dari anak kampung Timur mengabaikan pendidikan dan fokus mencari uang.

"Penamaan gang sengaja kita buat dengan nama-nama pelajaran. Selain untuk mengingatkan tugas generasi muda adalah belajar, sekaligus menjadi tanda, mereka tinggal di gang yang tadinya tidak ada namanya. Istilahnya memperjelas alamat domisili," lanjut Bastian.

Masih Ada Anak Buta Huruf di Kampung Timur

Ada hampir 200 kepala keluarga (KK) yang tinggal di lahan seluas 4 hektar ini, hampir seluruh penduduk merupakan eks TKI yang dideportasi Malaysia pada 2003.

Tidak hanya dari suku Timur, suku Toraja, suku Bugis, suku Jawa bahkan suku asli Nunukan ada di kampung yang berjarak sekitar 2 kilometer dari alun-alun kota ini.

Dari puluhan anak usia pelajar di Kampung Timur, terdata sebanyak 23 orang yang telah didaftar untuk ikut paket A, 5 orang Paket B, 5 orang paket C.

Di kampung ini bahkan masih ditemukan sekitar 5 orang yang buta aksara, dengan rentang usia 10 hingga 30 tahun.


Tokoh masyarakat di Kampung Timur, pendeta Alex, mengakui kondisi ini tak lepas dari status penduduk yang belum memiliki kelengkapan berkas administrasi kependudukan, sehingga banyak dari anak anak mereka tidak bisa masuk sekolah negeri.

"Semua terbentur dengan dokumen, mereka kebanyakan lahir di Malaysia, dan tidak ada akta lahir sehingga pilihannya hanya sekolah swasta. Itu bagi orang tua yang memandang pendidikan penting, bagi orangtua yang tidak peduli pendidikan anak, ya mereka memilih mengajak anaknya bekerja," katanya.

Alex menuturkan, penamaan gang yang berbau pendidikan sekaligus menegaskan bahwa wilayah yang di cap sebagai kampung miskin tak seharusnya pasrah dengan keadaan.

Mereka bisa berubah dan berusaha keluar dari stigma yang kadung melekat tersebut, salah satunya dengan cara memperhatikan pendidikan si anak.

Menurutnya, pendidikan adalah sarana pemberantasan kemiskinan, setidaknya sumber daya manusia (SDM) bisa terdidik dan bisa mencari solusi dari keadaan tersebut.

"Penamaan gang dengan segala ragam pendidikan adalah langkah kecil untuk mengatasi masalah pendidikan di kampung kita, kita harus berpikir bagaimana mengatasi ini? Apalagi mereka yang buta aksara merupakan usia produktif semua, jangan biarkan mereka hanya merokok, cuma nongkrong, kita semangati belajar," tegasnya.

Butuh Relawan Pengajar dan Buku Bacaan

Persoalan pelik lain adalah mencari relawan yang mau mengajari anak anak kampung Timur.

Dari hasil rapat kerukunan keluarga kampung Timur, disepakati mereka akan membangun tempat belajar seadanya, secara swadaya.

"Untuk pengajar mungkin jalan paling cepat, mendata siapa-siapa penduduk kita yang sarjana, kita rekrut dia untuk mengajar. Kalau mencari dari luar, kita harus memikirkan biaya transport dan gajinya, langkah cepatnya paling itu. Nanti saya juga bantu mengajar pelajaran dasar bahasa Inggris supaya mereka lebih semangat belajar," kata Alex.

Alex juga berharap ada relawan yang menyumbangkan buku buku bacaan bagi anak-anak Kampung Timur.


Kampung ini butuh pendidik dan motivator agar memiliki generasi unggul dan bisa membawa kehormatan bagi kampung yang terkenal dengan daerah miskin ini.

"Mereka pasti hanya mau belajar sore atau malam, karena mereka kalau pagi bekerja sampai sore. Kita akan berusaha membudayakan membaca, butuh donatur untuk buku-bukunya," imbuh Alex.

Asal-usul Kampung Timur

Ketua RT 031 Kampung Timur Januarius Nama Ola (50) menuturkan, Keberadaan kampung yang mayoritas dihuni oleh penduduk dari Nusa Tenggara Timur ini bermula pada 2003.

Saat itu Pemerintah Malaysia melakukan pemutihan dengan mendeportasi secara besar besaran para TKI melalui Pelabuhan Tunon Taka Nunukan.

Rasa minder pulang kampung dan malu karena gagal merantau, membuat para eks deportan memutuskan mencari tempat tinggal.

Sebuah lahan yang tadinya masih merupakan hutan di perbukitan sekitar 2 kilometer dari pusat Kota Nunukan perlahan menjelma perkampungan yang semakin padat.

"Blasius Kuda Lein dan Stevanus Tolok Makin menjadi pendahulu yang ditokohkan karena berhasil meminta PT Jamaker merelakan tanahnya untuk pemukiman sementara warga NTT yang dideportasi dari Malaysia," tuturnya.

Pada 2013, eks deportan mulai memperbarui rumah mereka menjadi permanen.

Hingga 2020, tercatat ada sekitar lebih 200 KK dengan jumlah jiwa hampir mencapai 600 orang.

Mereka menghuni lebih 100 rumah yang dibangun di atas lahan milik PT Jamaker dengan luas lebih dari 4 hektar ini.

https://regional.kompas.com/read/2020/08/25/15050761/nama-gang-di-kampung-ini-dibuat-untuk-menarik-minat-belajar-anak-eks-tki

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke