Salin Artikel

Film "Tilik" yang Jadi Viral, Berawal dari Obrolan di Angkringan

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Proses kreatif pembuatan film "Tilik" yang viral beberapa waktu lalu berasal dari sebuah obrolan di angkringan antara sutradara "Tilik" yaitu Wahyu Agung Prasetyo dan sang penulis naskah Bagus Sumartono alias Bacep.

Bagus menceritakan pengalamannya kepada Agung soal fenomena tilik yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan.

Namun uniknya, setelah tilik dilakukan masyarakat desa tidak langsung pulang tetapi mereka jalan-jalan terlebih dahulu.

"Penulis naskah cerita Mas Bagus ini baru saja melihat fenomena orang tilik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan ternyata mereka itu yang tilik hanya sebentar mungkin hanya 2 menitan. Lalu, mereka bergegas terus ke Malioboro, lalu aku ngulik itu tilik itu seperti apa karena aku enggak pernah tahu dan enggak pernah lihat. Saat itu tahun 2016," ucap Agung, saat ditemui wartawan di Galeri Lorong, Kamis (20/8/2020).

Setelah nongkrong dengan Bagus, Agung mulai kepikiran dan resah.

Keresahan-keresahan itu ia curahkan kepada Elena Rosmeisara, produser film "Tilik".

"Aku berpikir tema ini saat itu sangat seksi," tambah Agung.

Namun saat itu, ia terbentur dengan anggaran yang dimiliki untuk melakukan syuting film "Tilik" secara independen.

Untungnya, di Provinsi DI Yogyakarta ada dana istimewa yang bisa diakses oleh para seniman termasuk sineas.

Agung lalu ikut dalam seleksi untuk mendapatkan pendanaan melalui dana istimewa.

"Setelah naskah dan lainnya jadi kita buat proposal dan melalui proses yang cukup panjang dan akhirnya lolos bisa mulai produksi pada tahun 2018," katanya.

Agung mengatakan, sebelum memasuki fase produksi ia bersama kru termasuk Elena melakukan observasi dengan ikut langsung tilik bersama masyarakat Dlingo, Bantul, Yogyakarta dengan menggunakan truk.

"Di sana transportasinya kalau tilik itu tiga pertama pick up, bus, dan truk. Tetapi mereka menghindari bus karena kebanyakan mabuk darat," ucapnya.

Bahkan, ia bersama kru sudah menyiapkan mobil untuk digunakan jika ekstras atau pemain tambahan yang ikut yaitu ibu-ibu merasa capek untuk masuk ke mobil.

Namun, mereka menolak karena merasa lebih nyaman jika berada di bak terbuka.

"Katanya lebih nyaman di bak truk terbuka terena angin langsung," katanya.

Dia mengatakan, tilik dilakukan dalam waktu singkat hanya dua hingga lima menit setelah itu warga yang ikut tilik langsung pergi ke tempat-tempat wisata seperti pasar dan Malioboro.

"Ternyata tilik itu di satu sisi jenguk orang sakit di sisi lain jadi ajang piknik orang-orang desa, "katanya.

Pria lulusan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu menyampaikan, film "Tilik" menggunakan bahasa Jawa karena bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan sehari-hari.

Produser film Tilik, Elena menambahkan, jalur yang cukup panjang yaitu dari Dlingo, Bantul hingga Gamping, Sleman dipilih untuk memperlihatkan transisi dari desa menuju kota.

Dia menambahkan realita yang terjadi tidak seperti yang digambarkan melalui film "Tilik".

Saat berada dalam bak truk terbuka, para ibu-ibu lebih berkonsentrasi menjaga keseimbangan dibanding merumpi.

"Sebenarnya realitanya tidak sama dengan yang kami angkat di film, mereka saat di atas truk hanya fokus jaga keseimbangan tidak ngobrol. Kami kombinasikan apa yang terjadi di bawah dan truk kita kombinasikan," katanya.

Saat syuting berlangsung pada waktu itu sedang masuk dalam bulan puasa banyak ekstras atau pemain tambahan yang seluruhnya warga Dlingo Bantul melakukan ibadah puasa dan mereka para ibu-ibu puasanya tidak terganggu.

"Mereka hebat panas-panas puasa, walaupun banyak kru yang nakal enggak puasa mereka tetap puasa," ucap Elena sambil tertawa.

https://regional.kompas.com/read/2020/08/21/15471511/film-tilik-yang-jadi-viral-berawal-dari-obrolan-di-angkringan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke