Salin Artikel

"Seandainya Kami Bisa Pegang Nomor HP-nya Jokowi Kami Minta Pindahkan ke Luar Negeri"

KUPANG, KOMPAS.com - Sejumlah warga Pubabu-Besipae, Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), melaporkan aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) ke Markas Polda NTT, Rabu (19/8/2020) siang.

Mereka kecewa, karena rumah yang mereka tempati dirusak oleh Satpol PP Pemprov NTT.

Martheda Esterlina Selan, seorang ibu rumah tangga yang menjadi korban perusakan rumah, dengan berlinang air mata, menceritakan kejadian yang dialami kepada sejumlah wartawan di Mapolda NTT.

Menurutnya, selain rumah dirusak, semua peralatan dapur dan juga tanaman mereka juga jadi sasaran aparat Satpol PP.

Bahkan, ijazah sekolah milik anak-anak mereka juga hilang.

Bukan hanya itu, lanjut Martheda, dia dan masyarakat lainnya juga diteror dan diancam.

Puncaknya pada Rabu (18/8/2020) kemarin, aparat dari Brimob tiga kali mengeluarkan tembakan dekat dengan dia bersama orangtua dan anak-anak lainnya.

Akibat bunyi tembakan yang berjarak satu meter, membuat anak-anak sangat ketakutan dan lari sambil berteriak meminta tolong kepada Tuhan.

"Mereka tidak menganggap kami sebagai masyarakat NTT dan Indonesia. Kami ini ditindas, diteror dan diancam. Mereka lakukan berbagai macam cara, agar kami keluar dari tempat itu. Tetapi, kami tetap pertahankan tempat itu karena merupakan tanah kelahiran kami dan peninggalan leluhur kami sehingga kami bertahan di situ," ujar dia.

"Seandainya kami bisa pegang nomor HP-nya Jokowi, maka kami meminta pindahkan kami ke luar negeri sehingga kami jadi orang asing, jangan jadi orang itu Indonesia," sambung dia.


Kejadian yang dialaminya membuat ia takut.

Dia menyebut, hingga saat ini, anak-anak masih trauma berat dan tiga orang bayi berusia dua bulan, lima bulan dan tujuh bulan masih terus menangis.

Martheda mengatakan, Pemprov NTT juga telah membangun empat unit rumah sederhana dengan masing-masing ukuran 5x7 meter dan 2x3 meter, tapi tidak cukup menampung 29 kepala keluarga yang telah digusur.

Akibatnya, keluarga yang tidak mendapat rumah, terpaksa membangun rumah darurat. Bayi-bayi pun terpaksa tidur di tanah beralaskan daun.

"Kami datang melapor ke polisi supaya ada keadilan buat kami di Pubabu. Intinya kami hanya minta keadilan," kata dia.

Kabid Humas Polda NTT Kombes Johannes Bangun, sebelumnya mengatakan, pihaknya telah menerima laporan itu.

"Sudah ada laporannya dan sudah kami terima. Kami akan menggelar perkaranya untuk menentukan masuk tindakan pidana atau bukan," ujar dia.

"Masyarakat kan punya hak untuk melapor," tambah Johannes.

Tanggapan pemprov

Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT, Zet Sony Libing menegaskan, pemerintah tidak memiliki keinginan untuk menyusahkan atau menyakitkan hati warga Besipae.

Menurutnya, Pemprov NTT berencana untuk menyejahterakan masyarakat Besipae dengan melakukan program pengembangan pakan ternak dan kelor.


Di tahap awal, pemerintah akan menanam lamtoro teramba seluas 200 hektare dan kelor seluas 200 hektare.

"Tidak ada niat sedikit pun untuk menyusahkan masyarakat," kata Sony.

Dinas Peternakan dan Dinas Pertanian Provinsi NTT, kata Sony, akan mulai berkantor di Besipae.

Karena itu, pagar dan sebuah rumah darurat yang dibangun di jalan masuk Ranch Besipae akan dibongkar.

Selain itu, lanjut Sony, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, berpesan dalam pelaksanaan program pengembangan pakan ternak dan kelor melibatkan masyarakat Besipae di lahan milik Pemerintah Provinsi NTT itu.

Pada Maret lalu, Sony pernah menyebut, puluhan kepala keluarga itu menepati lahan milik Pemprov NTT seluas 3.700 hektare yang telah bersertifikat atas nama Pemprov NTT.

Sony menuturkan, pemerintah juga telah menyiapkan lahan relokasi bagi puluhan kepala keluarga tersebut seluas 800 meter persegi dan akan disertifikatkan, namun masyarakat menolak.

Ia menyebut, Frans Nabuasa sebagai pemilik tanah sesungguhnya pun telah membenarkan, kalau telah menyerahkan tanah tersebut kepada pemerintah provinsi NTT pada tahun 1982 tahun silam dan telah bersertifikat pada tahun 1983 atas nama Pemerintah Provinsi NTT.

Saat itu, Sony menyebut, lahan tanah tersebut akan diperuntukan bududaya ternak sapi.

"Intinya kami akan menyiapkan lahan bagi mereka, termasuk pembuatan sertifikat tanah bagi mereka," kata Sony.

https://regional.kompas.com/read/2020/08/19/20365271/seandainya-kami-bisa-pegang-nomor-hp-nya-jokowi-kami-minta-pindahkan-ke-luar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke