Salin Artikel

Kronologi Pembubaran Midodareni di Solo, Keluarga Diserang dan Kaca Mobil Dipecah

Penyerangan dilakukan saat upacara doa pernikahan di kawasan Mertodranan, Kelurahan/Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo pada Sabtu (8/8/2020) malam.

Dilansir dari Tribunjateng.com, Memed, perwakilan keluarga Assegaf bin Juhri meceritakan jika malam itu adik perempuannya yang menjalani prosesi midodareni.

Setelah prosesi midodareni selesai, acara dilanjutkan dengan makan bersama keluarga. Memed menyebut acara tersebut tertutup dengan alasan acara internal keluarga.

Di saat yang bersamaan, pihak keluarga mendengar teriakan dari luar.

Selang 10 menit kemudian, pintu rumah diketuk. Saaa dibuka, ada Kapolsek Pasar Kliwon Adis Dani Garta di depan pintu.

Kapolsek menanyakan kegiatan yang berlangsung di dalam rumah. Pihak keluarga pun menjelaskan jika mereka sedang menggelar acara midodareni.

"Beliau mohon izin masuk ke dalam kami persilahkan dan kemudian beliau minta keterangan perihal kegiatan apa yang tadi berlangsung," urai Memed kepada TribunSolo.com di Polresta Solo, Senin (10/8/2020).

"Setelah mendengar penjelasan kami, bapak Kapolsek mohon diri menyampaikan kepada pihak yang ada di luar," tambahnya.

Tak berselang lama, Kapolresta Solo, Kombes Pol Andy Rifai juga mengetuk pintu dan melakukan hal serupa dengan Adis.

Sementara di luar, teriakan massa lebih keras. Oleh kepolisian, pihak tamu undangan dan keluarga dipersilahkan untuk meninggalkan lokasi acara.

"Yang teriak makin banyak dan makin keras kurang lebih 15 sampai 30 menit kemudian pintu gerbang diketok kemudian ada arahan dari bapak Kapolres," ujar Memed.

"Untuk tamu-tamu yang hadir di rumah keluarga ini dipersilahkan untuk meninggalkan area atas permintaan pihak-pihak di luar," imbuhnya.

Saat itu Memed menuturkan, pihak keluarga meminta ada jaminan keamanan jika pihak keluarga diminta untuk meninggalkan lokasi acara.

Terlebih lagi, mereka juga hendak memenuhi undangan keluarga mempelai laki-laki.

Sayang, massa di luar enggan mengabulkan permintaan pihak keluarga dan tetap bertahan meminta mereka keluar.

"Itu tidak memungkinkan untuk keluar dengan aman," tutur dia.

Memed mengatakan pihak keluarga kemudian meminta polisi supaya memberikan jarak 50 sampai 100 meter antara mereka dan massa.

Permintaan dikabulkan dan keluarga yang memarkirkan mobil di luar kemudian keluar dan bergegas melajukan mobil.

Oleh massa, keluarga tersebut diintimidasi secara verbal.

"Mereka hanya mendapatkan intimidasi verbal dan tidak sampai kejadian fisik," ungkap dia.

Massa kemudian merangsek dan mendekati saat mobil CRV yang dikendarai keluarganya keluar dari dalam rumah.

Pihak keluarga kembali meminta pemberian jarak antara keluarga dan massa agar mereka bisa meninggalkan lokasi. Polisi pun mengusahakannya.

Tiga mobil pun berhasil keluar. Di belakangannya ada dua motor yang dikendarai Habib Umar Assegaf dan sang adiknya, Hussein Abdullah.

Namun, menurut Memed, Hussein dipukul massa secara bertubi-tubi dan sempat terjatuh. Hussein yang berusaha berdiri dihantam batu seukuran kurang lebih 20 cm.

"Saat kena hantaman Hussein jatuh tidak bisa berdiri," katanya.

Umar, lanjut Memed, tidak bisa berbuat apa-apa saat sang adik menerima itu semua. Di saat bersamaan ia juga mendapat perlakuan yang sama saat berboncengan dengan Hadi, putranya.

"Umar dan putranya juga menghadapi pukulan dan tendangan mencoba agak melajukan kendaraan," tutur Memed.

"Di situ tetap dirangsek oleh pihak yang di luar dan kena pukul di dagu sebelah kiri," tambahnya.

Umar yang terjatuh lantang melindungi anaknya dari massa yang terus memukul.

"Beliau menderita pukulan dengan batu, kayu, tangan kosong, dan diinjak kepalanya," kata Memed.

"Posisi Umar terjepit motor yang jatuh kemudian pak umar teriak kaki saya patah," imbuhnya.

Mendengar teriakan Umar, polisi lantas berusaha menghalau massa dan segera membawa ketiganya ke rumah sakit.

Awalnya mereka dirujuk ke rumah sakit Islam Kustati sebelum akhirnya dirawat di rumah sakit Indriarti Solo Baru.

"Selang 3 menit, massa langsung membubarkan diri," kata dia.

Sebelum mengamankan dua orang, polisi juga sudah memeriksa sembilan orang yang melihat kejadian tersebut.

"Kalau apabila waktu yang ditetapkan tidak ada keinginan atau iktikad baik untuk menyerahkan diri, kami akan melakukan penangkapan dengan cara kami. Karena perbuatan mereka sudah jelas mencoreng kebhinekaan yang ada di negara kita," kata Kapolres.

Ia mengatakan pengeroyokan dilakukan karena kegiatan yang digelar tak sesuai dengan mereka.

Sementara itu Kapolda Jawa Tengah ( Jateng) Irjen Pol Ahmad Luthfi menegaskan akan mengusut tuntas kasus dugaan penganiayaan dan pembubaran acara midodareni di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo, Sabtu (8/8/2020).

"Kita sudah mengantongi nama-nama para pelaku yang akan kita lakukan pengejaran. Dan saya Kapolda Jawa Tengah sudah perintahkan kepada seluruh Kapolres tidak ada tempat bagi kelompok (intoleran) di wilayah hukum Jawa Tengah, apalagi di Solo," tandas dia.

Kapolda Jawa Tengah tersebut juga menegaskan komitmen polisi untuk melawan anarkisme dan intoleransi.

"Kita tidak akan berikan ruang pada aksi intoleran," tegasnya, dilansir dari TribunSolo.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Labib Zamani | Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief, Michael Hangga Wismabrata)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Cerita saat Habib Umar Assegaf Dipukuli & Diinjak Kepalanya Oleh Ormas di Solo

https://regional.kompas.com/read/2020/08/12/10510041/kronologi-pembubaran-midodareni-di-solo-keluarga-diserang-dan-kaca-mobil

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke