Salin Artikel

Kisah Istri-istri Tangguh yang Jadi Tulang Punggung Keluarga Saat Suami Sakit

Mereka tetap berjuang demi menyambung hidup sambil berharap bisa menatap masa depan yang cerah.

Kisah-kisah perempuan tangguh ini direkam oleh anggota DPR RI Dedi Mulyadi dan diunggah di akun YouTube miliknya, Kang Dedi Mulyadi Channel.

Kompas.com mendapat izin dari Dedi Mulyadi untuk mengutip kisah-kisah inspiratif tersebut dari kanal YouTube-nya.

Berikut kisah-kisah para perempuan tangguh yang menjadi tulang punggung keluarga.

Amah jalan kaki 10 km untuk jadi buruh tani 

Saban hari, Amah berjalan kaki menyusuri jalanan sepanjang 10 kilometer untuk bekerja sebagai buruh tani.

Di punggungnya ia menggendong upah hasil bekerja sebagai buruh tani. Tangannya menjinjing tas anyam.

Kaki-kaki yang dibalut dengan sandal jepit itu tetap lincah. Sesekali dia membetulkan gendongan, sembari menghela napas.

Ia tak menyerah pada umur dan belas kasihan. Dengan ikhas ia bekerja keras demi menyambung hidup.

"Wayahna. Harus sabar," ujar Amah.

Amah tinggal bersama suaminya di Desa Jambelaer, Dawuan, Subang, Jawa Barat. Anak-anak mereka tinggal di luar kota.

Suaminya, Tarmidi sakit menahun dan tak sulit berjalan.

Kepada Dedi Mulyadi, Amah menyebut suaminya telah berobat ke puskesmas. Hanya saja tak kunjung sembuh.

"Sudah empat tahun sakit," ungkapnya.

Harapan Amah pun tak muluk-muluk. Ia berharap dia dan suaminya sehat. Ia ingin tetap sehat agar tetap bisa bekerja untuk menyambung hidup.

"Ingin sehat," ujarnya.

Dedi yang tak sengaja melintas mengajak Amah naik mobilnya. Dedi lantas mengantarnya pulang ke rumah.

Dalam ruang tamu di rumah sederhana itu, Amah dan suaminya pun berbagi cerita dengan Dedi. Kedunya pun tak sungkan curhat.

"Nanti saya bawa dokter ke sini ya, biar (Amah dan suaminya) sehat," ujarnya.

Eneng jual tahu demi obati suami

Serupa dengan Amah, Eneng, warga Sukadaya, Dawuan, Subang, juga tak kalah perkasa. Ia melakoni berbagai pekerjaan demi menyambung hidup, mulai kuli gendong, nandur, (buruh tani), hingga jualan tahu.

Tiap hari, hingga menjelang magrib, Eneng masih menjajakan tahu yang ia ambil dari orang lain. Dia tak gentar meski acapkali barang dagangannya tak habis.

"Satunya Rp 500. Tadi saya bawa 140. Sehari dapat sekitar Rp 15.000, sisanya disetor (kepada juragan tahu)," ujar Eneng.

Meski upah yang ia dapat tak banyak, Eneng tak lupa bersyukur. Ia dengan tabah melakoni pekerjaannya itu demi menghidupi keluarga.

Suaminya, sejak beberapa tahun lalu sakit stroke dan tak bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Saat Eneng bekerja, sang suami ditunggui cucu.

"Sudah berobat dan terapi, saat ini kondisinya lumayan," ujar Eneng menveritakan kondisi suaminya.

Dengan kasih, Eneng merawat suami sekaligus mengambil alih peran sebagai tulang punggung keluarga.

Dengan semangat yang sama, Titi, warga Sukasari, Dawuan, Subang, berjuang mencari rupiah demi rupiah. Ia menjajakan tahu dengan keuntungan Rp 50 per biji.

Sehabis subuh dan usai beberes rumah, Titih berangkat mengambil tahu dan kemudian menjajakannya berkeliling.

Dengan jalan kaki, Titih tak lelah menawarkan kepada siapa saja yang ia jumpai dari gang ke gang hingga jalanan yang ramai.

Perempuan-perempuan hebat ini, berjuang demi menyambung hidup. Mereka tak mau tinggal diam, meski usia tak muda lagi.

Mendengar sekelumit kisah para perempuan tangguh itu, Dedi pun tersentuh. Menurutnya, orang yang rajin dan tak menggantungkan hidup pada orang lain patut menjadi teladan.

"Usia tidak menghalangi untuk tetap bekerja," ujar Dedi.

Dedi ketika dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (5/8/2020) mengatakan, suami Eneng bernama Uhman. Ketika mereka ditemui di rumahnya, Dedi mengatakan ternyata penyakit yang diderita Uhman bukan stroke sebagimana dikira oleh istrinya selama tiga tahun.

"Karena tinggal di desa, pemahaman tentang gangguan kesehatannya minim karena tidak bisa konsultasi dokter. Disangka stroke sehingga berbaring di rumah. Setelah saya tengok suaminya ternyata paru-paru. Hal itu berdasarkan diagnosa dokter relawan saya," kata Dedi.

Akhirnya, Uhman dirawat ditangani dokter relawan Dedi hingga dia bisa sembuh. Sementara Neneng sendiri diminta berhenti berjualan agar bisa fokus merawat Uhman hingga bisa sembuh. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari, Dedi menanggungnya.

"Intinya kan suamiya sembuh. Kalau pola hidupnya seperti sekarang, kan tidak akan sembuh," kata Dedi.

Titi jual tahu dengan laba Rp 30.000 per hari  

Titi juga termasuk istri tangguh. Ia rela jalan kaki berjualan tahu dengan untung Rp 5 per biji. 

Warga Sukasari, Dawuan, Subang, ini berjualan tahu demi menghidupi keluarganya karena sang suami mengalami gangguan pikiran.

Saat berbincang dengan Dedi Mulyadi, Titi mengaku harus bangun pukul 04.00 WIB untuk memulai berjualan tahu. Per hari ia hanya mendapatkan Rp 30.000.

"Untuk saat ini, uang Rp 30.000 bagi Mak Titi itu sangat besar. Namun tetap tidak akan cukup untuk biaya sehari-hari," kata Dedi saat dikonfirmasi Kompas.com.

Dedi kemudian mengunjungi rumah Titi untuk bertemu suaminya yang disebut mengalami gangguan pikiran itu. Awalnya, suami Titi adalah bandar sapi dan kambing. Namun kini ia hanya diam di rumah dan sesekali ke sawah.

Akhirnya Dedi memberikan bantuan modal kepada Titi untuk beternak ayam.

https://regional.kompas.com/read/2020/08/06/09434171/kisah-istri-istri-tangguh-yang-jadi-tulang-punggung-keluarga-saat-suami

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke