Salin Artikel

Cerita Relawan Pemulasaraan Jenazah, Rela Tak Dibayar dan Isolasi Mandiri di Tangki Air

KUDUS, KOMPAS.com - Apa yang dikerjakan oleh tim pemulasaran jenazah Covid-19, relawan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah ini patut dijadikan teladan. 

Di tengah pagebluk virus corona yang mengacaukan sisi perekonomian masyarakat, mereka justru ikhlas mempertaruhkan segalanya meski tak satu koin uang pun mereka terima sebagai bayarannya.

Tak mudah memang untuk mencerna apa yang mendasari misi kemanusian mereka. 

Mengapa di masa yang susah bagi sebagian besar orang mencari duit, mereka mau melakoni pekerjaan yang membahayakan nyawa sendiri bahkan keluarga tanpa kompensasi uang. 

Toh jika mereka berkenan beralih, masih ada pekerjaan lain yang lebih menguntungkan.

"Semua demi harapan yang baik agar virus corona segera musnah dari bumi. Terserah orang mau bilang apa, kami ikhlas kok. Kalaupun ada uluran tangan dari pemerintah, kami akan lebih bersyukur," tutur Kristanto Eko Wibowo (39), salah satu petugas tim pemulasaran jenazah Covid-19 Kabupaten Kudus saat dihubungi Kompas.com melalui ponsel, Minggu (21/6/2020).

Panggilan jiwa

Kristanto, warga Desa Peganjaran, Kecamatan Bae, Kudus ini menilai apa yang telah ia kerjakan bersama rekan-rekan relawan Covid-19 bukan lah hal yang sia-sia

Ia yakin, di balik tugas sosial yang dijalani dengan amanah akan diganjar hikmah yang besar untuk dirinya, keluarga, dan tak terkecuali masyarakat.

Keputusan Kristanto untuk terjun sebagai relawan pemulasaran jenazah Covid-19 pun semata-mata hanya untuk meringankan beban masyarakat.

Sementara itu untuk urusan perut dan kebutuhan keluarga, dalam keseharian Kristanto bekerja serabutan  

"Takut tertular sih pasti, namun kekhawatiran itu hilang karena rasa ingin membantu menolong sesama. Meski tim pemulasaran jenazah tak dibayar, Alhamdulilah saya bisa mencukupi kebutuhan keluarga dengan kerja serabutan," kata Kristanto.

Sejak duduk di bangku SMA, Kristanto sudah aktif mengikuti kegiatan relawan bencana, sehingga jiwa kepeduliannya untuk lingkungan sekitar sudah tak perlu lagi diragukan.

Ia selanjutnya banting setir menjadi relawan pemulasaran jenazah Covid-19 karena panggilan jiwa memenuhi permintaan dari rumah sakit.

"Hingga akhirnya saya terpanggil menjadi relawan pemulasaran jenazah Covid-19 ketika banyak rumah sakit yang kesulitan menanganinya. Banyak yang takut dengan pekerjaan ini. Yang paling menyedihkan saat tidak ada tim dari desa yang ikut membantu di kuburan, sehingga harus sendiri yang menghuruk," ungkap Kristanto.

Sebulan tidur di tangki air

Meski telah memahami teknik pemulasaran jenazah Covid-19, Kristanto tak mau mengambil risiko untuk hidup berdekatan dengan keluarga kecilnya di rumah. 

Bapak dua anak ini sadar betul jika ada sedikit kesalahan pada pekerjaaanya itu akan rentan tertular virus corona. Sehingga, ia pun memilih membatasi aktivitas dengan keluarganya.

Kerinduan dan kehangatan dalam pelukan keluarga terpaksa ia kesampingkan untuk tujuan yang mulia.

"Saya mengerti, ketika saya bekerja memakai APD lengkap termasuk baju hazmat tak akan tertular. Tapi ini menyangkut nyawa keluarga, jadi lebih baik saya jauh-jauh dulu dengan keluarga. Rindu atau kangen itu pasti, namun bagaimana lagi," kata Kristanto.

Bahkan, menurut Kristanto, dirinya pernah tidak pulang ke rumah selama 28 hari untuk isolasi mandiri karena seringnya menangani pemakaman jenazah Covid-19 hingga ke luar kota.

Saat itu, dalam sehari ia beberapa kali menguburkan jenazah Covid-19 membantu pihak rumah sakit.

Akhirnya Kristanto memilih untuk menjalani isolasi mandiri di sebuah tangki air atau tandon air berukuran besar yang mangkrak di kantor BPBD Kudus.

"Inisiatif sendiri daripada membawa penyakit untuk anak, istri dan orangtua. Saya pun lebih banyak tidur di toren atau tangki air kosong berukuran besar di BPBD Kudus. Selama 28 hari, hampir sebulan tak pulang," tutur Kristanto.

Murni tak dibayar 

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Kudus Bergas Catursasi Penanggungan mengatakan, tim pemulasaran jenazah Covid-19 murni relawan yang tidak menerima honor. 

"Kasihan memang, tapi mereka adalah relawan yang berjiwa sosial tinggi. Umumnya sudah memiliki pekerjaan lain seperti buruh," kata Bergas.

Dijelaskan Bergas, saat ini tim pemulasaran jenazah Covid-19 Kabupaten Kudus berjumlah 10 orang relawan.

Namun, karena tingginya jumlah jenazah yang harus dimakamkan sesuai protokol Covid-19, anggotanya pun ditambah tiga orang.

"Tak hanya pasien positif Covid-19 yang dimakamkan sesuai protokol Covid-19, PDP dan lainnya juga. Sejak Juni pemulasaran di Kudus mengalami peningkatan," ujar Bergas.

https://regional.kompas.com/read/2020/06/23/05590031/cerita-relawan-pemulasaraan-jenazah-rela-tak-dibayar-dan-isolasi-mandiri-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke