Salin Artikel

Bengkulu Mampu Suplai Listrik 12,6 Persen Kebutuhan Nasional dari EBT

Artinya bila dioptimalkan potensi EBT di Bengkulu saja dapat memenuhi kebutuhan 12,6 persen listrik di Indonesia.

Hal ini terungkap dalam diskusi virtual mengusung tema, Beban Listrik, Potensi Energi Bersih dan Peluang Desentralisasi Energi, diselenggarakan Yayasan Kanopi Hijau, di Bengkulu, Sabtu (20/6/2020).

Sebelumnya dalam diskusi tersebut Program Manager Energy Transformation Institute for Esential Service Reform (IESR) Jannata Giwangkara menungkapkan EBT di Provinsi Bengkulu mencapai 7.297 megawatt (MW) atau 7,2 gigawatt (GW) namun potensi energi terbarukan itu baru dimanfaatkan sebesar 259 MW dan penggunaannya didominasi pembangkit listrik tenaga air.

"Berdasarkan studi yang dilakukan pada 2018, potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai 431.745 MW, namun kapasitas terpasang atau yang baru dimanfaatkan untuk listrik hanya 6.830 MW," ujarnya.

Menurutnya, potensi energi terbarukan di Indonesia belum dikembangkan dengan optimal bila dibanding negara ASEAN lainnya, terutama Vietnam yang dalam dua hingga tiga tahun terakhir telah membangun 3 GW energi terbarukan.

Sementara secara global di seluruh dunia pada 2009 hingga 2019, rata-rata pembangkit yang ditambahkan lebih besar energi terbarukan khususnya tenaga surya, angin dan air, seperti yang dilakukan China, India, Amerika dan Jerman.

"China mampu membangun 65 GW dalam setahun, kapasitas ini setara dengan seluruh pembangkit di Indonesia," ucapnya.

Potensi energi terbarukan di Bengkulu

Sementara itu, dosen Fakultas Teknik Universitas Bengkulu Khairul Amri mengatakan pengembangan energi listrik di Bengkulu harus diarahkan ke energi terbarukan karena potensinya tinggi sekaligus pertimbangan pelestarian lingkungan hidup.

Namun, kata dia, yang menjadi tantangan adalah teknologi di Indonesia tertinggal dari negara lain seperti China dan India.

"Di sini pemerintah perlu berperan untuk mendukung pengembangan teknologi yang fokus pada pengembangan energi terbarukan," katanya.


Ia menjelaskan, berdasarkan proyeksi dari ESDM untuk periode 2019 hingga 2023, Indonesia akan membutuhkan listrik sebesar 173 GW di mana sumber listrik fosil PLTU batu bara mencapai 51 GW, dan PLTGU 61 GW, sementara tenaga air sebesar 34 GW, panas bumi 9 GW maka total EBT baru 50 GW.

"Artinya dalam 10 hingga 15 tahun ke depan, bauran energi terbarukan hanya 30 persen dari total pembangkit secara nasional," katanya.

"Provinsi Bengkulu memiliki sumber energi yang cukup beragam. Sumber energi yang cukup penting dan banyak digunakan saat ini adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang berskala besar seperti PLTA Musi yang mempunyai daya terpasang sebesar 3 x 70 MW (210 MW), yang mampu membangkitkan energi listrik sebesar 1,140 GWh/tahun dan merupakan PLTA besar pertama yang terdapat di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu," katanya kepada Kompas.com. 

"Ada juga PLTA Tes dengan daya 2 x 600 KW yang terdapat di Kabupaten Lebong (PT. PLN Wilayah Sumbagsel, 2011). Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) merupakan salah satu energi terbarukan, disamping ada juga potensi energy terbarukan yang lain seperti tenaga panas bumi, energi surya, energi angin dan biomassa," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu Sumardi mengatakan kebijakan pembangunan energi yang tersentralisasi di pemerintah pusat membuat legislatif sulit megontrol kebijakan pengembangan energi di daerah.

"Kebijakan secara nasional harusnya menutup pintu untuk pembangkit yang merusak lingkungan seperti PLTU batubara dan mengembangkan energi yang dampak lingkungannya tidak terlalu besar," ujarnya.

Seharusnya tinggalkan batu bara

Politisi Partai Golkar ini menilai pembangunan energi seharusnya bersandar pada potensi daerah seperti Bengkulu yang kaya potensi energi surya, air dan gelombang laut.

Sedangkan proyek energi fosil seperti PLTU batubara seharusnya tidak lagi dikembangkan karena fakta di lapangan meninggalkan kerusakan yang masif seperti bekas pertambangan di wilayah hulu-hulu sungai.

"Kami di DPRD sepakat proyek PLTU batu barabaru tidak perlu ditambah lagi di Bengkulu, kalau pun menambah pembangkit arahkan seluruh investor ke energi terbarukan," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Yayasan Kanopi Bengkulu Ali Akbar mengatakan perlu kemauan politik yang kuat dari pemerintah untuk mengembangkan energy terbarukan, sebab politisi yang ada saat ini berada pada pihak pendukung energi fosil.

Hal ini menurut Ali ditunjukkan dengan semangatnya anggota DPR-RI mengesahkan UU mineral dan batu bara yang memberikan karpet merah pada pengusaha energi fosil khususnya batubara.

"Dukungan politik untuk energi terbarukan ini perlu diperkuat sehingga pengembangannya bisa masif tapi melihat kondisi saat ini politisi negeri ini adalah para pendukung energi fosil," demikian Ali.

https://regional.kompas.com/read/2020/06/22/11323811/bengkulu-mampu-suplai-listrik-126-persen-kebutuhan-nasional-dari-ebt

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke