Salin Artikel

Kisah Para TKI yang Telantar dan Ingin Pulang

Mereka kemudian diselamatkan oleh polisi yang sedang patroli pada Jumat (1/5/2020).

Sekitar pukul 10.00 WIB, para petugas melihat belasan orang berkumpul di hutan bakau sambil membawa banyak barang.

Kepada petugas kepolisian, mereka mengaku ditipu tekong kapal yang berjanji akan membawa mereka pulang dari Malaysia ke Indonesia.

Kondisi mereka sangat memprihatinkan karena sudah dua hari dua malam tidak makan karena ditelantarkan.

Mariana (54), salah satu TKI yang telantar di hutan bakau itu, bercerita telah membayar sejumlah uang ke tekong kapal tersebut agar bisa dibantu diseberangkan dari Malaysia.

Namun, setiba di hutan bakau, mereka disuruh turun dan tak dijemput kembali oleh sang tekong kapal.

Mariana memilih pulang ke kampung halamannya karena sudah tidak lagi bekerja sejak Malaysia memberlakukan lockdown.

"Sudah dua hari diturunkan kapal tekong di sana. Pas di sana katanya ada kapal lagi yang mau jemput kami, makanya kami mau diturunkan di sana. Ada tiga kali kami dioper ke kapal lain di tengah laut sejak dari Malaysia," ungkap Mariana.

Para TKI asal Asahan dan Tanjung Nalai tersebut kemudian dievakuasi dan Kota Tanjung Balai. Setelah dicek kesehatan dan disemprot disinfektan, mereka dipulangkan kembali ke rumahnya masing-masing.

Sebanyak 17 TKI diamankan setelah tiba di TPI Bagan Baru, Tanjung Bali, Asahan, dengan menumpang kapal pukat tarik dari Pulau Sikincan, Malaysia.

Saat di tengah laut Malaysia, rombongan dibagi ke tiga unit boat nelayan Malaysia. Satu kapal mengangkut lima hingga enam orang TKI ilegal.

Lagi-lagi mereka kembali dioper ke empat boat nelayan Indonesia untuk dibawa ke Asahan.

"Dari tengah laut itu, lama pelayaran selama tiga jam ke Tanjung Balai Asahan dan para TKI diturunkan di TPI Bagan Baru, Kecamatan Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, berjumlah 17 orang," kata Kapolres Tanjung Balai AKBP Putu Yudha Prawira, melalui aplikasi percakapan WhatsApp, Senin (13/4/2020) sore.

Mereka kemudian menjalani karantina di Gedung Olah Raga Jalan DI Panjaitan, Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Sei Tualang Raso, Kota Tanjung Balai, sambil menunggu penjemputan dari pemerintah daerah asal TKI.

Padahal, sehari sebelumnya, Selasa (28/4/2020), 72 TKI ilegal dari Malaysia ditemukan telantar di pinggir Sungai Ludam, Kabupaten Asahan.

Mereka ditinggalkan begitu saja oleh kapal yang mengangkutnya dari Malaysia.

"Mereka dari Malaysia mau ke Indonesia melalui laut Asahan. Mereka ditinggalkan begitu saja oleh beberapa unit kapal yang tidak diketahui identitasnya di pinggiran pantai Sungai Ludam, Kabupaten Asahan," kata Putu saat dikonfirmasi, Rabu (29/4/2020).

Mereka kemudian diperiksa kesehatannya dan diserahkan ke Posko Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 Kota Tanjung Balai.

Setelah dinyatakan sehat, mereka akan dipulangkan ke rumahnya masing-masing.

Sebanyak 47 TKI tersebut berencana pulang ke Lombok, Aceh, dan Cilacap.

Mereka terpaksa berkumpul di pinggir pantai pada dini hari karena kedatangan mereka ditolak oleh masyarakat setempat.

Mereka diketahui masuk ke Indonesia dari Malaysia melalui perairan Teluk Mata Ikan Nongsa, Batam, Kepulauan Riau.

Oleh petugas, 47 TKI itu dievakuasi ke Pangkalan Armada Bakamla Zona Barat di Jembatan Dua Barelang menggunakan Kapal Katamaran 508.

Kesehatan mereka kemudian diperiksa di dermaga Bakamla Zona Maritim Barat sebelum diserahkan ke petugas ksehatan wilayah untuk ditangani sesuai dengan penanganan Covid-19.

Sebagian besar tempat kerja mereka ditutup dan ada sekitar 1 juta pekerja migran asal Indonesia kini terancam kelaparan.

Opsi pulang ke Indonesia juga bukan pilihan, karena baik pemerintah Indonesia maupun Malaysia menutup akses pulang ke kampung halaman.

Mereka juga tak memiliki pemasukan saat uang hasil bekerja tidak akan cukup untuk membeli makan jika pandemi corona terus berlanjut.

Agung (30), salah seorang TKI, mengatakan, hingga sekarang dirinya bertahan dengan kondisi serba sulit.

Dia bertahan hidup dengan mengonsumsi mi instan dan telur di tempat tinggal yang diperuntukkan bagi para pekerja konstruksi. Kondisi tempat tinggalnya juga jauh dari layak.

Sebagai kuli bangunan di proyek pembangunan perkantoran, dia bisa mendapatkan upah 2.000 ringgit atau Rp 7,15 juta (kurs Rp 3.576) dalam sebulan.

Namun, saat ini dirinya belum mendapatkan bayaran lagi karena proyek tempatnya bekerja ditutup sementara sejak 18 April.

"Saya tidak tahu apa yang akan terjadi setelah itu (makanan habis). Saya belum bisa mengirimkan uang selama dua bulan ke kampung. Untuk sekarang memang ada makanan, tapi saya tidak tahu berlama akan bisa bertahan," kata Agung yang juga mengkhawatirkan istri dan anaknya yang tinggal di pinggiran Kota Medan, Sumatera Utara.

Agung adalah salah satu dari 2,5 juta TKI dengan upah rendah di Malaysia.

Di Indonesia, pemerintah juga sudah menegaskan melarang orang untuk mudik. Pemerintah Indonesia juga menyarankan TKI tak kembali ke kampung halaman untuk sementara waktu hingga situasinya membaik.

Mahfud Budinono, koordinator NU di Malaysia, mengatakan, ada 700.000 pekerja migran Indonesia yang tercatat secara resmi.

Selain itu ada 1,5 juta pekerja asal Indonesia yang masuk tanpa dokumen resmi yang bekerja di sektor konstruksi, restoran, tenaga kebersihan, dan sebagainya.

Hampir semua TKI tersebut dirumahkan sementara tanpa bayaran. Bahkan, ada sekitar 400.000 orang yang terancam harus keluar dari rumah kontrakannya karena tak sanggup membayar sewa.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Dewantoro, Hadi Maulana | Editor: Aprillia Ika, Abba Gabrillin, Muhammad Idris)

https://regional.kompas.com/read/2020/05/02/13300041/kisah-para-tki-yang-telantar-dan-ingin-pulang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke