Salin Artikel

RSUD Leuwiliang Bogor Bantah Viralkan Data Pribadi Warga Berstatus ODP

Direktur Utama RSUD Leuwiliang drg Hesti Iswandari mengatakan bahwa pihaknya sama sekali tidak pernah menyebarkan data pribadi pasien, apalagi sampai memviralkan dokumen rumah sakit.

Hesti juga menegaskan bahwa rumah sakit tidak pernah mendiagnosis ZA sebagai seorang yang terjangkit virus corona.

"Saya tidak pernah mengeluarkan diagnosa suspect Corona, enggak ada sama sekali," kata Hesti kepada Kompas.com lewat sambungan telepon, Selasa (24/3/2020).

Jika merujuk pada potongan dokumen tersebut, lanjut Hesti, nomor urut pasien tidak sesuai.

Ia pun menyebut, artinya data tersebut harus dipertanyakan keaslian dan sumbernya berasal dari mana.

"Itukan no 20 ya di kertas tapi saya buka di sini yang bersangkutan (ZA) nomornya bukan begitu, memang pasien kita, tapi nomornya beda. Artinya itu data dari siapa dan dari manakan bisa dipertanyakan," ungkapnya.

Sampai saat ini pihak rumah sakit juga telah melakukan tracing terhadap para tenaga medis perihal dokumen yang tersebar itu.

Ia mengaku, pengaduan dari warga berinisial ZA terkait pelayanan yang tidak sesuai itu akan ditindaklanjuti.

"Makanya sekarang saya tetap masih tracing nih bagaimana awal mulanya (tersebar), mulai dari IGD saya tanya siapa yang menyebarkan seperti itu artinya kita kan juga berupaya," terangnya.


Warga jangan panik jika ada ODP corona

Hesti menjelaskan, sejak awal pihaknya wajib melapor data tersebut dan kemudian diserahkan kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor untuk lanjutan layanan rumah sakit.

Data tersebut diberikan untuk kepentingan penelusuran kontak yang pernah mengunjungi atau tinggal di daerah yang diketahui merupakan daerah penularan virus.

"Data laporan itukan hanya ke Dinkes yang program gercep (gerak cepat) itu, masalah tersebar kita enggak tahu, kok bisa sampai tersebar karena kita hanya memberikan laporan ke sana," ungkapnya.

Hesti mengaku akan meluruskan pemahaman soal data dan orang yang berstatus ODP kepada keluarga ZA.

Sehingga, masyarakat jangan terlalu panik jika ada informasi warga yang berstatus ODP virus corona. 

Bekerja di Jakarta menggunakan KRL

Meski demikian, ZA harus tetap menjalani pemantauan, karena memiliki riwayat kontak dengan wilayah yang diketahui merupakan daerah penularan virus corona seperti Jakarta.

Jadi artinya, ZA memiliki mobilitas tinggi karena bekerja di Jakarta menggunakan kereta KRL, meskipun tidak termasuk dalam kriteria yang terkonfirmasi tertular virus corona.

"Sekarang itu banyak yang ke RS dengan keluhan batuk, pilek. Kita juga tanya ada enggak kontak dengan orang lain, jadi sekarang itu enggak harus ke luar negeri. Karena di Jabar dan Jabodetabek sudah dinyatakan red zone terutama Kabupaten Bogor. Siapa yang pernah kontak dengan penderita maupun di luar rumah yang banyak kerumunannya bisa ODP," ungkapnya.

"Jadi siapapun bisa membawa karier seorang itu, untuk yang komplain ini kan datang batuk, pilek setelah diperiksa normal (negatif) tapi pas ditanya ada kontak apa enggak pengakuannya dia kerja di Jakarta riwayat dia sering naik KRL kan kemungkinan dia terpapar karena mobilitasnya tinggi jadi dia ODP," sambungnya.

Menurutnya, jika memang ZA sampai dikucilkan di lingkungan sekitar berarti masyarakatnya belum paham. Sehingga perlu dilakukan sosialisasi dan promosi kesehatan.

"Yah wajarlah masyarakatkan belum paham banget, jadi seolah-olah kalau ODP langsung berasa dapat azab, jadi aib di masyarakat, seolah-olah dikucilkan sebenarnya sih jangan begitu," ungkap dia.


Status ODP corona, dipantau 14 hari

Dia menambahkan, pemantauan terhadap ZA dan keluarganya akan dilakukan selama 14 hari terhitung sejak ia melakukan pemeriksaan pada Kamis (19/3/2020)

Nantinya, kata dia, yang bersangkutan akan di monitor setiap hari oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di mana ia berdomisili.

"Kalau ODP itu bukan berarti dia langsung menularkan segala macam penyakit, jadi pemahamannya saja yang harus diluruskan artinya ini ZA kita akan tracing juga keluarganya yang serumah kita adakan rapid test. Justru ini kita baik mempermudah mereka," terangnya.

Sebelumnya diberitakan, Seorang warga di Kabupaten Bogor, Jawa Barat berinisial ZA merasa dirugikan setelah data hasil pemeriksaan rumah sakit tersebar di media sosial WhatsApp.

Dalam informasi yang beredar, ZA disebut sebagai pasien virus corona atau Covid-19.

Padahal, rumah sakit menyatakan bahwa ZA berstatus orang dalam pemantauan (ODP).

https://regional.kompas.com/read/2020/03/25/13143941/rsud-leuwiliang-bogor-bantah-viralkan-data-pribadi-warga-berstatus-odp

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke