BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Sido Muncul
Salin Artikel

Operasi Mata Gratis Bebaskan Tukang Ojek hingga Lansia dari Katarak, Begini Kisahnya!

KOMPAS.com - Salah satu ruang di Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih Bandung penuh pasien siang itu, Selasa (10/3/2020). Mata para pasien berbalut perban pasca operasi katarak.

Usia pasien operasi katarak itu rata-rata 50 hingga 70-an tahun. Namun, di antara mereka ada sosok yang berbeda, tampak usianya lebih muda dibandingkan yang lain.

Fisiknya lebih muda dibanding yang lain. Perawakannya kurus dan urat-uratnya lengannya tampak menyembul dari balik kulit gelapnya. Gambaran sosok pria pekerja keras.

Namanya Suherman (38). Pria asal Garut Jawa Barat itu tampak sedang memejamkan mata. Tangannya masih bergetar. Sementara mata kanannya masih tertutup perban.

Ya, pria berkaos biru itu juga baru selesai menjalani operasi katarak.

“Ngilu sama perih, puyeng ini. Pengennya sih istirahat berbaring,” katanya sambil memijat kepala.

Sesekali ia berbincang dengan pasien lain untuk mengalihkan rasa sakit.

Suherman datang sendiri karena istrinya sedang menjaga anak-anak di rumah. Namun, ini tak menyurutkan tekadnya.

“Mau sama orang lain enggak ada yang mau. Harus saya yang melakukan sendiri. Berangkat sendiri,” katanya penuh semangat.

Sebagai tulang punggung keluarga, sehari-hari ia bekerja sebagai tukang ojek. Sesekali ia juga mencari pemasukan sampingan dengan berkebun.

Sejak 2014, Suherman mengeluh buram dan tidak enak pada mata kanannya. Namun, ia coba abaikan rasa itu dan tetap bekerja seperti biasa.

“Pas ngojek kalau tengah hari gitu, jalannya agak gimana gitu. Rabun,” kata Suherman.

Hingga pada 2016, ia terdorong memeriksakan diri ke rumah sakit karena rabun di matanya mulai mengganggu kegiatan.

Seperti petir di siang hari, ia terkejut saat dokter mendiagnosa dirinya terkena katarak pada usia 34 tahun.

“Pas kontrol, harus segera ditindak katanya. Cuma waktu kontrol kemarin enggak ada waktu. Enggak ada ada duit,” katanya.

Ya, penghasilan dari ngojek dan berkebun selalu habis untuk kebutuhan sehari-hari. Apalagi, dua anaknya masih berusia 4 tahun dan 13 tahun yang butuh banyak biaya.

“Kalau saya enggak kerja gitu ya, anak istri saya mau makan apa. Istri saya ibu rumah tangga,” katanya.

Empat tahun berjalan, ia tetap pasrah dan bekerja demi mengisi periuk nasi. Hingga pada Februari 2020, datanglah informasi operasi katarak gratis.

“Ada Pak RT sama Pak RW ke rumah ngasih tahu. Katanya, bapak sakit mata? Saya jawab, iya. Sekarang aja pak mumpung ada operasi gratis. Ya buat apa kata saya gitu,” katanya.

Ketika mendengar kata operasi Suherman memang sempat ragu, tapi dorongan keluarga membuat langkahnya mantap demi kembali sehat. Sekarang ia mengaku lega operasi telah berhasil.

“Kalau besok lusa udah enggak apa-apa, ya saya ngojek lagi. Paling juga seminggu lah (kembali ngojek),” katanya bersemangat.

Dengan lensa mata baru, ia ingin bekerja lebih keras demi keluarga dan tak sabar ingin pulang ke rumah.

“Pengen cepat pulang sama Kapolres ditungguin. Mungkin lagi di luar sekarang,” katanya mengakhiri pembicaraan.

Saat berbincang dengan terbata, senyum tak henti terpancar dari rautnya. Meski sesekali, ia menahan perih sembari memejamkan mata.

Rupanya, ia satu-satunya penderita katarak dari Subang yang lolos pemeriksaan kesehatan sebagai syarat operasi.

“Karena semuanya sehat. Jantung (dan tubuh secara keseluruhan) semua sehat,” katanya.

Meski fisik sudah tak muda, keseharian Darsih masih aktif bekerja. Ia juga memasak untuk suaminya setiap hari.

“Kegiatannya di sawah weh sendiri dari pagi sampai dzuhur. Di rumah masak pakai kayu, urus suami udah sepuh,” katanya.

Berawal dari lima tahun lalu, banyak kotoran mata muncul setiap pagi. Kemudian, matanya terasa perih saat keringat mengucur.

“Asal-asalnya dari keringat perihnya. Terus kalau panen itu debu padinya suka masuk. Kan ngebul,” katanya.

Ia merasakan kelilipan yang tak berkesudahan dan muncul selaput putih di mata, sehingga ia memeriksakan mata ke dokter enam bulan lalu. Hasilnya, mata Darsih di diagnosa katarak.

“Asa aya nu ngahalangan kitu. Iyeu enteu pati awas. Asa nu ngahalangan jadi enteu lihat, oge rada surem.

(Rasa ada yang menghalangi (di mata). Ini (matanya) tidak terlalu melihat. Rasa ada yang menghalangi (di mata) jadi enggak melihat, juga agak buram),” katanya dengan campuran bahasa Sunda.

Setelah sekian lama menahan penderitaan, kini Darsih bersyukur matanya bisa di operasi. Kebahagiaan pun memancar dari guratan wajahnya.

“Bahagia. Terima kasih ka Polri, Polda Jabar, oge (juga) Sido Muncul sudah adakan kegiatan ini,” ucap Darsih menutup kisahnya.

Angka tersebut terus meningkat 1 persen setiap tahun. Bahkan Direktur PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. Irwan Hidayat mengatakan, usia pasien katarak semakin muda karena faktor gizi.

“Yang saya temui ya selama hampir 10 tahun, itu rata-rata penderitanya usia 40 ke atas. Sampai 50 itu sudah buta. Padahal kalau orang yang hidup gizinya baik, kemudian standar hidupnya baik, ya biasanya umur 65 itu baru mulai,” jelas Irwan.

Keprihatinan ini menjadi motivasinya dalam melayani kesehatan masyarakat pra sejahtera melalui penyelenggaraan operasi katarak gratis.

Setelah Balikpapan, kini pelaksanaan acara di RS. Bhayangkara Sartika Asih Bandung dengan menggandeng Sumber Daya Manusia (SDM) Polri. Tercatat, 70 pasien katarak berhasil di operasi.

“Untuk kota-kota lain ada lah. Tahun ini pokoknya kami targetnya itu (mengoperasi) 12.000 sampai 13.000 (mata) supaya bisa membantu masyarakat. Tapi yang kami pilih nanti sesuai arahan Prof. Nila itu adalah kota-kota yang padat penduduk karena itu banyak sekali penderitanya,” kata Irwan.

Bersama Asisten Kapolri bidang SDM (As SDM Polri) Irjen. Pol. Prof. Dr. Eko Indra Heri., M.M., Irwan juga meyerahkan secara simbolis bantuan kepada para pasien operasi katarak.

https://regional.kompas.com/read/2020/03/11/19223011/operasi-mata-gratis-bebaskan-tukang-ojek-hingga-lansia-dari-katarak-begini

Bagikan artikel ini melalui
Oke