Salin Artikel

Erupsi Gunung Merapi dengan Kolom Abu 6.000 Meter Disebabkan Tekanan Gas

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Hanik Humaida, mengatakan penyebab erupsi Gunung Merapi ini karena dorongan gas.

"Kalau yang dulu-dulu freatik itu gas murni tidak ada material magmatis, yang ini kan sudah sejak bulan Agustus 2018 sudah keluar magmanya. Tetapi dominan masih gas," ujar Hanik Humaida, Selasa (03/03/2020).

BPPTKG Yogyakarta mencatat tinggi kolom erupsi Gunung Merapi tercatat kurang lebih 6 kilometer. Hal ini menunjukan tekanan gas yang besar.

"Tekanan gasnya lebih besar dari yang kemarin," ungkapnya.

Hanik mengatakan material yang dihembuskan saat letusan terjadi juga didominasi gas.

"Jadi ini merupakan erupsi tunggal. Seperti kemarin dominasi erupsi adalah erupsi gas," sebut Hanik.

Erupsi Gunung Merapi ini tercatat di seismogram dengan amplitudo 75 milimeter. Sementara durasi tercatat 450 detik.

Awan panas guguran ke arah hulu Kali Gendol dengan jarak maksimal 2 kilometer.

"Jadi masih ke arah bukaan kawah," tegasnya.


Menurutnya, kejadian letusan semacam ini masih dapat terus terjadi. Hal ini sebagai indikasi suplai magma dari dapur magma masih berlangsung.

Ancaman bahaya letusan ini berupa awan panas yang berasal dari bongkaran material kubah lava dan lontaran material vulkanik dengan jangkauan 3 kilometer berdasarkan volume kubah yang sebesar 396.000 m3 berdasarkan data drone 19 November 2019.

"Status masih sama, waspada. Radius bahaya juga masih sama, 3 kilomter dari puncak Gunung Merapi," ungkapnya.

Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa di luar radius 3 kilometer dari puncak serta mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik.

https://regional.kompas.com/read/2020/03/03/10365551/erupsi-gunung-merapi-dengan-kolom-abu-6000-meter-disebabkan-tekanan-gas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke