Salin Artikel

Potret Toleransi di Jember, 8 Agama Ikut Hadir dalam Perayaan Imlek

JEMBER, KOMPAS.com – Ada suasana yang tak biasa di Tempat Ibadat Tri Dharma (TITD) Pay Lien San di Dusun Karangasem, Desa Glagahwero, Kecamatan Panti, Sabtu (25/1/2020).

Biasanya pengunjung yang datang hanya dari kalangan umat Konghucu, Taoisme dan Budha untuk beribadah.

Namun, di hari raya Imlek ini, umat agama lain datang, seperti Muslim dan Kristen, Katolik, Hindu, aliran kepercayaan Sapto Dharma, dan Kejawen.

Awalnya, tempat ibadah ini merupakan rumah pribadi milik warga. Lalu, menjadi vihara yang berdiri sekitar tahun 1950-an.

Seiring semakin banyaknya umat yang beribadah, namanya berubah menjadi TITD.

Karena, ada umat agama Taoisme dan Konghucu yang beribadah.

Di depan tempat ibadah ini, berdiri Masjid Albarokah, jaraknya sekitar lima meter. Menariknya, warga memelihara kerukunan dan menerapkan sikap toleransi dalam beragama.

“Kalau di masjid sedang shalat, kami ada jadwal doa, kita mundur atau maju jadwalnya,” kata , Wakil Ketua TITD Pay Lien San, Jap Swie liog atau Hery Nofem Stadiono, pada Kompas.com di lokasi.

Begitu juga sebaliknya, ketika TITD sedang menjalankan sembahyang, warga Muslim juga memberikan toleransi. Kerukunan ini juga sudah terbangun bertahun-tahun.

Bahkan, petugas kebersihan dan penjaga tempat ini merupakan umat agama Katolik dan Muslim.

Menurut dia, perayaan Imlek kali ini dihadiri oleh forum Silaturahmi Antar Umat Beragama Seluruh Elemen Masyarakat (Sila Emas) dan Komunitas Save NKRI.

“Imlek menjadi wadah bersilaturahmi saling memaafkan, menghilangkan masa lalu yang pernah terjadi dihapuskan, diisi yang baru,” paparnya.

Dua petugasnya beragama Islam dan Katolik

Miroso, petugas kebersihan tempat ibadah Pay Lien San ini merupakan warga sekitar yang beragama Islam.

“Saya sudah lama, sekitar tahun 1986, saya orang Muslim,” katanya.

Menurut dia, banyak warga Nahdlatul Ulama di lingkungan sekitar. Mereka menerapkan toleransi sudah sejak lama.

Koh Ing atau Gunawan Adi Wijaya, merupakan petugas TTID yang beragama Katolik. Dia sudah sekitar empat tahun bekerja di sana.

Meskipun berbeda agama, tetap menjaga keharmonisan.

“Tugas saya melayani ummat, meskipun saya Katolik, tetap rukun,” tuturnya.

Wadah saling mengenal dan memperkuat persaudaraan

Romo Hendrik Kusdini, Pastor Gereja Katolik Hati Tersuci Santa Perawan Maria menambahkan, momentum Imlek menjadi waktu yang tepat untuk memelihara kerukunan umat beragama.

“Ini untuk memperkuat, memperteguh kerukunan warga NKRI,” tuturnya.

Selama ini, kata dia, isu yang terdengar banyak yang ingin memecah belah NKRI atas nama agama.

Cara untuk mengatasi perpecahan itu bisa melalui silaturahmi ketika ada perayaan seperti hari raya Imlek.

“Ke depan semua hal yang merusak persaudaraan bisa diatasi dengan cara seperti ini,” ujarnya.

Sebab, bila tidak ada wadah untuk saling bertemu, maka tidak bisa mengenal satu sama lain.

“Ini bisa mengenal satu sama lain lebih dalam, agar tidak ada kecurigaan,”ujarnya.

Sementara itu, Hasan, Takmir Masjid Albarokah yang ada di depan TTID menambahkan, pihaknya sudah saling memahami dan menyadari tentang toleransi beragama.

“Seperti ada haul Gus Dur yang diadakan Klenteng ini, Para kiai juga diundang untuk tahlilan,” tuturnya.

Prinsipnya, kata dia, kerukungan beragama sudah bukan pada ranah teori di lingkungan warga. Namun, sudah diterapkan sejak lama.

“Kami saling menjaga, mewujudkan toleransi,” tambahnya.

Pelajar juga ikut belajar merawat toleransi

Para pelajar juga datang ke TTID Pay Lien San untuk belajar cara merawat toleransi.

Mereka berasal dari SMK dr Soebandi, SMK Pahlawan, Pemuda GKJW, SMA Pahlawan, IAIN Jember.

“Ini momentum bagi anak-anak, untuk praktik pelajaran kebhinekaan,” kata Dwi Wahyuni, guru PPKN di SMK dr Soebandi yang juga pengurus komunitas peace leader.

Selama ini, para pelajar sudah punya koridor untuk mengenal keberagaman yang ada.

Namun, mereka tidak berani melangkah karena tidak ada wadahnya.

“Mereka sudah tahu kelenteng, tapi untuk mengenalkannya bagaimana, kami mendampingi 40 anak-anak untuk mengenalkan keberaman,” ucapnya.

Harapannya, para pelajar tersebut tidak hanya sekedar tahu tentang keberagaman. Tapi juga bisa menerapkan dalam keseharian di lingkungan.

“Karena dengan bisa menerima, bisa menjadi insan yang mulia,” ujarnya.

https://regional.kompas.com/read/2020/01/25/15455371/potret-toleransi-di-jember-8-agama-ikut-hadir-dalam-perayaan-imlek

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke