Salin Artikel

Viral Iuran bagi Warga Non-Pribumi di Surabaya: Pemkot Temui RT-RW Bangkingan, Ini Hasilnya

SURABAYA, KOMPAS.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengambil sikap soal Surat Keputusan RW 003 Kelurahan Bangkingan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya, Jawa Timur, yang mengatur iuran dengan istilah pribumi dan non pribumi.

Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan dan Otonomi Daerah Kota Surabaya, Kanti Budiarti mengatakan, Pemkot Surabaya telah menggelar pertemuan bersama pihak RT, RW, LPMK, kelurahan dan kecamatan setempat, untuk membatalkan surat keputusan tersebut.

"Kemarin (Selasa, 21/1/2020), rapat RW bersama LPMK dan RT, disepakati membatalkan aturan (Surat Keputusan) tersebut," kata Kanti, di Surabaya, Rabu (22/1/2020).

Sebenarnya, kata Kanti, saat pembentukan pengurus, pihak RW setempat sebelumnya sudah diingatkan dan dibekali peraturan daerah (perda) dan peraturan wali kota (perwali) yang mengatur ketentuan sumber dana yang bisa dikelola RT RW.

Di samping itu, sejak pembentukan RT RW yang baru, Pemkot Surabaya telah memberikan surat edaran dan melakukan sosialisasi terkait perda dan perwali yang mengatur tupoksi maupun pengelolaan sumber dana di tingkat RT-RW.

Seharusnya, menurut Kanti, masing-masing RW juga sudah paham terkait Perda No 4 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan RT, RW dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK).

"Kemarin itu kami keliling di 31 kecamatan, RT/RW, LPMK yang baru itu, periode 2020-2022 yang kami lakukan pelantikan. Artinya, RT-RW yang baru sudah kami kasih wawasan dan pembekalan," ujar dia.

Meski begitu, pihaknya tetap mengimbau seluruh pengurus RT maupun RW, ketika menetapkan hal yang menyangkut warga, supaya berkoordinasi dengan lurahnya masing-masing.

Sehingga tidak sampai terjadi kekeliruan dan lurah juga dapat membantu memonitor.

"Sebaiknya sebelum diterapkan, konsultasi dulu dengan kelurahan. Lurah nanti bisa mengawasi dan mengarahkan," tutur dia.

Ke depan, ia memastikan akan rutin memberikan pembinaan kepada para pengurus RT-RW ketika rapat berkala di masing-masing kelurahan dan kecamatan.

"Itu nanti kan forum untuk ketemu RT, RW dan lurah, berarti biar disampaikanlah, disosialisasikan supaya tidak terulang lagi di wilayah yang lain," ujar Kanti.

Dalam Perda Nomor 4 Tahun 2017 telah diatur ketentuan terkait dengan sumber dana yang bisa dikelola oleh RT-RW.

Di situ, lanjut Kanti, ada aturan-aturan yang jelas, salah satunya sumber dana yang sah, yang tidak mengikat, dari usaha-usaha lain dan dari anggaran pemerintah daerah.

Di samping itu, kata Kanti, dalam perda 4/2017 itu juga mengatur ketentuan bahwa lurah setempat juga ikut membantu mengawasi terkait dengan pungutan-pungutan warga.

Karena itu, ia meminta agar jangan sampai ada pungutan yang membebani masyarakat. Sebab, saat ini biaya administrasi kependudukan sudah tidak ada alias gratis.

"Artinya pemerintah kota kan semua pelayanannya gratis, jadi RW jangan sampai membebani warga," kata dia.

Surat edaran itu sebelumnya sudah menyebar di media sosial melalui Twitter dan WhatsApp, hingga mendapat cukup banyak perhatian publik.

Beberapa poin dalam surat edaran itu mengatur perbedaan jumlah iuran yang dibedakan antara pribumi dan non-pribumi.

Salah satu pengguna Twitter, @cittairlanie menanggapi aturan pungutan kepada warga non-pribumi yang tinggal di Kelurahan Bangkingan, Surabaya.

"Respons dari @SapawargaSby ini mengindikasikan bahwa di Surabaya, otoritas tingkat RT/RW boleh menarik pungutan jutaan rupiah untuk warga "non pribumi" yg pindah ke wilayah tsb atau mendirikan rumah/PT/CV di wilayah tsb," tulis akun @cittairlanie seperti dikutip Kompas.com.

"Penasaran, definisi "pribumi" di sini apa ya?" ujar pemilik akun tersebut.

https://regional.kompas.com/read/2020/01/22/20543651/viral-iuran-bagi-warga-non-pribumi-di-surabaya-pemkot-temui-rt-rw-bangkingan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke