Salin Artikel

Gerhana Bulan Penumbra, Ini Tradisi Unik Masyarakat di Berbagai Daerah

KOMPAS.com- Fenomena gerhana bulan penumbra terjadi pada Sabtu (11/1/2020) dini hari. Fenomena ini dapat diamati di seluruh wilayah di Indonesia.

Seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Kabid Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Hary Tirto Djatmiko mengatakan, gerhana bulan terjadi saat cahaya matahari terhalang oleh bumi.

Terjadinya gerhana juga merupakan akibat pergerakan dinamis posisi matahari, bumi dan bulan.

"Seluruh proses gerhana dapat dilihat di Asia, Eropa, sebagian besar Afrika, sebagian kecil Australia bagian barat dan Samudra Hindia," katanya.

Masyarakat Indonesia di berbagai daerah memiliki kepercayaan beragam mengenai fenomena gerhana bulan. Berikut tradisi unik di berbagai daerah saat terjadinya gerhana bulan:

Masyarakat Beo Wajur, Desa Wajur, Kolang, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki tradisi unik saat gerhana bulan terjadi.

Tradisi ini disebut Weleng Wulang. Weleng Wulang sendiri merupakan sebutan masyarakat setempat untuk peristiwa gerhana bulan.

Bagi mereka, gerhana bulan tidak berbahaya. Sebaliknya, masyarakat setempat percaya gerhana bulan mampu memberikan tanda-tanda rezeki dalam kehidupan masyarakat.

Saat gerhana bulan terjadi, mereka melakukan ritual adat berkumpul di rumah adat kampung setempat dan melakukan tradisi menabuh gendang serta gong. Masyarakat juga melantunkan nyanyian.

“Dulu nenek moyang dan orangtua-orangtua kami menyambut Weleng Wulang dengan penuh kegembiraan dan ceria karena tanda-tanda itu membawa berkah bagi hidup keluarga di masa akan datang,” jelas Theodorus Madur, seorang pemuka adat di Beo Wajur, Senin (19/11/2018).

Weleng Wulang dipercaya membawa tanda kebaikan dan keberhasilan dalam usaha mengolah pertanian.

Bagi masyarakat Jawa, gerhana bulan dimaknai hadirnya seorang raksasa atau buto yang memakan cahaya bulan.

Warga pun beramai-ramai membunyikan lesung serta kentongan dan berharap raksasa tersebut pergi.

Hingga saat ini tradisi tersebut masih dipercaya oleh beberapa masyarakat. Tak terkecuali warga Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.

Mereka menggelar gejog lesung saat terjadi gerhana pada Rabu (31/1/2018) lalu.

Warga memukul lesung dengan kayu hingga suara nyaringnya terdengar silih berganti. Beberapa orang juga memukul kentongan mengiringi berpadunya irama lesung dan kayu.

Mereka melantunkan shalawat dan tembang-tembang Jawa. Sejumlah warga lainnya bernyanyi sembari bertepuk tangan.

Selain melestarikan tradisi, tabuh lesung ini juga diyakini mempererat hubungan antarwarga. Sebab saat gerhana, mereka dapat berkumpul.

"Keercayaan (mengenai cerita raksasa) ini masih dipercaya, terlepas dari cerita itu, kami ingin melestariakn budaya," kata seorang warga Haryanto.

Warga di Pamekasan, Jawa Timur memiliki tradisi tak kalah menarik saat gerhana bulan terjadi.

Mereka membangunkan hewan ternak, membangunkan anak-anak-anak serta memukul-mukul pepohonan yang dianggap tidur.

Salah seorang warga Desa Sumber, Desa Lancar, Kecamatan Larangan Muslimah mengaku membangunkan ternak kambing dan ayam di kandangnya setelah mengetahui ada gerhana bulan.

"Kata kakek saya, gerhana bulan itu terjadi karena perasaan sakitnya bulan atas meninggalnya keturunan nabi. Maka seluruh mahluk, termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan harus dibangunkan untuk ikut merasakan duka pula," ungkapnya.

Tradisi tersebut, kata Muslimah, ada sejak dirinya masih kecil hingga saat ini usianya telah paruh baya.

Meski demikian, ia mengaku tradisi membangunkan ternak dan pepohonan tersebut sudah mulai punah.

Sumber: Kompas.com (Penulis : Markus Makur, Markus Yuwono, Taufiqurrahman, Mela Arnani | Editor : Aprillia Ika, Erwin Hutapea, Inggried Dwi Wehaswary)

https://regional.kompas.com/read/2020/01/11/11364391/gerhana-bulan-penumbra-ini-tradisi-unik-masyarakat-di-berbagai-daerah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke