Salin Artikel

"Saya Hidup dari Kanker, HIV itu It's Nothing"

Ia terjangkit dari suaminya seorang atltet golf. Beberapa tahun sebelum divonis HIV AIDS, sang suami pernah kecelakaan dan mendapat transfusi darah.

Diduga sang suami tertular dari transfusi darah.

Perempuan yang akrab dipanggil Arini itu bercerita bahwa suaminya adalah orang yang baik dan tidak dekat dengan kelompok berisiko HIV.

Satu bulan setelah divonis terjangkit HIV, tepatnya 23 September 2019, sang suami meninggal dunia dan mewariskan utang biaya perawatan senilai Rp 250 juta.

"Saat itu, saya tidak ada waktu untuk sedih, down, terpuruk. Saya blank. Saat itu saya hanya memikirkan suami saya yang perlu biaya dan perawatan," tutur perempuan kelahiran Surabaya, 11 November 1970 itu.

Arini pun bekerja keras untuk menutupi utang yang berhasil ia lunasi selama 2 tahun. Bukan hanya itu, Arini pun mempelajari virus HIV/AIDS dari dunia maya dan komunitas.

Ia kemudian menikah lagi dengan pria berkebangsaan Belanda yang negatif HIV dan ia terus mengonsumsi ARV agar tidak menularkan HIV kepada pasangannya.

Bahkan ia bercerita dengan mengonsumsi ARV secara rutin, ia bisa berhubungan seks dengan aman dan tidak menggunakan pengaman.

Karena faktor usia, Arini dan suaminya sepakat untuk tidak memiliki anak dan sepat untuk mengjadi orangtua angkat untuk anak-anak terlantar.

"Sejak tiga tahun sebelum menikah (dengan warga Belanda), saya undetected viral load," tutur lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya itu.

Ia dan anaknya tidak lagi konsumsi makanan yang mengandung gluten dan banyak konsumsi sayur serta buah.

Sebelum divonis HIV, Arini adalah seorang survivor kanker.

"Anak saya pencernaannya lemah, saya sendiri survivor kanker. Ketika saya (berhasil) hidup dari kanker, HIV itu it’s nothing," ungkap dia.

Sebagai Orang yang hidup dengan HIV (Odhiv), Arini mendapatkan pekerjaan yang layak dan memegang jabatan tinggi di salah satu perusahaan besar.

Tidak ada yang ia tutup-tutupi. Kepada rekannya di kantor, Arini membuka statusnya sebagai HIV positif.

Ia bercerita pernah sang atasan kantor meminta pesuruh perusahaan mengambil obat ARV di rumah saat meeting berjalan. Saat itu obat yang wajib dikonsumi oleh Arini tertinggal di rumah

"Jadi kalau perusahaan mau menggunakan potensi saya, mereka juga harus terima penyakit saya. Satu paket," imbuh lulusan SMAN 2 Kotabumi itu.

Ia kemudian melakoni gaya hidup sehat selama beberapa tahun dan membagikan pola hidup sehat ke kerabat sesama penderita HIV.

Menurutnya, kebanyakan Odhiv mengalami lemah pencernaan, terutama lambung maupun usus halus.

Hal tersebut mempengaruhi anxiety/mood swing, baik karena ESO maupun stres akibat pengaruh stigma dan diskriminasi lingkungan.

Gaya hidup sehat yang telah ia lakoni selama tahun tersebut kemudian ditulis di buku yang berjudul "Hidup Sehat Bebas Gluten".

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Reni Susanti | Editor: Fabian Januarius Kuwado)

https://regional.kompas.com/read/2019/12/02/06360021/-saya-hidup-dari-kanker-hiv-itu-it-s-nothing-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke