Salin Artikel

Mengenang Perjalanan Bongkahan Tanah Makam Tan Malaka, dari Kediri ke Sumatera

Tan Malaka adalah tokoh yang sejak awal mencita-citakan Indonesia merdeka dari kolonial Belanda.

Selain pernah diasingkan dan menjadi legenda aktivis politik bawah tanah selama bertahun-tahun, pria kelahiran 1897 ini juga menulis beberapa buku terkenal.

Buku yang berjudul Madilog adalah salah satu karyanya.

Tan Malaka meninggal dunia pada 21 Februari 1949 - jauh sebelum peristiwa politik 1965.

Disebutkan Tan Malaka dieksekusi tembak dengan kondisi terikat dan duduk di Kediri, Jawa Timur. Ia memperjuangkan Persatuan Perjuangan dengan orang-orang dan kelompok yang seide dengannya.

Hari itu, bongkahan tanah dari makam Tan Malam di Kediri ditempatkan dalam sebuah peti yang dilapisi bendera Merah Putih.

Dilansir dari BBC Indonesia, peti tersebut diarak beramai-ramai menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat.

Arak-arakan berawal dari kawasan Halaban Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota.

Rombongan menuju kampung kelahiran Tan Malaka, Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota yang berjarak sekitar 50 kilometer.

Warga kemudian saalt gaib dan zikir bersama untuk Tan Malaka.

Dilansir dari pemberitaan BBC Indonesia pada 27 Februari 2019, Wakil Bupati Limapuluh Kota, Ferizal Ridwan menjawab alasan pemindahan bongkahan tanah dari makam Ibrahim Datuk Tan Malaka di Kediri.

"Pemindahan jasad, kerangka, atau tulang, ataupun tanah, itu menurut Syariat Islam adalah sama, karena di dalam agama Islam, galian sebuah mayat, jasad, tidak boleh dilakukan dua kali," kata Ferizal.

Ia menjelaskan bahwa makam Tan Malaka sudah digali tiga. Menurut agama dan petunjuk orang tua, tanah makam sudah menjadi pengganti proses pemindahan makan Tan Malaka.

Kala itu, Wali Nagari Pandam Gadang, Khairul Apit juga mengatakan setelah disemayamkan di Rumah Gadang Tan Malaka, bongkahan tanah Tan Malaka akan dibawa ke Gedung DPRD Limapuluh Kota pada 11 April 2017 seusai paripurna ulang tahun Kabupaten Limapuluh Kota.

"Ada agenda tahunan Kabupaten Limapuluh Kota. Nanti diarak lagi dan baru dimakamkan pada 13 April 2017 sesuai prosesi adat seorang raja," jelas Khairul Apit.

"Dari 14 item sampel tulang yang diperiksa, 9 di antaranya cocok," ujar Ferizal saat mengikuti pemindahan simbolis makam Ibrahim Datuk Tan Malaka di Kediri, Jawa Timur, Selasa (21/2/2017).

Pencarian panjang keberadaan Ibrahim Datuk Tan Malaka selama 63 tahun oleh keluarganya menemukan titik terang setelah seorang peneliti sejarah asal Belanda, Herry Poeze, menemukan lokasi makam Tan Malaka pada tahun 2007 silam.

Pada 2009 lalu, tim forensik yang didukung keluarga Tan Malaka selesai menggali kuburan yang diduga berisi jenazah Tan Malaka di pemakaman umum di Desa Selopanggung, Kabupaten Kediri.

Selain itu Ferizial juga menjelaskan bahwa pihak keluarga juga melakukan penelusuran berdasarkan petunjuk tetua dan tokoh agama.

"Masalah keraguan tentang siapa pemilik jasad, kami tidak ada ragu lagi. Sepeserpen, baik dunia maupun akherat," tegasnya.

Wali Nagari Pandam Gadang Khairul Apit saat proses pemindahan makam Tan Malak pada tahun 2017 lalu mengatakan pemindahan makan Tan Malaka sangat penting untuk meluruskan sejarah tentang Tan Malaka yang selama ini 'dikaburkan'.

"Ada beberapa pihak yang sengaja memplesetkan perjuangan-perjuangan Tan Malaka, dan mengaitkan beliau dengan golongan kiri atau komunis. Tan Malaka itu tidak seperti yang dibayangkan orang," kata Apit dilansir dari pemberitaan BBC Indonesia pada 14 Januari 2017.

Apit mengatakan saat meninggalkan kampung, Tan Malaka memiliki pemahaman agama yang kuat.

"Selain itu, Tan Malaka punya kecerdasan, keberanian. Salah satu silat bela diri Minang itu juga dikuasainya. Percaya diri itu yang membuat beliau bisa kemana-mana secara leluasa," sambung Khairul Apit

Yang ditempatkan di makam tersebut adalah bongkahan tanah yang diambil dari makam asli Tan Malak di Kediri, Jawa Timur.

"Kita orang Minang menyatakan bahwa makam Tan Malaka adalah di Pandam Gadang ... insya Allah Tan Malaka sudah bersama kita," kata Wakil Bupati Limapuluh Kota, Ferizal Ridwan dilansir dari pemberitaan BBC Indonesia pada 14 April 2017.

Peresmian makam adalah bagian dari prosesi khaul adat Tan Malaka.

Makam Tan Malaka berada di antara makan ayahnya H M Rasad Bagindo Malano dan makam ibunya Rangkayo Sinah.

Makam mereka berjarak 10 meter dari rumah kelahiran Tan Malaka di Nagari Pandam Gadang.

Lima meter dari makam tersebut, diletakkan patung Tan Malaka yang terbuat dari perunggu.

Tan Malaka sendiri merupakan seorang raja di kampung halaman, Rajo Adat Keselarasan Bungo Satangkai Suliki Luak 50. Tan Maalak juga telah menyumbangkan tanah dan telah membangun masjid yang jaraknya tak jauh dari rumahnya.

Hak-hak dasar itu, kata Umam, di antaranya berupa pemugaran makam pemilik nama asli Sutan Ibrahim bergelar Datuk Tan Malaka yang ada di Selopanggung kawasan Lereng Gunung Wilis.

Itu dilakukan agar bisa lebih merepresentasikan sebagai makam pahlawan nasional.

Hak yang tidak kalah pentingnya juga menurut Khotibul adalah hak masuknya sejarah Tan Malaka dalam materi ajar pada kurikulum pendidikan nasional.

Berbeda dengan para pahlawan nasional lainnya, selama ini materi tentang Tan Malaka tidak bisa ditemui dalam kurikulum nasional. Padahal Tan Malaka dianggap sebagai peletak dasar republik.

"Justru materi bacaan itu dari sumber lain," imbuhnya.

SUMBER: KOMPAS.com (M Agus Fauzul Hakim), BBC Indonesia

https://regional.kompas.com/read/2019/11/10/12130061/mengenang-perjalanan-bongkahan-tanah-makam-tan-malaka-dari-kediri-ke

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke