Salin Artikel

Dua TKI Asal Palembang Ini Jadi Korban Human Trafficking di Malaysia

PALEMBANG, KOMPAS.com - VA (20) dan NZH (22), dua gadis asal Palembang ini menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking) oleh agen Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Surabaya, Jawa Timur.

Selama menjadi TKI dan disalurkan ke Malaysia, VA dan NZH mengalami banyak penyiksaan yang dilakukan oleh sang majikan. Bahkan, tulang telapak kaki VA sempat kempot akibat diinjak menggunakan sepatu hak tinggi oleh majikannya di Negeri Jiran tersebut.

VA menceritakan, awalnya ia mencari lowongan pekerjaan melalui akun grup Facebook bernama "lowongan pekerjaan Sumsel" pada 21 Agustus 2019. Di grup tersebut, ia melihat iklan lowongan kerja sebagai waiter dan kasir di Malaysia.

VA lalu menghubungi nomor telepon yang tertera di akun tersebut. Seorang perempuan yang mengaku bernama Linda mengangkat sambungan telepon itu. Ia mengaku sebagai penyalur TKI untuk ke Malaysia.

"Saya tanya mbak loker untuk waiternya ada? dijawab ada. Lalu saya bilang saya mau mengirimkan lamaran sama adik saya (NZH)," kata VA saat ditemui di kediamannya di kawasan Kecamatan Kemuning, Palembang, Sabtu (11/9/2019).

Pada 24 Agustus 2019, Linda menghubungi korban VA dan menanyakan apakah ia telah berminat untuk bekerja sebagai kasir dan waiter di Malaysia.

Singkat cerita, VA dan NZH mengirimkan berkas kepada Linda melalui pesan Whatsapp, berupa ijazah, KTP dan lain sebagainya.

"Dia (Linda) juga kirimkan foto PT agensinya di Surabaya. Sehingga kami percaya. Belakangan diketahui PT itu ternyata palsu," ujar VA.

VA belum sempat menanyakan sistem pekerjaan yang ia minati di Malaysia. Mendadak Linda langsung mengirimkan tiket keberangkatan VA dan adik sepupunya NZH ke Surabaya pada 30 Agustus 2019 lalu.

Kedua gadis ini sempat bingung saat dikirimkan tiket pesawat, mereka kembali menanyakan kepada Linda, maksud pengiriman tiket tersebut.

"Tapi kami diancam mau dilaporkan ke Polisi kasus penipuan, kalau tak berangkat ke Surabaya karena data kami sudah dikirimkan semua di WA. Akhirnya kami berangkat," ujar VA.


VA bersama NZH berangkat dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang pada 4 September 2019 menuju ke Bandara Juanda, Surabaya. Setiba disana, Linda bersama suaminya bernama Emil menjemput kedua korban ini menggunakan mobil.

Kedua korban sempat dibawa menginap di rumah Linda yang berada di Surabaya sebelum diberangkatkan ke Malaysia pada 23 September 2019. Selama menginap, VA sempat menayakan lokasi kantor penyalur kerja milik Linda. 

"Dia bilang tidur di sini saja. Nanti kalau berangkat, baru ke kantor. Suami saya kasihan sama kalian, karena dia juga orang Palembang. Jadi tidak mau melihat kalian susah, " tutur VA menirukan perkataan Linda.

Selama di rumah Linda, VA dan NZH hanya makan dan tidur. VA kemudian menanyakan kepastian pekerjaan sebagai waiter dan loker kepada pelaku tersebut. Namun, mendadak Linda mengatakan jika pekerjaan sebagai waiter dan loker telah penuh dan hanya menyisakan Asisten Rumah Tangga (ART).

"Saya mulai curiga ketika dia bilang seperti itu. Dari awal perjanjiannya bukan sebagai ART. Katanya hanya sepekan, setelah itu kami baru disalurkan untuk waiter dan kasir," ucapnya.

Pada 16 September 2019, VA dan NZH dibawa ke kantor Imigrasi untuk membuat paspor. Di tengah perjalanan, banyak mobil lain yang mengiringi VA dan NZH. Ternyata mobil tersebut menjemput para 12 orang calon TKI ilegal lain yang berasal dari Kalimantan, Sumsel, Lampung dan Jawa serta Bandung.

Ketika pembuatan paspor, mereka diintruksikan untuk mengaku sebagai seorang pelancong, saat proses wawancara oleh petugas Imigrasi.

"Setelah pembuatan paspor selesai kami disuruh cepat-cepat masuk mobil. Karena takut dilihat polisi," kata VA lagi.

Satu pekan kemudian, paspor yang dibuat itu telah rampung. VA dan NZH dijadwalkan untuk berangkat ke Malaysia pada 23 September. Namun, saat proses transit di Batam VA dan NZH dipisahkan oleh Linda.

"Saya lagi debat sama agensi kenapa job waiter itu tidak ada. Saat debat itulah NZH diberangkatkan duluan. Satu jam setelah NZH berangkat, baru saya berangkat. Katanya akan bertemu di Malaysia," ujarnya.

Ketika tiba di Malaysia, VA tak bisa menghubungi NZH. Handphone yang ia bawa dari Palembang disita oleh agensi di Malaysia.


Bukan hanya itu, selama perjalanan kedua korban tak dikasih makan. VA mengaku baru makan, usai membersihkan rumah agensi tersebut.

VA juga tak mengetahui bagaimana nasib NZH setelah dibawa kabur. Ia sempat berulang kali menayakan ke pihak agensinya terkait keberadaan NZH. 

Bahkan, agensi Malaysia itu mengancam NZH akan mengalami penyiksaan jika selalu ditanyakan.

25 September 2019, VA dijemput oleh majikannya untuk bekerja sebagai ART di kedai runcit. Di sana ia dipaksa kerja dari pagi hingga malam tanpa henti untuk membersihkan rumah dan toko.

"You kerja di sini ada peraturannya. You harus bangun jam 2.30 pagi. Kamu boleh makan kalau kita sudah makan. Kamu boleh tidur kalau kami sudah tidur," ucap VA menirukan majikannya itu.

Namun, VA ternyata tak bisa memasak. Majikan VA itu akhirnya protes dan mengembalikannya kepada pihak agensi di Malaysia.

"Saya ditendang, dijewer dan dimarahin habis-habisan sama Mom karena tak bisa memasak," kata VA.

Agensi di Malaysia itu akhirnya menghubungi agensi yang menjebak VA di Surabaya. Dalam percakapan itu, majikan tersebut protes karena telah membeli VA sebesar Rp 35 juta. Namun, VA ternyata tidak bisa memasak.

Majikan yang merupakan agensi VA mengancam akan memberikan hukuman tidak menerima gaji selama satu tahun. Selama itu, ia akan diajarkan memasak. Mendengar ucapan tersebut, VA minta dipulangkan ke Indonesia.

"Lalu saya dikirimkan lagi ke majikan yang lain. Sama, disitu juga saya tidak bisa memasak dan dikembalikan lagi,"ujarnya.

Setelah dari tangan ke tangan, VA lalu dipekerjakan di sebuah restoran sebagai waiter. Namun disana ia tak digaji. Kesempatan itu ternyata dimanfaatkan oleh VA untuk mencari bantuan. Seluruh tamu restoran, ia berikan kertas yang bertuliskan minta tolong.

"Setiap saya mengantar makanan, saya selipkan kertas. Tulisannya tolong saya. Lalu ada pengunjung yang membantu, dan saya bawa ke kamar mandi. Disana saya pinjam telepon untuk menghubungi keluarga di Indonesia," ucapnya.

Setelah mendapatkan alat komunikasi, VA memberikan kabar kepada orangtuanya jika ia telah dijebak dan berada di Malaysia. Orangtua dari VA langsung membuat laporan ke pihak kepolisian.


"Akhirnya agensi ingin memulangkan saya. Dengan syarat saya disandera dulu. Setelah ditebus Rp 35 juta baru dilepaskan,"ujarnya.

Ketika berada di Batam, VA kabur dari agensi bodong yang mengawalnya. Hal itu terjadi setelah korban merubah penampilannya yang tomboy menjadi seorang wanita feminim.

"Saya ketemu orang Indonesia di kapal. Saya ceritakan masalah di Malaysia. Lalu saya dikasih baju dan pura-pura jadi istrinya. Disana saya berhasil lolos dari mata-mata agensi di Batam,"jelasnya.

Setelah lolos, VA menghubungi keluarga yang ada di Batam. Ia langsung dijemput dan kembali dipulangkan ke Indonesia.

"Satu bulan lebih saya disiksa disana,"ujarnya.

Berbeda dengan VA, NZH berhasil diselamatkan ketika ia diinapkan di salah satu hotel di Batam, untuk memperpanjang izin paspor. Saat berada di hotel, NZH menghubungi VA dan minta diselamatkan.

Kabid Humas Polda Sumatera Selatan, Kombes Pol Supriadi, mengatakan kasus VA dan NZH sedang diproses. Selain itu, lanjutnya, penyidik juga akan berkoordinasi dengan Polda Jatim.

"Pelaku diduga merupakan sindikat perdagangan manusia yang sudah memiliki jaringan internasional," katanya.

Dia menambahkan, jaringan agensi TKI yang memberangkatkan VA dan NZH telah berlangsung lama, karena banyaknya korban yang disebutkan oleh VA.

"Upaya yang dilakukan pelaku tergolong rapi, mulai dari pembuatan paspor, pemalsuan identitas, hingga ada tim yang bertanggungjawab untuk mengawal keberangkatan korban," tuturnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/11/09/21275461/dua-tki-asal-palembang-ini-jadi-korban-human-trafficking-di-malaysia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke