Salin Artikel

Dusun Tawang, dari Kampung Pemulung Jadi Desa Wisata Sampah

Bermula dari 1998, saat seorang warganya yang bernama Yoso menjadi pemulung. Meski awalnya dia mendapat ejekan, Yoso tak peduli dan tetap mengambil sampah.

"Mulanya Pak Yoso yang menjadi pemulung, akhirnya karena warga lain butuh pekerjaan, pada mengikuti ambil sampah," kata Kepala Dusun Tawang, Slamet, Kamis (24/10/2019).

Ada sekitar 30 orang yang mengikuti jejak Yoso menjadi pemulung. Slamet mengatakan, saat itu tak banyak pekerjaan yang bisa dilakukan warga Tawang.

Penyebabnya, rendahnya tingkat pendidikan warga yang kebanyakan hanya lulusan SD atau SMP.

"Anak muda yang kuliah hanya satu-dua. Lainnya tidak melanjutkan kuliah karena persoalan ekonomi. Akhirnya memutuskan kerja jadi buruh bangunan yang tak butuh ijazah," ujar dia.

Saat pulang dari kerja di bangunan, mereka mengambil rongsok untuk kemudian dijual.

Karena banyaknya warga Tawang yang menjadi pemulung, mereka membentuk paguyuban Ormarose yang artinya Organisasi Mayeng Rosok pada 2006.

"Mayeng itu artinya mencari. Tapi, biar keren dibikin sok keinggrisan," ungkap Slamet.

Seiring berjalannya waktu, Slamet terpilih menjadi Kepala Dusun Tawang pada 2013. Dia yang juga menjadi pemulung, merasa prihatin karena ekonomi dan kualitas SDM warga berada di bawah rata-rata.

Namun, semuanya berubah saat mengikuti pelatihan pemberdayaan di Panggungharjo Bantul.

"Seingat saya, jika ingin lingkungan maju, maka berdayakan apa yang ada. Karena di Tawang banyak sampah, lalu terpikir membuat bank sampah," papar dia.

Tak mudah bagi Slamet menyadarkan dan memberdayakan warganya. Dia secara perlahan mendekati pemuda dan ibu-ibu.

Dalam setiap pertemuan, dia melakukan sosialisasi untuk mengolah sampah. Bank Sampah Dadi Mulya ditata lagi, manajemen dan strukturnya diperkuat dengan bidang-bidang yang sesuai.

Setiap Minggu, pengelola bank sampah dengan mobil pikap mengambil sampah rumah tangga.

"Sampah yang tidak bisa diolah dibuang di TPA, sementara yang bisa dipilah lagi untuk dibuat kerajinan," kata Ketua Bank Sampah Dadi Mulya, Joko Lestari.

Sampah hasil pilahan, diserahkan ke ibu-ibu di bagian kreativitas untuk dibuat aneka kerajinan. Hasilnya, ada tas, topi, piring, taplak, hiasan meja, ecobrick, tempat tisu, dan dompet.

"Untuk bisa membuat itu, kami mengundang pelatih yang kami bayar secara swadaya. Saat ini, hasilnya sudah layak jual, dari harga Rp 20.000 hingga Rp 80.000 tergantung bahan dan kesulitan," imbuh koordinator bidang kreativitas, Fadillah.

Slamet menegaskan, melihat peluang ekonomi dari sampah, warga bersepakat menjadikan Dusun Tawan sebagai Kampung Wisata Sampah.

"Nanti akan dilaunching pada 2020. Nantinya Tawang akan didominasi sampah, mulai dari gapura, hiasan jalan, hingga tempat cuci tangan," ungkap dia.

Setiap pengunjung, nantinya akan mendapat pengetahuan mengenai pemilahan, penimbangan, pemanfaatan, hingga pembuatan kerajinan.

Slamet mengungkapkan, nilai lebih dari Dusun Tawang adalah warganya sudah sangat 'menjiwai sampah.'

Sehingga, pengetahuan yang didapat tak hanya teori, namun praktik langsung di lapangan.

https://regional.kompas.com/read/2019/10/24/16145561/dusun-tawang-dari-kampung-pemulung-jadi-desa-wisata-sampah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke