Salin Artikel

Kisah Relawan Jelajahi Gua Vertikal untuk Cari Air Bersih: Puluhan Tahun Akhirnya Kami Tidak Kekeringan Lagi

Warga yang ada disekitar Gua Jomblang Ngejring langsung sujud sebagai ucapan syukur, setelah melewati perjuangan panjang mencari air bersih untuk kebutuhan warga yang ada di gua vertikal di bawah desa mereka.

Selama puluhan tahun, warga Desa Gendayakan dan sekitarnya kesulitan air bersih. Apalagi saat di musim kemarau yang lebih panjang seperti saat ini.

Sebelum tahun 2000-an, warga Desa Gendayaan harus menempuh perjalanan hingga 20 kilometer untuk mendapatkan 10-15 liter air bersih. Bahkan ada warga yang harus ke Pacitan untuk mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari

Hingga sekitar tahun 2000, tangki-tangki penjual air mulai masuk ke wilayah tersebut. Namun penyebarannya pun hanya terbatas di jalan yang bisa diakses oleh mobil.

Nasib warga yang tinggal di pelosok masih sama, kesulitan air bersih.

Yudi (39), warga Desa Gendayakan saat dihubungi Kompas.com, Senin (17/10/2019) bercerita untuk mendapatkan air bersih, warga harus merogoh kocek lebih dalam.

"Harganya sangat mahal. Satu tangkinya dengan kapasitas 6000 liter itu seharga Rp 170.000 sampai Rp 180.000. Biasanya urunan," kata Yudi.

"Kami tidak bisa berkata-apa lagi. Bahagia rasanya punya sumber mata air sensiri. Setelah puluhan tahun akhirnya kami tidak kekeringan lagi."

Sementara itu Mohammad Wiyanto, penanggung jawab Tim Tanggap Darurat Bencana Kekeringan Paranggupito dari Padepokan Dakwah Sunan Kalijaga bercerita, butuh proses panjang untuk bisa mendapatkan sumber air yang ada di dalam Goa Jomblang Ngejring.

Awalnya tim tanggap darurat yang dibentuk pada Agustus 2019 lalu, hanya membantu mendistribusikan air bersih ke masyarakat di wilayah Kecamatan Paranggupito.

Namun tim kemudian memutuskan mencari sumber mata air, agar warga tidak lagi kesulitan air saat musim kemarau yang terjadi setiap tahun.

Dengan memiliki sumber mata air sendiri, warga tidak lagi kesulitan air bersih.

Dibantu Tim Gapadri Mapala Institut Tekhnologi Nasional Yogyakarta, Wiyanto dan warga mulai memetakan potensi air tanah di sekitar desa tersebut.

Wiyanto bercerita bahwa rekannya memiliki peta sebaran gua di wilayah Paranggupito, Kemungkinan besar gua tersebut memiliki sumber mata air.

"Masyarakat memberikan informasi ada banyak gua lalu dikonversi dengan peta sebaran gua yang kita punya. Akhirnya kita mengerucut pada satu Gua Jomblang di Dusun Ngejring," kata Wiyanto.

Menurutnya, untuk mengetahui cara apakah gua tersebut memiliki air, satu-satunya jalan hanyalah dengan turun.

Selama ini masyarakat hanya menduga-duga bahwa gua tersebut memiliki sumber air. Hal tersebut dilihat dari lingkungan sekitar gua yang lembab dan pohonnya lebih hijau dibandingkan wilayah lainnya.

Tim tekhnis kemudian turun ke dalam gua untuk mengetahui kondisi gua yang ternyata memiliki kedalaman 180 meter .

"Awalnya juntaian tali 110 meter lalu ditambah 70 meter. Jadi gua vertikal itu memiliki kedalaman 180 meter," jelasnya.

Saat sudah turun ke dalam gua veritikal, tim hampir saja menyerah karena tertutup dinding. Mereka kemudian membersihkan sampah di atasnya dan menemukan sebuah lubang kecil.

Sedikit demi sedikit mereka menggali lubang tersebut hingga selebar ukuran tubuh manusia

Mereka kemudian turun lagi hingga menemukan aliran air di bawah perut bumi.

"Jadi bukan hanya lagi genangan, tapi ini aliran air. Setelah ditelusuri lagi, tim menemukan sumber mata air dengan besar tampungan panjang 8 meter danlebar 1,5 meter dengan kedalaman 1 meter. ALhamdulilah kita bisa menemukan aliran air itu," jelasnya.

Tim tanggap darurat kemudian mengajak ahli untuk merekayasa konstruksi dalam untuk pemompaan air dan pemipaan air dalam gua agar bisa mengalir keluar.

Selain itu, mereka juga mengambil sampel air untuk uji kelayakan konsumsi.

"Alhamdulilah airnya layak konsumsi dengan PH 7 koma sekian. Konstruksi dalam juga dipetakan oleh ahli," jelas Wiyanto.

Mereka kemudian mulai proses eksplorasi untuk menaikkan air dari dalam perut bumi pada Jumat (4/10/2019) pagi.

Mereka mengawalinya dengan memasang lintasan untuk turun ke dalam gua.

Kemudian warga dan tim mulai menurunkan pipa dan bak air pada Sabtu (5/10/2019).

"Setelah beberapa kali uji coba, akhirnya Senin shubuh air keluar dari mulut goa. Yang kita rasakan euforia luar biasa. Hampir 3 hari 3 malam tim ada di dalam gua. Menangis semua. Yang ada hanya rasa syukur," kata Wiyanto.

 

Khusus untuk wilayah Paranggupito yang masuk wilayah karts Gunung Seribu, kebanyakan memiliki gua vertikal dan dalam.

Untuk menaikkan air bersih dari perut bumi, Yudi mengatakan tim tanggap darurat melibatkan warga sekitar.

"Ada tiga kali tahapan. Yang pertama survei, lalu tim tekhnis datang, dan terakhir tim pemasangan pompa. Sementara air masih ditampung menggunakan tandon air sehingga sudah bisa dimanfaatkan oleh warga," jelasnya.

Sementara itu Wiyanto menjelaskan biaya semua proses hingga air bisa keluar menggunakan dana swadaya dari tim, donatur pribadi, dan masyarakat.

Hingga air keluar dari mulut gua, diperkirakan telah menghabiskan anggaran sebesar Rp 25 juta.

Ia memperkirakan butuh dana sekitar Rp 80 kita untuk pembangunan infrastruktur seperti bak water treatment dan bak untuk distribusi air serta pemipaan.

"Warga sudah banyak yang datang untuk ambil air ke lokasi mulut gua," jelasnya.

Tim berencana untuk mengalirkan air keempat wilayah dusun yang ada di desa tersebut yang jaraknya sekitar 3 kilometer dari sumber air. Namun dibutuhkan biaya sekitar Rp 350 juta.

"Itu hanya untuk pengadaan pipa. Belum anggaran operasional pengerjaan. Tapi kami akan tetap melakukan ikhtiar," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/10/18/06360031/kisah-relawan-jelajahi-gua-vertikal-untuk-cari-air-bersih-puluhan-tahun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke