Salin Artikel

Saat Gunung Sampah Bersatu dengan Sungai Ciliwung...

Namun, hal itu tak menyurutkan niat warga untuk beraktivitas di bantaran Sungai Ciliwung, Kampung Kedunghalang Lebak, Desa Cilebut Timur, Kecamatan Sukaraja, Bogor, Jawa Barat.

Sejumlah anak-anak terlihat kegirangan meloncat ke sungai dari atas bebatuan. Raut muka mereka terlihat ceria sambil sesekali menyingkirkan sampah plastik yang lewat mengikuti aliran sungai.

"Renang sama teman, tapi enggak bau kok kak meski ada sampah," ucap salah satu bocah yang sedang berenang.

Di sudut lain para pemancing terlihat duduk sambil berbincang menunggu umpan mereka dimakan.

Sementara dari kejauhan seorang ibu terlihat sedang mencuci pakaian.

"Kalau kemarau gini air sumur kering jadi pada ke sini (sungai), nyuci, mancing, mandi dan cuci piring," kata seorang warga, Putri.


Kemarau panjang membuat debit air menyusut sehingga arus air di sungai itu tak lagi terlihat deras.

Separuh badan sungai bahkan tak teraliri air, sampah yang selama ini mengendap mulai terlihat berserakan.

Lokasi gunung sampah itu hanya berjarak tiga meter dari bibir sungai di balik rimbunan batang bambu.

Saat musim hujan, sampah plastik akan jatuh berserakan ke dalam sungai yang membuatnya tercemar.

Meski begitu, warga yang beraktivitas di sana tak menghiraukan kondisi tersebut.

Pasalnya, tak ada pilihan lagi selain menggunakan Sungai Ciliwung sebagai sumber air di saat musim kemarau.

"Kalau bekas hujan malam-malamnya gitu pasti banyak (sampah), kotor bau, jadi warga sekitar sini bersih-bersih sungai sebutuhnya saja," ucap Putri.

Sekali hujan, bau menyengat akan tercium dari gunung sampah tersebut. Warga pun menyiasatinya dengan cara dibakar.

Namun, asap pembakaran juga membawa dampak udara yang tak segar hingga mengganggu kesehatan.


Meski tahu sungai itu tercemar limbah plastik, warga tetap turun ke sungai pagi dan sore untuk mengambil air guna keperluan sehari-hari.

Gunung sampah sudah ada sejak beberapa tahun belakangan. Bahkan lokasinya pun bersebelahan langsung dengan tempat pemakaman.

Seorang warga, Tati (38 tahun) mengatakan, warga di desa ini tak memiliki tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.

Sehingga, terpaksa membuang sampah di lokasi tersebut. Tepatnya berada di belakang perumahan Mahameru Land.

"Kita enggak tahu mau membuang sampah kemana lagi jadi buangnya di sini," kata Tati saat ditemui di lokasi.

Dia menjelaskan, warga sekitar baik dari perumahan dan penduduk desa memanfaatkan lokasi itu sebagai solusi supaya sampah tak menumpuk di rumah mereka.

Penanggung jawab sampah pun telah bekerja dengan memungut biaya per-bulan agar sampah warga diangkut ke lokasi tersebut.

"Kita dari RT 003 rutin membayar iuran Rp 6.000. Jadi sampah diangkut ke sini, ada penanggungjawabnya," ujar dia.


Warga berharap pemerintah memberi solusi untuk menangani gunung sampah tersebut.

Solusi itu bisa direalisasikan dengan disediakannya TPA sampah, kemudian iuran pengangkutan sampah pun harus transparan.

"Keterpaksaan membuang sampah karena tidak punya lahan kemudian juga dari pihak pemerintah seperti desa itu kurang perhatian adanya sampah di sini. Diperbaiki atau disediakan supaya sampah ini tidak acak-acakan terberai hanyut ke Sungai Ciliwung," ujar Ketua RW 002 Cilebut Timur, Enjang Gaos.

"Kalau diberikan fasilitas sama pemerintah cara pengangkutannya, tempatnya (TPA), tentunya tidak akan lagi di situ gunung sampah. Kalau memang merasa seperti itu mohon perhatiannya dari pihak kami," ujar Enjang.

https://regional.kompas.com/read/2019/09/27/06000061/saat-gunung-sampah-bersatu-dengan-sungai-ciliwung-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke