Salin Artikel

Perjuangan Warga Saat Kekeringan, Lewati Bukit, Ambil Air yang Mengalir di Bebatuan

YOGYAKARTA,KOMPAS.com-Dusun Duwet, Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, berada di tengah perbukitan karst.

Rumah warga sebagian berada di lembah, ada juga yang menempel di sela perbukitan, tak ada sumur di sekitar rumah warga. 

Memasuki musim kemarau hanya hamparan ladang yang dibiarkan mengering, sebagian petani mulai mengolah lahan pertanian menjelang musim penghujan.

Pohon jati yang meranggas membuat perkampungan ini terlihat gersang. Menjelang petang, beberapa orang warga membawa jeriken dan ember menuju ke sebuah sumber air.

Sumber air yang bernama kali Wonosari ini berada di tengah ladang dan perbukitan. Tak begitu deras airnya, yang muncul dari sela-sela bebatuan yang disalurkan melalui potongan bambu. 

Sumber air, Kali Wonosari berada di atas bebatuan di sekitar pohon beringin. Saat musim kemarau, air hanya mengalir kecil namun tidak pernah kering.

Satu jeriken ukuran 25 liter bisa diisi sekitar 30 menit, namun bagi warga yang ingin mengambil air lebih cepat, ada dua buah kolam kecil berdiameter sekitar 1 meter. Air dari kolam merupakan rembesan air dari sumber air.

"Sejak pagi sekitar pukul 02.00 WIB sudah ada yang ke sini mengambil air sampai nanti malam juga masih ada. Saya saja jam 04.00 WIB sudah mengambil empat kali," ucap Sartono, warga Dusun Duwet saat ditemui di sumber Karbohidratali, Wonosari, Selasa (17/9/2019). 

Sartono setiap hari bisa rata-rata 6 kali mengambil air menggunakan dua jeriken yang dibawanya dengan cara dipikul menggunakan bambu.

Tak mudah bagi dirinya untuk melewati perbukitan sekitar 200 meter untuk sampai ke rumahnya.

"Saya sendiri sejak bulan April mengambil air di sini. Setiap hari enam kali. Empat kali saya gunakan di rumah, dua kali untuk minum sapi dan kambing," katanya.

Memiliki dua ekor sapi dan tiga ekor kambing membuatnya harus setiap hari menyediakan air bersih untuk minum.

Kandangnya sengaja diletakkan di ladang tepat di atas sumber air agar memudahkan untuk mengangkut sampai ke kandang.

"Untuk rumah saya sudah membeli air bersih dari tangki swasta sebanyak 3 kali. Harganya untuk yang air yang banyak kapurnya Rp 130.000 dan air yang lebih bersih Rp 150.000," ujarnya. 

"Air dari sini yang digunakan untuk memasak, mencuci dan mandi juga. Airnya jernih dan tidak berkapur," ucapnya. 

Tak jauh dari sumber air, di bawah rerimbunan pohon terdapat kamar mandi umum. Di sana beberapa ibu-ibu bersendang gurau sambil mencuci, sebagian lainnya mandi. Di sela tumpukan pakaian, ada beberapa galon air yang akan digendongnya bersama pakaian.

"Untuk mandi dan mencuci ngambil dari sini. Kadang untuk memasak juga, disini sekalian mandi. Saya sendiri sudah membeli air bersih dari tangki swasta sebanyak 4 kali," kata Rumini warga lainnya. 

Kepala Dusun Duwet Taufik mengatakan, di dusunnya ada empat sumber air bersih yang digunakan warga yakni Kali Duren, Kali Wonosari, Gua Nglibeng, dan Kali Welutan.

Sumber air Nglibeng sudah disedot ke atas dan ditampung namun debitnya tidak begitu banyak, sehingga warga harus antre untuk mengalirkan ke rumah.

Untuk sumber air Duren sudah dibuat bak penampungan dan bisa digunakan untuk warga RT 3 dan 4. 

"Untuk Kali Wonosari digunakan dua RT yakni 1 dan 2 ada sekitar 83 kepala keluarga yang memanfaatkan sumber air ini setiap hari," ucapnya. 

Di dusunnya tidak ada warga yang berani membuat sumur, karena memang kondisi geografis yang berada di perbukitan. Rencananya bersama desa akan diusulkan untuk membuat sumur bor bagi warga.

"Rencananya sih mau saya usulkan ke desa untuk membuat sumur bor, kasihan warga kami sebagian besar petani. Jika kemarau tidak bisa menanam, dan airnya juga harus beli dari swasta," ujarnya. 

Kepala Pelaksana BPBD Gunungkidul Edy Basuki mengatakan, status kekeringan di Gunungkidul belum berubah.

Meski daerah lain di wilayah DIY sudah menetapkan darurat kekeringan, namun hal tersebut belum dilaksanakan karena masih menunggu hasil kajian.

Salah satunya, mengenai anggaran droping dan kondisi cuaca. Informasi dari BMKG ini akan dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan. 

Pihaknya belum menetapkan status darurat kekeringan seperti daerah lain karena masih tersedianya anggaran sampai akhir September nanti.

"Hasil koordinasi masih aman. Belum perlu menaikkan status darurat kekeringan," katanya. 

Di dalam koordinasi, selain dihadiri pihak dari kecamatan, juga mengundang Paguyuban Pengelola Air Minum Masyarakat Yogyakarta (Pamaskarta) dan PDAM Tirta Handayani.

"Hasil koordinasi ini diketahui dana di sepuluh kecamatan yang memiliki anggaran droping dipastikan masih mencukupi, paling tidak hingga akhir September. Khusus untuk Kecamatan Ponjong, Tepus dan Rongkop anggaran yang dimiliki masih bisa bertahan hingga pertengahan Oktober," ucapnya. 

https://regional.kompas.com/read/2019/09/19/06150021/perjuangan-warga-saat-kekeringan-lewati-bukit-ambil-air-yang-mengalir-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke