Salin Artikel

Ini Awal Mula 3 Siswa SMK Hilang Saat Magang hingga Tak Pernah Ditemukan Selama 9 Tahun

Agiel merupakan satu dari tiga siswa SMK N 1 Sanden, Bantul, Yogyakarta, yang hilang setelah berangkat Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pelabuhan Benoa, Bali.

Dari puluhan siswa yang berangkat, tiga siswa ini yang sampai sekarang tidak diketahui nasibnya, karena kapal yang ditumpanginya hilang.

Riswanto mengatakan, waktu itu Agiel masih kelas 2 SMK dan akan berangkat PKL. Oleh pihak sekolah, Riswanto dan puluhan orangtua siswa lainnya diundang ke sekolah untuk mendapatkan sosialisasi.

Dalam sosialisasi itu, Kepala SMK N 1 Sanden, Ahmad Fuadi menyampaikan bahwa PKL yang resmi sebenarnya dilaksanakan di Pekalongan, Jateng, selama tiga bulan.

Namun, PKL dilaksanakan di Tanjung Benoa, Bali, selama tiga bulan dengan alasan di sana merupakan pelabuhan internasional.

Selain itu, anak-anak akan mendapatkan uang Rp 4 sampai Rp 8 juta.

Dalam sosialisasi juga diperkenalkan seseorang yang bernama Mugiri yang menurut dia sebagai guru pembimbing. Namun, belakanga diketahui bahwa Mugiri adalah calo tenaga kerja.


Setelah rencana PKL itu disetujui, sekolah meminta uang Rp 2, 25 juta untuk keperluan biaya keberangkatan para siswa ke Bali.

Medio 31 Desember 2009, ketika anaknya dan para siswa di SMKN 1 Sanden akan berangkat untuk PKL di Bali, mereka harus mengurus KTP.

Padahal waktu itu Agiel berusia 16 tahun dan belum layak mendapatkan KTP.

Tanpa curiga karena sudah percaya pada sekolah, akhirnya para orangtua merelakan anak mereka melaksanakan PKL di Tanjung Benoa.

Setelah beberapa bulan anaknya mengikuti PKL, Riswanto tidak menaruh curiga hingga akhirnya ia menerima surat dari PT Sentra Buana Utama tertanggal 2 Maret 2010, memberitahukan bahwa KM Jimmy Wijaya tempat Agil bekerja hilang kontak per 6 Februari 2010 pukul 04.00 WIT.

Riswan menerima surat dari petugas pos perihal kabar kurang sedap itu. Dalam surat itu disebutkan Agiel bekerja mulai tanggal 27 Februari 2010.

"Saya percaya itu PKL, dapat surat ditujukan kepada saya orangtua, dalam surat itu lost contact. Di situ saya kaget, kok di sini dapat dari PT, setahu saya anak lagi PKL," katanya saat dihubungi, Selasa (3/9/2019).

Waktu itu, Riswanto menelepon perusahaan pemberi surat menanyakan soal PKL.

Kenyataannya, Agiel dan teman-temannya disalurkan calo untuk bekerja di kapal. Pihak perusahaan pun memberitahukan bahwa masih mencari kapal tersebut.

Riswanto akhirnya mendatangi sekolah tanpa terlebih dahulu memberitahukan tentang kejadian hilangnya kapal yang ditumpangi anaknya.


Ketika ditanya soal PKL, kepala sekolah bilang baik-baik saja.

"Waktu itu dijawab baik-baik saja. Saya tanya kerja di mana anak saya, dan dijawab baik-baik saja. Surat (dari perusahaan) saya banting di meja, begitu baca gemeter," ucapnya.

Saat itu Riswanto menanyakan mengenai PKL yang ternyata dipekerjakan oleh perusahaan.

Akhirnya ia berangkat ke Bali untuk mendapatkan kejelasan mengenai nasib anaknya.

Awal pencarian, ia sempat mengalami kesulitan sampai akhirnya bisa bertemu dengan perusahaan.

Riswanto mendapatkan bukti kontrak kerja, dan pihak perusahaan mendapatkan tenaga kerja dari calo ke calo. Perusahaan sendiri menerima mereka bekerja karena memiliki KTP yang diketahui palsu.

"Dalam kontrak kerja itu enam bulan, ternyata anak saya sudah teken (tanda tangan). Intinya anak saya tidak mengetahui," ucap pria yang saat ini mengaku tinggal di Jakarta.

Setelah mendapatkan bukti-bukti kuat soal penipuan, Riswanto pun melaporkan ke pihak kepolisian. Namun, hingga hampir satu tahun kasus tersebut tidak jelas ujungnya.

Riswanto mendatangi Kementerian Hukum dan HAM, hingga menghubungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dibuatkan lah surat tembusan ke Polda Bali dan Polda DIY.

Sampai akhirnya masuk ke ranah persidangan, dan kepala sekolah beserta guru divonis bebas.

Riswanto terus berupaya mencari keadilan. Ia berusaha meminta bantuan Presiden Joko Widodo. Namun, tidak ada respons.


Akhirnya Riswanto pun mencoba mengontak Menteri Kelautan dan Perikanan yang nomornya didapat dari seseorang. Tetapi hingga kini tidak ada respons.

"Saya berharap Denny mengetuk pintu rumah"

Lucia Martini, ibu dari Ignatius Andrianta Loyola mengatakan, saat itu anak ketiganya sempat menolak diantar kakaknya. Ia lebih memilih diantarkan ibunya.

"Saya diantar Mom (ibu) saja. Nanti enam bulan saya tidak melihat Kedon (nama dusunnya)," kata Martini menirukan upacan anaknya, Rabu (4/9/2019).

Lucia tak menyangka akan berpisah dengan anaknya sampai sekarang. Padahal anaknya bercita-cita menjadi prajurit TNI AL.

Lucia mengaku terlambat mendapatkan informasi hilangnya KM Jimmy Wijaya dibanding para orangtua korban lainnya.

Ia baru mendapatkan informasi soal hilangnya kontak kapal seminggu kemudian.

"Saya mendapatkan informasi terlambat, kedua orangtua mereka sudah mendapatkan informasi seminggu sebelumnya langsung dari Bali. Sementara saya baru tahu 5 Maret (2010) ketika didatangi pihak sekolah. Padahal Pak Joko (ayah Ginanjar) tahu kapal hilang kontak setelah disurati langsung oleh pihak perusahaan," ucapnya. (Kontributor Yogyakarta, Markus Yuwono)

https://regional.kompas.com/read/2019/09/05/10321831/ini-awal-mula-3-siswa-smk-hilang-saat-magang-hingga-tak-pernah-ditemukan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke