Salin Artikel

Kapolrestabes Surabaya: Kami Tidak Alergi untuk Meminta Maaf

SURABAYA, KOMPAS.com - Kepala Polrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho menanggapi pernyataan KontraS yang menuding polisi menyalahi aturan terkait pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur.

Menurut Sandi, apa yang disampaikan KontraS merupakan bagian dari kritik membangun, terutama bagi kinerja kepolisian.

"Iya, terima kasih kalau ada yang memberikan koreksi. Itu tandanya kritik itu bentuk membangun apa yang sudah dikerjakan oleh kepolisian," kata Sandi, Selasa (20/8/2019).

Namun, ia menegaskan, polisi sudah mengerjakan apa yang menjadi standar dan tidak mengedepankan upaya paksa.

Saat kelompok organisasi masyarakat (ormas) melakukan aksi di depan Asrama Mahasiswa Papua, Jumat (16/8/2019, Sandi menyampaikan telah membubarkan demonstrasi massa oleh kelompok ormas tersebut, sehingga tidak sampai terjadi bentrokan.

Aksi itu dilakukan kelompok ormas lantaran mengetahui adanya perusakan bendera Merah Putih yang diduga dilakukan mahasiswa Papua.

"Setelah demo yang dilakukan oleh ormas dari mulai jam 16.00 WIB sampai dengan jam pukul 21.00 WIB, Alhamdulillah (massa ormas) bisa kita bubarkan," ujar Sandi.

Mengenai bendera merah putih yang dibuang ke selokan, Sandi mengaku telah meminta kelompok ormas mengikuti prosedur hukum dengan melaporkannya ke polisi.

Massa dari gabungan kelompok ormas itu, menurut Sandi, akhirnya melayangkan laporan ke polisi pada Jumat (16/8/2019) malam.

Kemudian, pada Sabtu (17/8/2019), pihaknya berusaha berkomunikasi dengan mahasiswa Papua yang berada di asrama.

Namun, upaya negosiasi yang dilakukan sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB itu tidak mendapatkan respons.

Sehingga, anggotanya melakukan upaya penegakan hukum dengan menembakkan gas air mata dan membawa paksa 43 mahasiswa Papua ke Mapolrestabes Surabaya untuk dimintai keterangan.

"(Upaya paksa) merupakan upaya paling terakhir setelah kita melakukan upaya-upaya dialog enggak bisa. Dan itu (negosiasi) sudah kita kerjakan dari jam 10.00 WIB sampai jam 17.00 WIB. Setelah itu, barulah kita melaksanakan upaya paksa karena sudah menjelang Maghrib," tutur Sandi.

Apabila cara yang dilakukan kepolisian dianggap salah, ia tidak mempermasalahkan dan meminta maaf kepada semua pihak yang menilainya demikian.

"Kalau itu pun dianggap salah, ya kita wallahu a'lam (Tuhan lebih tahu). Tapi manusia memang tempatnya salah dan khilaf. Dan kami juga tidak alergi untuk meminta maaf kepada siapapun kalau dianggap salah," imbuh Sandi.

Ia menambahkan, apa yamg dilakukan polisi dinilai sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

Sebelumnya, Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta Kepala Polrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho bertanggung jawab dan meminta maaf secara terbuka atas dugaan telah menyalahi aturan dalam menangani peristiwa pengepungan mahasiswa asal Papua di Surabaya.

Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan mengkritik tindakan polisi yang menembakkan gas air mata dan menangkap paksa 43 mahasiswa papua dari asrama mereka di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur.

Ia juga meminta Kapolri untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap tata cara kepolisian di dalam melihat masalah Papua.

Kata Andy, polisi harus punya sense of crisis di mana Papua sedang mengalami krisis saat ini.

Menurut dia, tugas Polri adalah memastikan keamanan bagi seluruh warga Negara Indonesia.

https://regional.kompas.com/read/2019/08/21/06460311/kapolrestabes-surabaya-kami-tidak-alergi-untuk-meminta-maaf

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke