Salin Artikel

Ketika Para Mantan Teroris Upacara Bendera 17 Agustus...

LAMONGAN, KOMPAS.com - Nama Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan, Jawa Timur, sempat menjadi perbincangan hangat publik nusantara awal 2000-an tatkala kasus bom Bali 1 mengguncang, yang kemudian disusul dengan ledakan kasus bom Bali 2 beberapa tahun setelahnya.

Selain pentolan aksi tersebut berasal dari wilayah Solokuro, polisi juga sempat mengamankan beberapa orang dari mereka berasal dari tempat yang sama.

Bahkan, beberapa dari mereka seperti Imam Samudra dan Amrozi, kemudian dieksekusi mati usai dihukum penjara lantaran perbuatan yang dilakukan.

Namun Ali Fauzi, adik kandung Amrozi yang sempat ditahan karena tergabung dalam kelompok tersebut, akhirnya mempunyai pemikiran untuk menghapus stigma negatif tentang mantan napi teroris (napiter) dengan mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP).

Di bawah naungan YLP, para mantan napiter dan eks kombatan maupun anggota organisasi terlarang dirangkul untuk diajak kembali mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mengubah paradigma bahwa apa yang sempat mereka lakukan adalah sebuah kesalahan.

Sebuah pemandangan elok dan bisa menjadi pembelajaran bersama akan pentingnya NKRI, dengan para mantan napiter dan eks kombatan tersebut kini telah insaf dan kembali setia akan NKRI ditunjukkan dalam momen upacara bendera peringatan HUT Kemerdekaan ke-74, Sabtu (17/8/2019).

Meski bukan kali pertama mereka lakukan, namun upacara dengan melibatkan unsur kepolisian dan TNI kali tetap terasa spesial.

Hal itu dikarenakan, untuk pertama kalinya upacara dilaksanakan di wilayah mereka, halaman asrama YLP di Desa Tenggulun, dengan perangkat terkecuali inspektur upacara adalah mantan napiter atau sanak saudaranya.

"Ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, baik 2017 maupun 2018. Di tahun 2019 ini, kita bisa melihat, kita melibatkan seluruh keluarga para mantan napi teroris ini. Ada mertua, istri, anak-anak, yang pada tahun lalu kita tidak melibatkannya dalam upacara kemerdekaan," ujar Ali Fauzi, selepas upacara, Sabtu (17/8/2019).

Selain unsur kepolisian dan TNI, Ali menyebut total ada sebanyak 225 orang dari pihaknya yang ikut terlibat dalam agenda kali ini. Baik mereka yang menjadi perangkat maupun hanya sekadar peserta upacara.

"Saya sebelumnya berkomunikasi pada para keluarga napi yang tergabung di Yayasan Lingkar Perdamaian ini, semuanya no problem dan mereka juga antusias untuk mengikuti," ujar dia.

"Terus terang ini bagian dari upaya Polres Lamongan dan YLP, untuk membina mereka (mantan napiter dan keluarganya). Serta yang kedua ini adalah bagian dari upaya memutus mata rantai terorisme, dengan Tenggulun yang sebelumnya identik dengan bom dan pelaku teror," sambung dia.

Ia pun lantas mengajak kepada publik Tanah Air untuk tidak lagi berstigma negatif terhadap Desa Tenggulun, meski sempat memiliki rekam jejak yang kurang bagus di masa lalu.

"Nah di belakangan ini telah berubah suasana itu, yang kita tahu sekarang Tenggulun sebagai desa deradikalisasi. Saya tidak sombong soal penobatan Tenggulun sebagai desa deradikalisasi dan barometer untuk program-program deradikalisasi yang bersinergi dengan pemerintah dalam hal ini Polres Lamongan, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teror) dan yang lainnya," kata Ali.

Dalam upacara bendera kali ini, Ali bertugas sebagai pembaca teks proklamasi, dengan komandan upacara dipercayakan kepada Yoyok Edi, yang merupakan bekas anggota Jemaah Islamiyah (JI).

Perwira upacara dijabat oleh Asadullah alias Sumarno yang merupakan mantan napiter dalam kasus bom Bali 1.

Adapun petugas pengibar bendera, dipercayakan kepada Saiful Abid, mantan napiter kasus penembakan polisi di Poso, Hendra yang tak lain adalah anak kandung dari Amrozi, dan Mustain anak dari mantan napiter Nor Minda, yang juga tersandung dalam kasus bom Bali 1.

Begitu pula dengan petugas untuk pembacaan ikrar setia kepada NKRI, yang sebelumnya merupakan mantan napiter dan eks kombatan.

"Saat saya membaca teks proklamasi tadi, ada getaran dalam jiwa, dan ini saya sudah tiga kalinya membaca teks proklamasi. Ini yang akan kami tularkan kepada kawan-kawan yang masih kekeh (memegang kuat prinsip lama) dan tentu nanti tidak lepas dari kerja sama dengan Polres Lamongan dan BNPT," terang dia.

Sementara, Kapolres Lamongan AKBP Feby DP Hutagalung mengatakan, mengapresiasi langkah nyata yang dilakukan oleh para anggora YLP, sekaligus sesuai dengan instruksi dari pihak Polri.

"Seperti apa yang disampaikan dalam amanat Kapolri. Intinya kami ingin menggelorakan semangat nasionalisme dan semangat patriotisme, semangat jiwa cinta tanah air yang mana saat ini kami laksanakan di Desa Tenggulun, Solokuro," ujar Feby.

"Yayasan Lingkar Perdamaian mengakomodir mantan napi-napi teroris yang sebelumnya bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah dan benci, bahkan memusuhi kami dari kepolisian. Tetapi, saat ini, kita bisa saksikan bersama mereka cinta Tanah Air, hormat kepada Bendera Merah Putih dan mereka melaksanakan upacara Hari Kemerdekaan dengan penuh khidmat," sambung dia.

Feby berharap, hal serupa akan terus bisa dilaksanakan secara berkesinambungan, dengan terus dilaksanakan upacara bendera setiap peringatan 17 Agustus oleh para mantan napiter dan eks kombatan.

"Ini adalah hal luar biasa. Maka dari itu, kami melakukan kegiatan ini secara rutin dan terus menerus. Mudah-mudahan di tahun berikutnya pun akan seperti itu. Bisa dilihat dari BNPT juga sangat konsen dan perhatian, karena ini bagian dari upaya pemerintah dalam deradikalisasi," pungkas dia.

https://regional.kompas.com/read/2019/08/17/17371931/ketika-para-mantan-teroris-upacara-bendera-17-agustus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke