Salin Artikel

REI Sebut Konflik di Sentul City akibat Tak Ada Payung Hukum untuk Kota Mandiri

Wakil Ketua Umum REI, Hari Ganie, menilai, kisruh yang terjadi antara pengembang, pengelola dan warga di kawasan Sentul City merupakan akibat dari belum adanya payung hukum yang mengatur soal pengembangan kota mandiri.

Hari mengatakan, berbeda dengan konsep hunian yang dibangun developer pada tahun 1970-an ke bawah yang hanya mengandalkan tanah 5 hingga 20 hektar, pengembangan kota mandiri ini dibangun di atas tanah berskala kota lengkap dengan fasilitas dan prasarananya.

"Kota mandiri atau lebih umumnya disebut kota baru merupakan konsep pengembangan perumahan skala besar, dan mulai berkembang sejak tahun 1980-an ke atas, tapi ini belum didukung aturan,” kata Hari, Selasa (25/6/2019).

Hari menambahkan, konsep yang ditawarkan oleh pengembang kota mandiri bukan hanya fasilitas umum dan prasarana untuk lingkungan, tetapi juga fasilitas lainnya.

Untuk itu, lanjut Hari, konsep pengelolaan kota mandiri ini membutuhkan waktu yang sangat panjang berbeda dengan developer yang mengembangkan kawasan di atas tanah yang hanya mampu membuat satu cluster.

"Kalau pengembang perumahan skala kecil kan 3-4 tahun selesai, sudah nggak perlu dikelola. Kalau kota mandiri terus dikelola jangka panjang, contohnya BSD aja itu dari tahun 1984 itu sampai sekarang masih dikelola oleh developer,” sebutnya.

Ia menyebut, berdasarkan data REI, proyek kota mandiri di Jabodetabek mencapai 34 yang tersebar di berbagai daerah, seperti BSD, Alam Sutera, Summarecon, Paramount, Lippo Karawaci, Bintaro, Citra, Citra Raya, Jababeka, Grandwisata, Deltamas, Sentul City, Rancamaya, dan Kota Wisata.

Kata Hari, saat ini pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sedang menyusun Peraturan Pemerintah tentang Perkotaan yang salah satunya mengatur tentang kota mandiri tersebut.

“Baru berupa PP, maunya sih UU, tapi mudah-mudahan dengan adanya ini minimal bisa mengatasi soal kisruh-kisruh yang terjadi di Sentul City, misalnya,” tutur dia.

Sementara itu, Head of Corporate Communication PT Sentul City Alfian Mujani mengatakan, permasalahan itu bermula pada penolakan beberapa warga setempat dengan skema pengelolaan township management yang dilakukan oleh PT Sentul City.

Alfian menjelaskan, padahal pengelolaan lingkungan kawasan hunian Sentul City adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) yang diteken kedua belah pihak, yaitu konsumen sebagai pembeli dengan pengembang sebagai penjual.

Menurut Alfian, PPJB adalah hukum yang mengikat kedua belah pihak.

"Hunian di Sentul City ini kan dari awal ingin mengembangkan kota mandiri dengan konsep township management. Jadi sejatinya warga Sentul City yang membeli rumah pada kami sadar, mengerti, dan setuju secara hukum bahwa pengelolaan lingkungan itu atau yang kami sebut township management dikelola oleh kami secara profesional,” sebut Alfian.

Di lain pihak, Sekretaris Komite Warga Sentul City, Aswil menunding, PT Sentul City telah menjual layanan air bersih kepada warga pemukim secara ilegal.

Hal itu berdasarkan kepada dua putusan Mahkamah Agung yakni Nomor 463 K/TUN/2018 dan Nomor 3415 K/Pdt/2018 yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Dua putusan itu pada intinya membatalkan izin penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Bersih (SPAM) yang diberikan kepada PT Sentul City.

Termasuk, PT Sentul City dan PT Sukaputra Graha Cemerlang, selaku anak perusahaan, tak berhak menarik Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Lingkungan (BPPL) dari warga di seluruh kawasan Sentul City.

"Sentul City itu sudah menjual air secara ilegal karena sudah melewati 60 hari batas setelah diputuskan di PTUN. Seharusnya izin sudah tidak berlaku. Kita punya hak untuk menggugat pidana terhadap penjualan air ilegal ini," ungkap Aswil.

Warga, sambung Aswil, berharap kepada pihak Sentul City dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor agar mematuhi hukum yang sudah diputuskan itu.

"Yang penting bagi kita hukum ini harus dijalankan," tutup dia.

https://regional.kompas.com/read/2019/06/25/15370811/rei-sebut-konflik-di-sentul-city-akibat-tak-ada-payung-hukum-untuk-kota

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke