Salin Artikel

30 Menit Penjelasan Ridwan Kamil dan Ustaz Rahmat soal Desain Masjid Al Safar

Pertemuan digelar di Gedung Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Jabar, Senin (10/6/2019) siang.

Ratusan orang datang untuk menyaksikan pertemuan tersebut. Bahkan, banyak yang tak bisa masuk lantaran kapasitas gedung terbatas. Hadir pula para pimpinan MUI Jabar, termasuk Ketua MUI Jabar Rahmat Syafei.

Ridwan Kamil dan Rahmat Baequni mendapat waktu masing-masing 30 menit untuk menjelaskan hal tersebut.

Dalam kesempatan itu, Rahmat memberikan presentasi berjudul Paganisme Moderen. Salah satu isinya, menggambarkan perkembangan sejarah terbentuknya simbol-simbol yang berkaitan dengan zionisme maupun iluminati.

Rahmat lalu membagikan pemikirannya tentang upaya zionis Yahudi menguasai dunia. 

Dia sempat menunjukkan sejumlah monumen di dunia yang menunjukan simbol segitiga dan mata satu. Salah satu yang dicontohkan yakni logo Kepolisian Arab Saudi dan Tugu Geometri di Enginerring Square di Jeddah.

"Simbol ini juga pernah muncul di Masjid Pusdai Jabar. Saya katakan itu simbol Yahudi, kenapa simbol itu ada dalam masjid? Saya kira tidak layak simbol semacam itu ada dalam masjid," ucapnya.

Rahmat kemudian menghentikan pemaparannya lantaran terbatas waktu.

Sementara itu, Ridwan menuturkan soal latar belakang karya arsitekturnya di sejumlah masjid hingga multitafsir dalam dunia arsitektur.

Salah satu yang dibahasnya adalah desain Masjid Pusdai Jabar yang merupakan karya dosen ITB Slamet Wirosanjaya.

"Desain ini terinspirasi masjid di Turki. Karena Indonesia daerah tropis, maka atapnya dibuat miring agar air menurun deras. Kalau dilihat ada tumpukan piramida," tutur Emil.

Emil pun memaparkan sejumlah arsitektur masjid yang dibuatnya seperti masjid Al Irsyad yang terinspirasi kabah, masjid Sulawesi Selatan yang terinspirasi 99 asmaul husna, termasuk desain masjid yang dibuatnya untuk pusat dakwah di Sevila, Spanyol.

Menurut Ridwan, lantaran estetika Islam tak mencerminkan makhluk hidup, para ulama bersepakat memilih estetika dalam bentuk geometri. Hasilnya, tak bisa dihindari bentuk-bentuk, seperti segitiga dan lingkaran.

"Kalau iluminati mengambil semua bentuk dasar geometri sehingga kita 'katempuhan' di era modern yang tak sengaja. Kalau betul segitiga tidak boleh, lingkaran juga tidak boleh, elips juga tidak boleh karena membentuk mata dajjal. Berarti habis semua bentuk geometri diambil mereka," tutur Emil.

Untuk Al Safar, desain itu terinspirasi dari alam yang berbentuk tak beraturan. Dalam ilmu arsitektur, ada teori melipat seperti origami. Segitiga merupakan geometri yang mampu memeluk bentuk apapun.

"Ada bentuk segitiga, ini trapesium karena atasnya dipancung. Pintu masuknya katanya segitiga, itu trapesium empat sisi. Saya menjelaskan apa adanya demi Allah, ada ibu saya di sini buat apa saya berbohong," terang Emil.

Lantas dia mempertanyakan bagaimana nasib masjid lain yang punya geometri serupa seperti Masjid Al Ukhwah, Masjid Trans Studio, dan Masjid Raya Jakarta karena geometri serupa dalam pembangunan masjid juga tak hanya terjadi di Indonesia, bahkan di Masjid Nabawi.

"Ini mihrab di masjid Nabawi, ada bentuk segitiga dan lingkarannya. Apakah ini konspirasi? Wallahualam. Bagaimana dengan jutaan haji yang shalat di masjid Nabawi apakah sah shalatnya? Jangan menghakimi dulu oleh informasi yang sepotong. Pulang dari sini mau paham atau tidak silakan, saya sudah menjelaskan," ungkapnya.

Dalam pidato penutupnya, dia pun meminta fatwa dari MUI soal aturan desain masjid agar tak membingkungan dan mengantisipasi salah tafsir dari masyarakat.

"Saya mau minta keadilan saja, kalau Al Safar difatwakan begitu, saya minta fatwa masjid Nabawi karena bentuknya sama. Jangan karena ada Ridwan Kamilnya dibahas sampai rusak. Saya minta kesepakatan ulama, kami yang awam menunggu fatwa MUI suapya tak berulang ke anak cucu kita," tutur Ridwan.

https://regional.kompas.com/read/2019/06/11/07010001/30-menit-penjelasan-ridwan-kamil-dan-ustaz-rahmat-soal-desain-masjid-al

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke