Salin Artikel

Dengan Rp 102.000 Bisa Mudik dari Balikpapan ke Yogyakarta, Begini Caranya

Ia berlayar 44 jam bersama KRI Makassar-590 bikinan Korea Selatan 2007. Ia bertolak dari Pelabuhan Semayang Balikpapan, Sabtu (1/6/2019), pukul 16.00.

Warga Kelurahan Gunung Samarinda Baru ini merapat di Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Senin (3/6/2019) pukul 12.00.

"Pengalaman yang tidak terlupakan," kata Dini ditemui di Kota Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (2/6/2019).

Mudik, tradisi yang kembali terwujud. Dini mengejar hari raya Idul Fitri 1440 Hijriah yang jatuh pada Rabu (5/6/2019), untuk berlebaran bersama kedua orang tua, suami, dan seorang anaknya.

Tidak setiap hari raya ia bisa pulang. Ia sering kali tetap kebagian jadwal bekerja meski hari raya. Kali ini libur panjang dan Dini mengaku tidak kebagian jadwal piket kerja. Karenanya, Dini mencoba peruntungan bisa mudik di tahun ini. Kebetulan ada mudik bareng menggunakan moda milik TNI AL.

Ini bukan moda biasa karena sejenis kapal perang. Kapal ini biasa mengangkut logistik tentara, pasukan, kendaraan tempur, sampai helikopter. Kapal ini sudah beberapa kali melayani mudik gratis di Lebaran pada tahun-tahun sebelumnya.

Dini menceritakan, dirinya memperoleh informasi mudik gratis dari teman. Dini mulai mendaftar jadi penumpang hingga masuk ke kapal berkat bantuan teman.

Dini memperoleh kepastian bahwa perjalanan dengan kapal perang itu memakan waktu hampir 44 jam hingga Surabaya.

Menantang, pikir Dini. Tekad pulang dengan kapal perang ini tetap bulat. Tak lupa, sebelum turut berlayar, Dini memposting perjalanannya ke laman Facebook.

Merasakan hidup mudik dengan kapal perang memang berbeda dibanding dengan berbagai moda transportasi. Penumpang ikut merasakan perjalanan hidup di tengah kehidupan disiplin para tentara.

Mengikuti kehidupan singkat para tentara ini malah membangkitkan rasa bangga dan kagum pada pengabdian mereka.

Belum apa-apa, Dini sempat membayangkan, nanti akan ada saja batasan di atas kapal. Ia membayangkan bahwa mereka di balik seragam loreng itu memiliki perangai galak, penuh teguran, dan tidak ramah.

Kenyataan berkata lain. Kekawatirannya sirna sepanjang perjalanan KRI-Makassar.

Ia malah menemukan para tentara nan ramah. Mereka tidak keberatan membersihkan geladak kapal yang cepat sekali kotor akibat penumpang gratisan yang merokok sembarang tempat, membuang puntung rokok di sela-sela lantai, membuang sisa makanan di wastafel hingga kloset. Dini menemukan pengalaman itu sepanjang perjalanan.

Para tentara tetap saja mau membersihkan semua itu sampai lantai licin.

"Ada seruan bahwa ini kapal untuk rakyat. Sebagai rakyat, kita mesti ikut bertanggung jawab untuk merawatnya," katanya.

Warga yang tersentuh emosinya, biasanya ikut membantu bersih-bersih.

Kapal juga terasa lega, tidak berdesakan, perempuan dan anak memperoleh prioritas, dan mereka mendapat kabin tersendiri.

Dini dan para penumpang lain bisa jalan-jalan di geladak yang lapang. Berakrab ria dengan beberapa pemudik lain. Foto-foto dengan latar belakang laut, dinding kapal, atau beberapa persenjataan yang ada di kapal.

Penumpang juga bisa merasakan bagaimana makanan para tentara, memakai nampan, dengan sayur, lauk terbatas, sedangkan nasi boleh semaunya.

Yang tak terlupakan tentu pertemuan sesama pemudik yang senasib. Mereka saling akrab satu dengan lain, berbagi cerita tentang daerah asal mereka bekerja, juga berbagi nomor telepon.

"Ada yang dari lokasi kerja di pedalaman Kaltim," katanya.

Dini menceritakan, mereka tiba di Pelabuhan Tanjung Perak setelah berlayar 3 hari 2 malam. Mereka mengawali dengan upacara penyambutan di Tanjung Perak pada pukul 12.00, sebelum turun ke dermaga.

"Pak Menhub Budi Karya juga ikut menyambut," katanya.

Total pengeluaran Rp 102.000

Bagi Dini, sampai di Surabaya, perjalanan belum selesai. Dini sebenarnya mudik ke Kota Wates, Kulon Progo.

Dari Tanjung Perak, ia melanjutkan perjalanan berikutnya dengan bus Damri ke Madiun. Trayek Surabaya-Madiun ini juga gratis.

Sesampai Madiun, Dini melanjutkan perjalanan ke Wates dengan bus jurusan Bandung. Ia merogoh kocek hanya Rp 50.000 sampai Wates.

Beberapa pemudik asal Kaltim yang ia kenal, juga dalam perjalanan sama. Dini berpisah dengan mereka di Yogyakarta, sementara ia harus melanjutkan ke Wates.

"Total perjalanan dengan bus sampai tujuan adalah 56 jam perjalanan mudik," kata Dini.

Dini mengaku cukup puas dengan perjalanan ini. Pasalnya, biasanya ia mudik dengan pesawat yang tentu saja harganya selangit. Masyarakat yang ingin pulang ke kampung halaman membawa anggota keluarga tentu berpikir keras karena harga tiket pesawat yang tinggi ini.

Mudik gratis, kata Dini, jadi terasa meringankan. Ia berhitung, dirinya menghabiskan uang Rp 102.000 selama perjalanan ini, terdiri dari ongkos naik Grab sebesar Rp 52.000 dari rumah ke pelabuhan Semayang dan ongkos bus lintas provinsi seharga Rp 50.000 dari Madiun ke Wates.

"Lumayan. Daripada sedih sendirian di Balikpapan. Akan terasa senang untuk pulang," katanya.


https://regional.kompas.com/read/2019/06/04/19353421/dengan-rp-102000-bisa-mudik-dari-balikpapan-ke-yogyakarta-begini-caranya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke