Salin Artikel

KPAI Temukan Kejanggalan Sekolah Terkait Ketidaklulusan Aldi

MATARAM, KOMPAS.com — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari Rabu hingga Jumat (24/5/2019), berada di Lombok, NTB, terkait kasus Aldi Irpan, siswa kelas XII jurusan IPS, SMAN 1 Sembalun, Lombok Timur, yang tidak diluluskan karena bersikap kritis.

Komisioner KPAI, Retno Listyarti yang melakukan pengawasan kasus ini, mengumpulkan informasi dari para guru dan rekan sekolah Aldi untuk mendapatkan informasi sebenarnya.

Kunjungan ke rumah Aldi serta bertemu keluarganya dilakukan oleh KPAI guna memastikan bahwa informasi atau berita yang beredar terkait ketidaklulusan Aldi sesuai fakta.

"Saya memang langsung menuju Sembalun, Lombok Timur, begitu tiba di bandara, Rabu (22/5/2019) kemarin, mengorek semua informasi dari semua pihak, termasuk mengumpulkan data-data resmi yang memang dikeluarkan secara resmi oleh sekolah, seperti rapor," kata Retno, Jumat (24/5/2019).

Dia mengatakan, keputusan ketidaklulusan Aldi harus dipertimbangan kembali karena berpotensi kuat melanggar hak-hak anak dan demi kepentingan terbaik bagi anak.

Kesalahan-kesalahan yang dilakukan Aldi, menurut kepala sekolah, guru BP (Bimbingan Konseling), bukanlah jenis pelanggaran berat dan bukan tindakan pidana.

"Mengungkapkan pendapat dan mengkritisi kebijakan sekolah dijamin Konstitusi Republik Indonesia. Partisipasi anak juga dijamin Undang-Undang Perlindungan Anak, bahkan suara anak wajib didengar pihak sekolah," kata Retno.

KPAI berikut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Kemendikbud, yang diwakili Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) NTB, Inspektorat NTB, serta pihak kepala sekokah SMAN 1 Sembalun dan jajarannya, menggelar rapat koordinasi, Kamis (23/5/2019).

Rapat itu berjalan hampir tiga jam dan cukup alot karena kepala sekolah Sadikin Ali tetap bersikukuh bahwa keputusannya tidak meluluskan Aldi merupakan keputusan final dan merupakan keputusan dewan guru.

"Ini keputusan dewan guru, bukan saya sendiri, dan kami telah menilai Aldi itu selama tiga bulan. Tidak meluluskan dia bukan karena nilainya, melainkan karena sikap dan perilakunya yang suka mengkritik kebijakan sekolah," kata Sadikin Ali.

Retno justru mempertanyakan cara pandang kepala sekokah terhadap anak didiknya.

"Kalaupun masukan Aldi tidak diterima, itu hak sekolah tidak menjalankannya, tetapi berpendapat bukan sebuah kesalahan berat. Itu hak Aldi yang dilindungi undang-undang," ujar Retno.

Ali Sadikin menimpali bahwa Aldi memang suka protes, tetapi tidak konsisten. Aldi, kata dia, telah melanggar pakta integritas yang ditandatangani sendiri, yang di dalamnya termuat 30 poin yang tidak boleh dilanggar.

Retno kembali mempertanyakan soal pakta integritas yang disebut kepala sekolah.

"Soal pakta integritas itu untuk pekerja, untuk profesi, bukan untuk anak-anak. Pakta integritas di negeri ini adalah untuk mengatasi KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Sebuah kekeliruan anak disuruh menandatangani pakta integritas. Yang bisa ditandatangani anak itu, kesepakatan, perjanjian, bukan pakta integritas. Itu saja sudah batal demi hukum," papar Retno.

Pihak sekolah juga dinilai mencari-cari kesalahan Aldi dengan memfoto, mencatat, dan memvideokan semua yang dianggap kesalahan Aldi.

Kejanggalan lain yang diungkap Retno adalah soal nilai rapor Aldi. Hampir di setiap semester dari kelas X hingga XII Aldi selalu masuk 10 besar meskipun tidak sebagai peringkat pertama.

Misalnya, Aldi rangking ke-8 dari 26 siswa pada semester pertama, kemudian nilai sikapnya sangat bagus. Aldi aktif di Pramuka, OSIS, dengan catatan di rapor memuaskan.

Temuan KPAI

Selain membeberkan sejumlah kejanggalan atas kebijakan tidak meluluskan Aldi, KPAI juga mencatat beberapa catatan dari tindakan fatal yang dilakukan sekolah.

Pertama, pihak sekolah mengakui tidak meluluskan Aldi karena tiga pelanggaran yang dilakukan, yaitu Aldi kerap memakai jaket di kelas (saat musim hujan Januari-Maret 2019).

Kemudian, sering terlambat tiba di sekolah dan Aldi mengkritik kebijakan sekolah melalui media sosial pada 16 Januari 2019 terkait pemulangan siswa terlambat oleh sekolah.

Kedua, pihak sekolah tidak bisa menunjukkan dokumen tertulis yang membuktikan bahwa sekolah sudah melakukan pembinaan kepada Aldi atas tiga kesalahan yang dituduhkan tersebut dengan melibatkan orangtua Aldi.

Selain itu, Aldi mengaku tidak pernah diminta membuat surat pernyataan apa pun selama ini, yang berarti tidak pernah dibina sebagaimana salah satu tugas dan fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan.

Ketiga, dokumen rapor selama enam semester menunjukkan nilai akademik bagus, dari peringkat ke-5 sampai ke-10. Dokumen rapor juga menunjukkan nilai sikap Aldi selalu baik.

Ketidaklulusan Aldi hanya berdasarkan penilaian selama Januari-Maret 2019.

Dinas pendidikan tampung temuan KPAI

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB H Rusman mengatakan, seluruh temuan dan pernyataan KPAI akan ditampung dan menjadi bahan pertimbagan dalam mencari solusi terkait kasus Aldi.

Hanya, kadis Dikbud tetap berpihak pada keputusan kepala sekolah dan menilai keputusan kepala sekolah telah final.

Kepala LPMP NTB Minhajul Ngabidin mengapresiasi keputusan sekolah yang dinilai berani tidak meluluskan siswanya.

Namun, hal itu baginya timpang karena siswa yang tidak diluluskan justru masuk dalam daftar peserta ujian nasional.

"Kalau memang kesalahannya dinilai fatal, mestinya kan tidak masuk daftar peserta ujian nasional. Jauh-jauh hari harusnya ada tindakan tegas, tetapi ini justru setelah ujian nasional. Kekeliruannya mungkin di sana. Kami juga sebagai perpanjangan tangan Kemdikbud mestinya turun sejak kasus ini bergulir," kata Minhajul.

https://regional.kompas.com/read/2019/05/24/10161531/kpai-temukan-kejanggalan-sekolah-terkait-ketidaklulusan-aldi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke