Salin Artikel

Gubernur Banten: Tak Ada Tepuk Tangan untuk Lawan Korupsi...

Terhitung sejak 12 Mei 2017 duduk sebagai orang nomor satu di Banten, Wahidin harus memutar otak untuk melunturkan sisi gelap yang menutupi provinsi yang dipimpinnya itu.

Dengan gaya bicaranya yang ceplas-ceplos dan santai, Kompas.com berbincang langsung dengan Wahidin di rumah dinasnya, Rabu (15/5/2019). Dia optimistis, Banten kaya akan banyak hal untuk mengubah citra buruknya. 

"Pertama duduk di sini yang saya dengar atau baca berita itu selalu Lebak dan Pandeglang disebut-sebut sebagai daerah miskin. Banten itu kota jawara, banyak peletnya, korupsi dan lain-lain. Sedih dong, karena banyak sisi jelek dan gelap yang menutup Banten," kata Wahidin.

"Padahal, kita tahu, kalau bandara internasional Soekarno Hatta itu ada di wilayah kita. Mau bicara wisata, Gunung Krakatau juga masuk wilayah kita. Mau bicara bisnis dan investasi, ada 14 ribu perusahaan atau industri di Banten. Harusnya tak ada lagi cerita gelap soal Banten," tambah laki-laki  kelahiran Tangerang, 14 Agustus 1954 itu. 

Dengan kondisi yang ada saat pertama menjabat itu, tutur Wahidin, prioritas utama yang dia jalankan selama setahun pertama adalah melakukan reformasi birokrasi. Dia lakukan pembenahan sumber daya manusia (SDM) dan memutus jalur korupsi.

"Hal yang diekspose dari Banten itu selalu soal korupsi dan kemiskinan. Tahun 2014 itu Banten termasuk yang tertinggi korupsinya," ucap Wahidin.

Lewat reformasi birokrasi sebagai program utamanya, lanjut Wahidin, mentalitas dan disiplin SDM di pemerintahannya diperkuat. Dia mulai melakukan penyesuaian pos-pos pekerjaan dengan kompetensi SDM, termasuk melakukan seleksi. 

Wahidin mengakui, hal paling sukar dihadapinya adalah mengubah mindset jajaran di bawahnya. Dia bilang, banyak SDM di pemerintahan Banten yang sudah merasa duduk di zona nyaman. Mereka duduk sebagai pemegang kekuasaan.

"Itulah pangkal korupsinya. Mereka seperti sudah pegang status quo, duduk nyaman sebagai pemegang kuasa, tidak ada yang visioner," kata Wahidin.

Melihat kondisi itu, mulailah Wahidin memakai tangan dingin. Kepada semua bawahannya dia lantang teriakkan lawan korupsi. Dia tegaskan, bahwa SDM di Pemerintah Provinsi Banten harus bisa mengubah dirinya dari pemegang kekuasan menjadi penjaga kualitas pelayanan.

Untuk memperkuat itu, Wahidin mengaku menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna melakukan pembinaan.

Tak heran, pada 2017 atau di tahun pertamanya menjabat, Wahidin sudah memecat 17 orang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Itu dia lakukan berdasarkan rekomendasi KPK.

"Kami potong rantai peluang untuk korupsi. Saya lebih utamakan program yang langsung menyasar ke masyarakat. Pameran-pameran saya kurangi di sini, itu cuma ngabisin duit. Lha, pameran kok isinya pedagang kaki lima. Itu sudah saya sudah audit. Ada Rp 120 miliar uang habis untuk sewa hotel rapat ini dan itu. Itu semua terlihat dari dinas-dinas sebelum saya masuk Banten. Lucu dong, MTQ saja kok dilaksanakan di hotel," kata Wahidin.

Lucunya, di awal menegakkan prioritas untuk membenahi birokrasi itu, Wahidin seperti orang yang bekerja sendiri. Dia mengaku tak mendapat tepuk tangan ketika berbicara lawan korupsi.

"Tiap kali bicara ayo lawan korupsi, semua orang diam, tidak ada yang tepuk tangan. Tapi saya terus lakukan itu, saya tak peduli. Saya tahu, saya kerja sendiri dalam hal ini, dan itu saya jadi komitmen untuk tidak menyerah," ujarnya.

Posisi ketiga

Tahun ini, dua tahun Wahidin menjadi Gubernur Banten, ada perubahan yang terlihat dari upayanya melakukan reformasi birokrasi. Banyak orang yang mulai "tertekan" dengan kerasnya gaya Wahidin memimpin.

"Pajak daerah naik. Banyak yang mulai terganggu dengan kerasnya upaya kami melakukan perubahan. Mereka gerah dan saya yakin politik manipulatif yang kuat di Banten ini mulai terganggu," ucap Wahidin.

Sejak menerapkan layanan terintegrasi satu pintu secara daring, lanjut Wahidin, Banten menuai untung dari investasi.

Layanan yang merupakan perwujudan dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik ini membuat investor dapat dengan mudah mengurus hampir semua proses perizinan secara online single submission (OSS) di seluruh Indonesia, termasuk di Provinsi Banten.

Dengan dukungan kuat pemerintahannya, nilai investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) di Banten meningkat signifikan selama 3 tahun terakhir.

Pada awal 2018 lalu Banten langsung melesat di posisi ketiga sebagai tujuan investasi asing, setelah Jakarta dan Jawa Barat, dengan nilai Rp21,97 triliun untuk 1.518 proyek. Sedangkan buat investasi dalam negeri, Banten menempati posisi ketujuh dengan nilai investasi sebesar Rp8 triliun untuk 537 proyek.

Bicara ekonomi, lanjut Wahidin, dia merasa ada perubahan bisa dilihat dari Banten. Pada triwulan IV 2018 lalu ekonomi provinsi ini tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan nasional dan kawasan Jawa.

Secara spasial, pertumbuhan itu merupakan yang tertinggi ketiga, setelah Provinsi DIY (Yogyakarta) dan DKI Jakarta. Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi didukung oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, swasta dan investasi.

Adapun, dari sisi penawaran, pertumbuhan bersumber dari kinerja Lapangan Usaha (LU) pertanian, jasa keuangan, dan industri pengolahan.

Bank Indonesia sendiri mencatat, ekonomi Provinsi Banten tahun 2018 juga tumbuh lebih tinggi dibandingkan 2017 saat Wahidin pertama baru menjabat. Pertumbuhan itu ditopang oleh kinerja konsumsi rumah tangga, pemerintah, dan swasta yang tumbuh meningkat dari tahun 2017.

Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan terutama didorong oleh industri pengolahan, real estate, serta perdagangan besar dan eceran.

"Ekonomi sudah membaik, tinggal angka pengangguran yang akan tetap jadi perhatian untuk terus kami perbaiki. Kalau bicara setahun terakhir ini, tingkat pengangguran di Banten sudah menurun. Banten sudah tidak lagi menjadi jadi provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia," ujar Wahidin.

"Sekarang Banten jadi peringkat tiga, malah Jawa Barat malah yang paling tinggi," tambah Wahidin.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Banten sebesar 7,58 persen pada Februari 2019. Angka tersebut menurun sekitar satu persen dibanding Agustus 2019 lalu yang mencapai 8,52 persen.

Toh, lanjut Wahidin, perubahan itu belum signifikan. Dengan APBD yang mencapai Rp 12,15 triliun, masih banyak pekerjaan perlu dia lakukan untuk mengubah citra Banten semakin positif, jauh dari kesan gelap seperti di awal dia menjabat.

"Melawan korupsi masih kami lakukan, karena memang sudah terasa kalau ada yang melakukan perlawanan, dan saya tahu betul itu. Saya kira, urusan Banten harus selesai di sini dulu. Masalah utamanya di sini, korupsi. Banyak proyek tidak selesai karena perlawanan-perlawan orang-orang yang tak suka diganggu oleh saya," ucap Wahidin. 

Terakhir, Wahidin mengatakan, sejak menjabat gubernur dirinya memang sudah menjaga jarak dengan pengusaha. Dia sudah tegaskan itu ke seluruh bawahannya. Itu salah satu caranya memotong akses korupsi.

"Saya sadar perlawanannya sangat kuat. Tapi, saya nikmati itu, karena saya punya komitmen dan keberanian. Terus lawan!" ujarnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/05/17/15110971/gubernur-banten-tak-ada-tepuk-tangan-untuk-lawan-korupsi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke