Salin Artikel

Ada Kampung Kolang Kaling Setiap Ramadhan, di Sini Tempatnya

Namun, setiap bulan Ramadhan tiba suasana di kampung ini terasa berbeda karena hampir seluruh warga Kampung Kedunghilir menjadi perajin kolang kaling.

Menelusuri jalan perkampungan yang menanjak dan berkelok, kiri dan kanan jalan akan menemui kumpulan orang di lahan kebun atau pinggiran sawah yang tengah melakukan aktivitas pengolahan buah Aren untuk dijadikan kolang kaling.

Kampung Kedunghilir memang dikenal dengan sebutan kampung kolang kaling. Sudah menjadi tradisi jika warga di sini menjadi perajin kolang kaling musiman, terutama saat bulan puasa untuk memenuhi permintaan pasar yang meningkat drastis.

“Kalau bulan Ramadhan seperti sekarang ini, warga di sini mengolah buah Aren untuk membuat caruluk (kolang kaling),” tutur Makmur (57) saat ditemui Kompas.com, Selasa (14/05/2019).

Biasanya, warga yang punya dana lebih akan membeli buah Aren lalu mempekerjakan sejumlah warga untuk mengolahnya.

Salah satunya Makmur, seorang perajin kolang kaling yang telah menekuni usahanya selama puluhan tahun.

Ia mengaku, orangtuanya dulu juga menjadi perajin kolang kaling seperti dirinya saat ini.

“Ini usaha turun temurun. Sebelumnya orangtua saya juga usaha kolang kaling. Saya juga sebentar lagi teruskan usaha ini ke anak saya yang paling tua,” katanya.

Untuk mendapatkan buah Aren, ia dan perajin lainnya mendapat pasokan dari daerah Cipanas, Cikalongkulon, dan Ciloto, termasuk dari luar daerah seperti dari Kabupaten Sukabumi.

“Tapi sekarang warga di sini juga sudah banyak yang tanam pohon Aren,” jelasnya.

Makmur sendiri membeli buah Aren dengan hitungan per pohon sebesar Rp 300.000. Jika beruntung, dari sepohon yang dibelinya bisa menghasilkan 1 sampai 3 kuintal buah Aren.

“Tapi kan tidak semuanya terpakai. Banyak juga yang terbuang karena buahnya sudah terlalu tua sehingga tidak bisa dijadikan kolang kaling,” tuturnya.

Makmur menyebutkan, permintaan akan kolang kaling mulai meningkat di hari ketiga Ramadhan dan akan terus naik hingga H-5 Idul Fitri atau sepekan sebelum lebaran.

Tingginya permintaan, sebut dia berimbas pada kenaikan harga yang cukup drastis.

“Jika biasanya untuk setiap 1 kilogram kolang kaling dijual Rp 4.000, di bulan Ramadhan harganya naik dua kali lipat jadi Rp 8.0000 per kilogram,” ujarnya.

Perajin kolang kaling lainnya, Ceceng (35) menuturkan, meskipun pengolahan kolang kaling cukup sederhana dan mudah, namun dibutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan kolang kaling siap jual.

“Butuh tiga hari, mulai dari merebus, mengupas, lalu ditumbuk agar pipih dan teksturnya menjadi kenyal. Setelah itu direndam selama dua atau tiga hari,” terangnya.

Pemasaran kolang kaling buatan warga Kampung Kedunghilir sendiri cukup tersebar. Selain dikirim ke pasar-pasar tradisional di Cianjur juga dipasok untuk wilayah Bogor, Tangerang, dan Jakarta.

“Biasanya pembeli datang sendiri ke sini. Bisa satu sampai dua ton kolang kaling keluar dari sini (Kedunghilir) selama Ramadhan,” imbuhnya.

Seorang pengolah kolang kaling, Imas (25) menuturkan sudah jadi tradisi jika warga Kampung Kedunghilir mengolah dan menjual kolang kaling setiap bulan Ramadhan.

“Kalau pekerjaan sehari-hari warga di sini sebenarnya bertani dan buruh bangunan. Tapi setiap Ramadhan pasti mengerjakan ini (mengolah kolang kaling),” tutur Imas.

Untuk satu ember penuh kolang kaling yang dikumpulkan, Imas akan mendapat bayaran Rp10 ribu. Dalam sehari, mulai pagi hingga petang ia mengaku bisa mengumpulkan enam sampai delapan ember.

“Lumayan uangnya untuk beli kebutuhan lebaran nanti,” ucap ibu satu anak itu.

https://regional.kompas.com/read/2019/05/15/11560661/ada-kampung-kolang-kaling-setiap-ramadhan-di-sini-tempatnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke