Salin Artikel

Kisah Sartam, Petani yang Berbagi Ladang dengan Kawanan Monyet

Separuh dari luas ladangnya yang berbatasan dengan hutan "dihibahkan" kepada satwa liar, termasuk tanaman yang ada di dalamnya. Meskipun semua buah tanamannya ludes, ia ikhlas dan senang telah memberi mereka makan setiap hari.

“Hewan-hewan itu juga makhluk hidup, mereka perlu makan,” kata Martam, Jumat (3/5/2019).

Sementara di sisi lain, ladang yang khusus untuk dipelihara aman dari penjarahan satwa liar ini.

Ladang yang disisihkan untuk satwa liar ini berada di lereng gunung. Meski lahan itu untuk monyet dan satwa lainnya, Sartam tetap merawatnya seperti ladang untuk kebutuhan keluarganya.

Di ladang khusus satwa, Sartam menanam aneka tanaman buah-buahan. Ia tidak pernah memanennya. Semua tanaman ini diperuntukkan satwa liar yang datang dari hutan.

“Terutama monyet, mereka yang paling rajin datang dengan kelompoknya yang berjumlah belasan hingga puluhan” ujar Sartam.

Bagi petani yang berada di tepi kawasan hutan, kehadiran monyet di sawah atau kebun selalu mendatangkan masalah. Kawanan monyet ini akan merusak tanaman, menjarah apa yang bisa dimakan, sehingga banyak petani yang menganggap monyet ini adalah hama perusak tanaman.

Di banyak tempat, untuk mengatasi masalah ini petani memasang jerat atau mengaliri pagar kawat dengan listrik agar monyet tidak datang merusak. Namun upaya ini akan terus berulang sehingga konflik petani dan monyet tidak akan berkesudahan.

“Tanaman buah di lereng itu juga kami rawat agar terus berbuah sepanjang tahun. Ini adalah makanan khusus buat monyet,” jelas Sartam.

Ladang buah ini dibuat oleh Sartam bukan tanpa tujuan. Ia belajar dari pengalaman bagaimana konflik petani dan monyet ini terus berlangsung hingga kini. Setiap hari tanaman petani dijarah kawanan monyet tanpa ampun. Petani pun terus merugi.

Demikian juga nasib monyet yang dianggap hama ini banyak yang berakhir tragis, terkena jerat, tersengat aliran listrik, ditembak, hingga dibunuh tanpa ampun. Tidak banyak orang atau lembaga yang mengetahui kondisi ini, kawasan pinggiran yang lengang menyembunyikan konflik ini.

Tidak demikian dengan Sartam, petani santun ini justru menyisihkan ladang di kemiringan lereng yang dikuasainya ini justru dijadikan kebun buah yang khusus diperuntukkan untuk monyet.

“Kalau kawanan monyet ini sudah menikmati buah di ladang ini, mereka tidak akan turun ke ladang warga, tanaman para petani pun aman,”kata Sartam.

Peduli lingkungan

Sartam adalah seorang petani kecil yang sebagaimana petani lain di Desa Puncak Jaya, Kecamatan Taluditi, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorotalo, juga menanam kakao.

Sehari-hari, Sartam dan keluarganya telah menerapkan pola pertanian yang demikian, yakni berbagi dengan satwa liar. Ia juga mempraktikkan pola pertanian ramah lingkungan

“Ladang kami berbukit dan tanah kurang subur,” kata Martam.

Namun kondisi ini tidak menjadi keluhan bagi Sartam. Praktik pertanian ramah lingkungan dilakukan dengan menerapkan kaidah konservasi melalui pengelolaan lahan dengan membuat terasering, sesuatu yang baru di Gorontalo.

Sartam juga menerapkan tanaman campur di antara pohon kakao sebagai komoditi utama yang diselingi dengan tanaman buah buahan, tanaman kayu dan tumpang sari.

Goraka (Jahe), alawahu (kunyit), malita (cabai), poko-poki (terong), aren, pisang terlihat di antara tanaman kakao. Pola pertanian agroforestry dan tumpang sari ini dapat mengoptimalkan hasil kebun Sartam. Hasilnya bisa dipanen sepanjang tahun d antara tanaman-tanaman tersebut.

“Kebutuhan hidup setiap hari, kami harus mampu mengelola ladang ini dengan baik, melalui tanaman  mingguan, bulanan dan tahunan,” kata Sartam.

Pola pertanian yang dianut Sartam ini telah terbukti mampu membiayai pendidikan anak hingga ke perguruan tinggi.

Dari sisi lingkungan, praktik pertanian yang diterapkan oleh Sartam ini menjamin keutuhan ekosistem dan keragaman hayati di lahan kebun dan sekitarnya.

Tidak hanya itu, Sartam mampu mengelola konflik dengan satwa yang dianggap sebagai hama menjadi penyeimbang ekosistem.  

Raih penghargaan

Pada Kamis kemarin, Sartam (68) tak mampu menyembunyikan kegembiraaanya saat Bupati Pohuwato Syarif Mbuinga menyerahkan piagam penghargaan the BirdLife Nature’s Hero Award sebagai pejuang lingkungan saat sidang paripurna DPRD Kabupaten Pohuwato.

Bersama Sartam, Kelompok Tani Kakao Mandiri Taluditi juga mendapat piagam sebagai inspirator lingkungan.

“Kabupaten Pohuwato bangga dengan perjuangan Pak Sartam dan Kelompok Tani Kakao Mandiri Taluditi,” kata Syarif Mbuinga.

Syarif Mbuinga juga menyampaikan terima kasih kepada Burung Indonesia yang selama ini menjadi mitra pembangunan strategis di Kabupaten Pohuwato dalam bidang lingkungan hidup dan pengembangan komoditas pertanian yang ramah lingkungan.

Burung Indonesia selama ini mendampingi petani di pinggiran kawasan hutan untuk meningkatkan pendapatan ekonomi warga desa.  

Program Burung Indonesia telah banyak memberi manfaat langsung kepada masyarakat desa dan pemulihan lingkungan di daerah.

Selain penghargaan dari pemerintah Kabupaten Pohuwato, keuletan Sartam dalam mengelola lingkungan hidup melalui pertanian berkelanjutan telah memberi inspirasi bagi petani lain.

Inilah yang mendorong Birdlife International, lembaga lingkungan internasional menganugerahkan penghargaan kepada Sartam sebagai the BidLife Nature’s Heros Award pada tahun 2019 ini.    

Kelompok Tani Kakao Mandiri Taluditi di Desa Makarti Jaya juga mendapat penghargaan. Mereka telah berkomitmen menerapkan pola budi daya tanaman kakao berkelanjutan.

Pola pengelolaan kebun kakao yang menerapkan prinsip ramah lingkungan. Para petani melakukan penanaman pohon penaung, mengurangi penggunaan pupuk kimia, meningkatkan penggunaan pupuk organik, menerapkan sistem tanam tumpang sari, membatasi penggunaan pestisida pada pengendalian hama dengan menerapkan metode sarungisasi buah kakao dan mengintegrasikan tanaman kakao dengan usaha peternakan.

“Kami merasa bangga dan bersyukur atas pendampingan Burung Indonesia,” kata Tekad Budiyono, ketua Kelompok Tani Kakao Mandiri Taluditi.

Peraktik pertanian berkelanjutan telah menghasilkan kualitas biji kakao terbaik dengan mutu biji kakao berstandar nasional Indonesia (SNI).

Perjuangan ini membuahkan hasil yang baik. Jika sebelumnya para petani hanya bisa memanen 900 kilogram per hektar per tahun, maka saat ini wajah mereka sumringah saat menghitung hasil panen kakao yang mencapai 1.500 klogram per hektar per tahun.  

“Kami terus mendukung inisiasi Burung Indonesia untuk tahun akan datang dan menjadikan agenda rutin penganugerahan penghargaan kepada masyaraat yang berprestasi di bidang lingkungan,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pohuwato, Bahari Gobel.

Program Manager Burung Indonesia-Gorontalo, Amsurya Warman Amsa dalam rilisnya mengatakan, penghargaan dari BirdLife International dan Pemerintah Kabupaten Pohuwato ini  adalah apresiaasi pemerintah dan Lembaga konservasi internasional atas prestasi Sartam dan Kelompok Tani Kakao Mandiri Taluditi.

Perjuangan Sartam sebagai petani yang ingin meningkatkan kesejahteraannya tidak harus berhadapan dengan monyet, justru mereka mampu hidup harmoni tanpa konflik di tepi hutan.

Demikian juga dengan Kelompok Tani Kakao Mandiri Taluditi yang mampu meningkatkan kesejahteraan tanpa bahan kimia dan menjaga kelestarian alam.

https://regional.kompas.com/read/2019/05/03/08112731/kisah-sartam-petani-yang-berbagi-ladang-dengan-kawanan-monyet

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke