Salin Artikel

Pemilihan Rektor Unpad yang Terkatung-katung hingga Digugat

“Kami tidak mau gara-gara pemilihan ini mahasiswa jadi korban,” ujar Safutra kepada Kompas.com di Jatinangor, Sumedang, Senin (15/4/2019).

Seharusnya, sambung dia, pemimpin Unpad memperbaiki peringkat universitas. Sebab saat ini, Unpad tidak masuk lima besar kampus terbaik di Indonesia versi Quacquarelli Symonds (QS) World University Rangkings 2019.

Namun dengan panjangnya pemilihan rektor dan belum adanya Plt rektor Unpad, ia khawatir akan berimbas pada mahasiswa.

Hal serupa disampaikan Ridwan. Ia berharap Unpad segera mendapatkan rektor baru agar cita-cita mahasiswa Unpad menjadi kampus terbaik dan go international bisa terwujud.

Polemik pilrek

Pemilihan Rektor (Pilrek) Unpad periode 2019-2024 sudah berlangsung sejak Agustus 2018. Saat itu, Majelis Wali Amanat (MWA) Unpad mengumumkan delapan kandidat rektor yang lolos administrasi.

Mereka adalah Achmad Syawqie (Fakultas Kedokteran Gigi), Ahmad Mujahid Ramli dan Atip Latipulhayat (Fakultas Hukum), Aldrin Herwany dan Sri Mulyani (Fakultas Ekonomi dan Bisnis).

Lalu Nandang Alamsah Deliarnoor dan Obsatar Sinaga (Fakultas Ilmu Sosisal dan Ilmu Politik), serta petahana Tri Hanggono Achmad (Fakultas Kedokteran).

Status Unpad sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) ini mengubah tradisi pemilihan rektor. Jika sebelumnya melibatkan senat universitas, kini hak suara hanya milik Majelis Wali Amanat (MWA).

MWA beranggotakan 17 orang, terdiri dari Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dengan komposisi hak suara terbesar, yakni 35 persen.

Kemudian gubernur Jawa Barat, perwakilan dosen, masyarakat, alumni, mahasiswa, dan tenaga kependidikan.

“Dari 17 anggota, hanya 15 yang bisa memilih. Dua anggota lain tidak bisa memilih, yaitu Ketua Senat Akademik dan Rektor Tri Hanggono karena kembali maju dalam pemilihan,” ucap Sekretaris Eksekutif MWA Unpad Erri Noviar Megantara.

Seusai pemeriksaan kesehatan di rumah sakit dan uji kompetensi, pertengahan September 2018, dipilihlah 3 kandidat. Mereka adalah Atip Latipulhayat, Aldrin Herwany, dan Obsatar Sinaga.

Menurut rencana, setelah terpilih tiga kandidat, akan dilakukan pemilihan melalui musyawarah atau voting pada Oktober 2018 melalui rapat pleno MWA yang dilakukan tertutup.

MWA kemudian menyerahkan hasil penyaringan ke Menristekdikti M Nasir. Namun hingga akhir September, rektor tak kunjung terpilih. Bahkan Oktober 2018, Menristekdikti M Nasir meminta Pilrek Unpad dievaluasi.

Nasir mengatakan, pihaknya mengecek proses penjaringan tiga calon melalui proses yang benar atau tidak.

“Lalu, apakah proses yang dilakukan mengikuti tata cara yang telah ditetapkan dan bagaimana pelibatan publik khususnya civitas akademika Unpad,” tutur Nasir.

Tak hanya itu, kementerian juga menelusuri rekam jejak seluruh calon rektor Unpad, baik hasil penjaringan ataupun yang telah gugur. Termasuk pemeriksaan kekayaan para calon, hubungan dengan radikalisme hingga kebangsaan.

Ia menilai, apa yang dilakukan Unpad belum clear sehingga harus dikoordinasikan lebih lanjut.

Menanggapi hal itu, Ketua MWA Rudiantara mengatakan, molornya pilrek karena mengedepankan prinsip good governance yang transparan dan adil.

Untuk itu, MWA membuka masukan dari semua elemen terhadap ketiga calon. Termasuk membentuk whistleblowing system sesuai rekomendasi dari Ombudsman.

“Kemudian 31 Januari sampai 8 Februari kami iklankan terhadap tiga calon. Ada masukan, aduan, biar semua terbuka. Semua masukan akan jadi pertimbangan," tutur Rudiantara, Februari lalu.

Diberhentikan dari PNS

Karut marutnya Pilrek Unpad juga diwarnai isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga etnis.

Bahkan proses Pilrek Unpad diwarnai pemberhentian sementara kandidat rektor Obsatar Sinaga sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

Terbaru, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengeluarkan SK pemberhentian sementara Obsatar Sinaga.

Pilrek diulang

Sabtu, 13 April 2019, seusai rapat pleno di Ruang Serba Guna Kampus Unpad Dipatiukur Bandung, Rudiantara mengumumkan proses pemilihan rektor Unpad akan diulang.

“Kami sepakat melaksanakan pilrek sesuai surat Menristekdikti,” katanya.

Dalam surat nomor R/196/M/KP.03.02/2019 tertanggal 10 April 2019, M Nasir meminta MWA Unpad mengubah Peraturan Nomor 3 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemilihan Rektor.

Kedua, Menristekdikti meminta proses pemilihan Rektor Unpad berdasarkan peraturan baru yang harus dibuat MWA tentang Tata Cara Pemilihan Rektor.

Karena masa jabatan rektor Unpad periode 2015-1029 telah berakhir 13 April 2019, MWA sepakat untuk menetapkan adanya Pelaksana Tugas (Plt) hingga proses pilrek selesai.

Pihaknya meminta Kemenristekdikti menetapkan Plt Rektor Unpad. Ia pun memastikan, penetapan Plt tidak akan menghambat proses akademik di Unpad.

“Tidak mungkin seorang Menristekdikti mempreteli kewenangannya sehingga Unpad tidak berfungsi. Yang bertanggung atas sektor pendidikan tinggi di Republik itu Menristekdikti. Sivitas Akademika Unpad tidak perlu khawatir,” tutur Rudiantara dalam rilisnya.

Calon rektor menggugat

Sementara itu, salah satu calon rektor Unpad, Atip Latipulhayat akan menggugat Majelis Wali Amanat (MWA) Unpad ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Saya akan ke PTUN. Kita akan menggugat keputusan ini yang melanggar hukum,” kata Atip saat ditemui di Gedung Sri Soemantri Fakuktas Hukum Unpad Jalan Imam Bonjol, Kota Bandung, Senin (15/4/2019).

Namun demikian, sebelum membuat gugatan, Atip berencana meminta kejelasan pihak MWA terkait permintaan Kemenristek Dikti yang meminta proses Pilrek Unpad diulang. Jika harus diulang dari awal, Atip mengatakan hal tersebut sudah cacat hukum.

“Saya menunggu hasil tertulis dari rapat MWA keputusannya bagaimana. Saya bertanya mengulang itu bagaiamana maksudnya? Apakah dari 8 besar lagi? Apakah tetap tinggal dua? Tinggal jalan lagi. Apakah mengulang dari nol, itu berat masalah hukumnya,” ujar Atip.

Atip mengaku mengalami banyak kerugian akibat tidak jelasnya proses Pilrek Unpad. Bahkan, beberapa kegiatan di luar negeri terpaksa tidak bisa dihadiri olehnya.

“Saya akan gugat secara perdata karena saya dirugikan akibat ketidakpastian selama enam bulan. Jadwal-jadwal saya berantakan. Secara psikologis saya terganggu karena saya tetap berpikir tapi enggak jelas kapan mau selesainya. Kalau pertandingan harus jelas finish-nya, ini mah sebelum ke finish saya disuruh pulang. Siapa pemenang siapa yang kalah enggak jelas. Ini merugikan bagi saya, maka saya ajukan perdata,” kata Atip.

https://regional.kompas.com/read/2019/04/15/21120081/pemilihan-rektor-unpad-yang-terkatung-katung-hingga-digugat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke