Salin Artikel

Perjuangan Suliyono, dalam Keterbatasan Berusaha Tekan Golput di Kalangan Disabilitas

Sejak terpilih sebagai relawan demokrasi, dia memiliki kesibukan tambahan untuk menyampaikan informasi seputar Pemilu 2019. Sasarannya, kalangan disabilitas yang tersebar di wilayah Kabupaten Jombang.

Suliyono merupakan salah satu dari 55 relawan demokrasi yang direkrut Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jombang pada Januari 2019. Bapak 2 anak ini menjadi relawan demokrasi pada segmen disabilitas, bersama 4 orang lainnya.

Tugas pria kelahiran Jombang ini tidaklah ringan. Selain sebagai kepanjangan tangan KPU dalam menyosialisasikan tahapan pemilu pada kelompok disabilitas, dirinya juga diharapkan bisa meningkatkan partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 di komunitasnya.

Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019, jumlah pemilih dari kalangan disabilitas di Kabupaten Jombang tercatat sebanyak 2.509 pemilih. Mereka tersebar hampir merata di seluruh Kecamatan.

Menurut Suliyono, sebaran pemilih dari kalangan disabilitas yang cukup merata di beberapa wilayah menjadi tantangan tersendiri. Dia pun menjawab tantangan itu dengan cara melakukan gerilya dari desa ke desa, hingga ke rumah masing-masing.

"Tugas utama meningkatkan partisipasi pemilih di kalangan disabilitas. Secara kuantitas, target kita semaksimal mungkin," katanya kepada Kompas.com, Sabtu (6/4/019).

Pria yang akrab disapa Sulis ini mengungkapkan, selain menekan angka golput, tugas penting dari para relawan demokrasi berikutnya adalah mengurangi kesalahan para penyandang disabilitas dalam menggunakan hak suara.

"Penekanan kita agar jangan ada yang Golput. Ini untuk menjaga hak politik dan kedaulatan disabilitas. Lalu, kalau memungkinkan ada peningkatan kualitas bagi yang punya hak pilih," ujar bapak 2 anak ini.

Gerilya ke Rumah Pemilih Disabilitas

Suliyono atau Sulis menyandang disabilitas tuna daksa pada bagian kaki sebelah kanan sejak kecil. Untuk berjalan, dia menggunakan bantuan sepasang kruk.

Untuk bepergian jarak jauh, suami dari Eni Liliyanti ini menaiki motor miliknya yang sudah dimodifikasi sesuai kebutuhannya. Di rumahnya terdapat 2 motor dan keduanya sudah dimodifikasi.

Motor bebek warna kuning itulah yang menjadi sarana bagi Sulis untuk bepergian dari rumah ke sekolah ataupun ke tempat lainnya. Motor itu pula yang dipakainya untuk berkeliling menemui para penyandang disabilitas di rumahnya masing-masing.

Kegiatan Sulis berkeliling untuk mengunjungi pemilih dari kalangan disabilitas, sebagaimana dilakukan pada Sabtu (6/4/2019). Dengan menaiki motornya, guru SMP Luar Biasa Muhammadiyah Jombang itu berangkat menuju Desa Glagahan, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang.

Berbekal daftar nama pemilih disabilitas dari KPU Jombang dan seragam relawan demokrasi, saat itu dia bermaksud mendatangi salah satu pemilih disabilitas yang tinggal di desa tersebut.

Untuk menemukan rumah yang dituju, Sulis harus bertanya kepada warga yang ditemuinya di sepanjang perjalanan. Setelah beberapa kali bertanya, dia pun berhasil menemukan rumah yang dicarinya.

"Ini rumahnya mbak Siti, tapi orangnya tidak di rumah. Sekarang kerja (menjahit) di Lamongan," ujar kerabat Siti saat menerima kedatangan Sulis.

Setelah dipersilakan masuk oleh tuan rumah, Sulis menyampaikan maksud dan tujuannya menemui Siti. Perempuan yang hendak ditemui Sulis, diketahui sebagai penyandang disabilitas tuna daksa.

"Dari penjelasan keluarganya, Mbak Siti masih KTP sini (Desa Glagahan). Tadi disampaikan kalau Mbak Siti akan pulang pada 17 April nanti untuk ikut coblosan," beber Ketua Ikatan Penyandang Cacat (IPC) Kabupaten Jombang ini kepada Kompas.com.

Aktivitas Sulis di Desa Glagahan Kecamatan Perak dilanjutkan dengan menemui pemilih lainnya dari kalangan disabilitas. Dia menemui Trisnanto (38), penyandang disabilitas tuna daksa, di rumah tetangganya.

Saat bertemu dengan Trisnanto, Sulis menyampaikan informasi seputar Pemilu. Dia pun menjelaskan secara teknis bagaimana cara mencoblos surat suara.

Sebelum berpisah, Sulis tak lupa menanyakan kesediaan Trisnanto untuk ikut hadir ke TPS dan menyalurkan hak pilihnya.

"Budal nyoblos lho yo (berangkat ikut coblosan lho ya), ojo golput (jangan golput)," ujar Sulis kepada Trisnanto.

Sejak terjun sebagai relawan demokrasi, kegiatan bapak 2 anak itu kian padat. Pagi mengajar di SMP Luar Biasa Muhammadiyah Jombang, lalu pada siangnya digunakan untuk menjalankan tugas sebagai relawan demokrasi.

Suliyono menuturkan, terjun sebagai relawan demokrasi untuk segmen disabilitas pada Pemilu 2019 membuat dirinya kian sibuk. Pagi mengajar, siang melakukan gerilya.

Pada pagi hingga jam 1 siang, dirinya sibuk di sekolah. Lalu, selepas jam mengajar di sekolah dia bertugas sebagai relawan demokrasi.

"Motivasi saya ingin memberikan pencerahan kepada teman-teman disabilitas terkait Pemilu. Itu yang jadi alasan saya mau terjun sebagai relawan demokrasi," tutur Sulis.

Dikatakan, ketertarikannya bergabung sebagai relawan demokrasi juga dilandasi pentingnya kalangan disabilitas menyalurkan hak pilih masing-masing dengan tepat dan benar.

"Apalagi pemilu tahun ini lumayan berbeda dengan (Pemilu) sebelumnya. Ada banyak hal terkait yang perlu disampaikan kepada teman-teman disabilitas dengan cara yang mereka pahami," ungkap pria kelahiran 1 Nopember 1974 ini.

Sebagai relawan demokrasi pada segmen disabilitas, Suliyono bersama teman-temannya sesama relawan menggunakan dua metode pendekatan. Kedua cara tersebut dilaksanakan sesuai kondisi disabilitas.

Cara pertama, dia mengumpulkan beberapa pemilih disabilitas untuk mengikuti sosialisasi dan pendidikan pemilih secara bersama. Sedangkan cara kedua, yakni dikunjungi ke rumah masing-masing.

Dari kedua pendekatan itu, Sulis mengaku lebih sering melakukan gerilya ke rumah-rumah pemilih disabilitas. Rumah yang dikunjungi tak hanya di wilayah perkotaan, tetapi juga yang ada di pelosok pedesaan.

"Prioritasnya adalah mereka yang tidak memungkinkan untuk keluar rumah. Kalau yang sudah ada komunitasnya dan bisa keluar sih gampang," kata Sulis.

Hampir sepanjang hari, waktunya banyak tercurah untuk mengajar dan menjadi relawan. Namun, situasi itu bisa diterima keluarganya.

"Waktu untuk keluarga memang jadi berkurang. Tapi kita memaklumi karena ini memang kebutuhan," kata Eni Liliyanti (46), istri Sulis.

Menurut Eni, untuk berkomunikasi dengan para penyandang disabilitas hingga mengajak dan meyakinkan pada sebuah sikap, tidak semua orang bisa melakukan. Apalagi, jika hal itu terkait dengan pemilu.

"Ketika suami saya memutuskan bergabung sebagai relawan demokrasi, saya menganggap ini sebagai tugas negara. Mungkin dengan cara ini kami bisa memberikan sumbangan kami kepada negara," katanya.

Eni Liliyanti adalah penyandang disabilitas tuna daksa pada kedua kakinya yang diderita sejak balita. Setiap hari, istri Suliyono ini menghabiskan waktunya dengan aktivitas menjahit di rumahnya.

Pasangan sesama disabilitas ini menikah pada tahun 2005 dan keluarga ini sudah memiliki 2 anak. Saat ini keluarga Suliyono tinggal di Dusun Sidobayan, Desa Candimulyo Kecamatan Jombang.

https://regional.kompas.com/read/2019/04/08/05313601/perjuangan-suliyono-dalam-keterbatasan-berusaha-tekan-golput-di-kalangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke