Salin Artikel

Pakai Aplikasi e-Grower, Petani Pisang di Lampung Raih Omzet Rp 3,4 Juta Per Minggu

Sementara sebagian lainnya sibuk menimbang dan mengemas pisang ke dalam kardus.

Aktivitas ini terjadi di rumah pengemasan pisang segar 01 Tani Hijau Makmur di Pekon Sumbermulyo Dusun IV Sailing, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.

Di rumah pengemasan pisang ini, petani menyetorkan hasil tanamnya dengan spesifikasi panjang 7,5 cm, berat 0,8 gram dan tingkat warna yang hijau serta kemulusan bodi pisang.

"Pisang dengan kualitas tersebut masuk kategori super," kata Merdianto, Ketua Kelompok Tani Pisang di Pulau Panggung saat ditemui Kompas.com, Senin (25/3/2019).

Rumah pengemasan buah segar ini tak hanya ada di satu pekon saja. Di Kabupaten Tanggamus sendiri terdapat lima kecamatan yang mengembangkan budidaya pisang.

Kelonpok petani tersebut tersebar di Kecamatan Air Naningan, Pulau Panggung, Sumberejo, Gisting dan Ulubelu.

Jenis pisang yang ditanam seperti pisang mas, pisang barangan dan pisang rajabulu.

"Setiap minggu, satu rumah pengemasan bisa menerima pasokan pisang sebanyak 1.330 batangan per hektar atau setara dengan 1,5 kuintal dari petani," katanya lagi.

Koperasi petani berbasis e-Grower

Rumah pengemasan ini tak berdiri sendiri, aktivitas lainnya adalah perkoperasian.

Ketua Koperasi Makmur Hijau M Noer Saleh mengatakan, koperasi yang berdiri sejak setahun terakhir kini beranggotakan 209 petani dan telah memutarkan uang senilai Rp 300 juta per minggu. Itu baru dari komoditas pisang mas saja.

"Koperasi inilah yang berfungsi menerima hasil panen petani dan mendistribusikan kepada perusahaan untuk diekspor ke sejumlah negara," kata Saleh.

Untuk menjaga kualitas hasil pertanian pisang, petani diwajibkan memiliki aplikasi e-Grower. Aplikasi ini memuat fitur perencanaan tanam dan panen, penghitungan hasil dan kontrol jika ada permasalahan di lapangan.

"Kami mendapat kemudahan yang jelas informasi dari pertanian dan teknologi. Dengan penerapan e-grower, petani jadi cepat mendapatkan penanganan masalah dan juga mengetahui kualitas panen," kata dia.

"Kegagalan panen bisa diatasi di kalangan petani sendiri, karena kami terhubung langsung dengan pendamping. Tetapi belum bisa diukur dengan rupiah untuk saat ini," ujarnya lagi.

Tetapi petani bisa meraih omzet minimal sekitar Rp3.450.000 per minggu.

Untuk pelaksanaannya masih ada kendala. Misalnya, petani belum terbiasa mengoperasikan gawai serta akses internet yang belum merata.

"Kalau orangtua yang kurang familiar dengan gadget ya yang dilatih anaknya dan seperti Kecamatan Ulubelu, jaringan internetnya masih ada kendala di sana," kata dia.

Sistem shared value

Menurut Welly Soegiono, Corporate Affairs Director PT Great Giant Pineapple (GGP), dengan keterbatasan lahan, pihaknya ingin mengembangkan produk yang mempunyai potensi ekspor.

"Produk ada dan kami datang untuk melakukan pembinaan dan membeli 100 persen hasil pertanian dan mengekspornya," kata Welly Soegiono.

Perusahaan PT GGP telah bermitra dengan 423 petani dengan total lahan seluas 337 hektar.

"Saat ini sudah mencapai 1000 hektar lahan baru yang mendaftar untuk menjadi mitra kami," ujarnya.

Pisang berkualitas tersebut diekspor ke China dan permintaannya masih sangat banyak.

"Konsep ini kami namakan corporate shared value dan kami membeli pisang dari petani seharga Rp 2.300 per buah yang mana harga tersebut lebih tinggi dari harga pasaran tradisional," katanya lagi.

Pelaksana tugas Dirjen KPAII Kementerian Perindustrian dan Koperasi, Ngakan Timur Antara mengatakan, program kawasan Industri hortikultura yang berkolaborasi dengan petani dan kelompok usaha tani melalui Koperasi Usaha Tani dilaksanakan sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri Keuangan No. 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 120/PMK.04/2013.

Kemitraan di Kabupaten Tanggamus merupakan role model dari konsep tersebut.

Konsep kemitraan (corporate shared value/CSV) ini didukung oleh Ditjen, Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan dengan syarat tidak adanya persediaan (inventory) di petani.

"Sehingga pupuk dan pestisida yang diimpor oleh PT GGP dapat digunakan oleh petani binaan untuk membantu petani dan memantau kegiatan on farm secara real time, termasuk pemakaian pupuk dan pestisida," kata Ngakan Timur.

Jumlah panen yang dapat diekspor telah dikembangkan aplikasi berbasis internet of things (IOT), yakni e-Grower (industry revolution 4.0).

"Sebagai percontohan yang baik maka konsep kemitraan ini diharapkan dapat diikuti oleh wilayah provinsi lainnya, seperti Provinsi Bali dan Bengkulu," tutupnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/03/27/19135141/pakai-aplikasi-e-grower-petani-pisang-di-lampung-raih-omzet-rp-34-juta-per

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke